DGIK Incar Pendapatan Rp 1,2 Triliun pada 2025
thedesignweb.co.id, Jakarta – PT Nusa Construction Enjiniring Tbk (DGIK) menargetkan pendapatan usaha hingga Rp 1,2 triliun pada tahun 2025.
“Tahun 2025 pendapatannya 48 persen berasal dari proyek baru, dan sisanya 52 persen dari tahun 2024,” kata Direktur PT Nusa Construction Enjiniring Tbk Hudik Pramono dalam paparan publik DGIK, Jumat (13)/12/2024. ) .
Dari pendapatan tersebut, perseroan menargetkan laba bersih sebesar Rp65-Rp75 miliar pada tahun 2025. Target laba tersebut meningkat 30-50 persen dibandingkan proyeksi laba bersih sebesar Rp40-50 miliar pada tahun 2024.
“Kami mengukur dan mengkaji secara cermat angka target yang ditetapkan pada tahun ini, tentunya dengan mempertimbangkan perolehan proyek-proyek yang ada saat ini, serta beberapa proyek baru yang ditargetkan dan direncanakan untuk masuk dalam penawaran yang mungkin diterima perseroan pada tahun depan,” tambah Hudik. .
Kinerja keuangan perseroan menunjukkan pertumbuhan positif selama lima tahun terakhir, dibuktikan dengan peningkatan signifikan setiap tahunnya pada pendapatan usaha, laba usaha, dan laba bersih.
Perseroan juga telah menyiapkan beberapa strategi untuk mencapai targetnya di tahun depan. Antara lain peningkatan jumlah dan kapasitas, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia perseroan. Merangkul dan memanfaatkan digitalisasi untuk menciptakan proses kerja yang efisien dan efektif.
“Pada saat yang sama, perusahaan selalu menerapkan pengelolaan proses bisnis yang memenuhi ketentuan yang berlaku. Juga untuk memastikan seluruh proses berjalan efektif dan efisien atau Operational excellency,” kata Hudik.
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada Jumat (13/12/2024).
IHSG turun 0,24 persen menjadi 7.376 mengutip data RTI. Indeks LQ45 turun 0,39 persen menjadi 871.
IHSG mencapai level tertinggi 7.399,89 dan terendah 7.367,86 pada perdagangan Jumat pekan ini. Sebanyak 248 saham diturunkan, membebani IHSG. 185 saham menguat dan 185 saham stagnan.
Total frekuensi perdagangan 239,749 jam dengan 2,9 miliar lembar saham. Nilai transaksi harian saham tersebut sebesar 1,8 triliun. Dolar AS berada di kisaran 15.967 per rupee.
Sebagian besar sektor ekuitas berada di bawah tekanan. BEI sektor saham utama melemah 0,80 persen memimpin koreksi. Sektor dana industri turun 0,19 persen, sektor saham konsumen non-siklis turun 0,09 persen, sektor saham konsumen siklis turun 0,59 persen, dan sektor kesehatan turun 0,37 persen.
Kemudian sektor saham keuangan turun 0,21 persen, sektor saham teknologi turun 0,40 persen, dan sektor saham transportasi turun 0,27 persen.
Sementara itu, sektor saham energi meningkat sebesar 0,27 persen, sedangkan sektor saham infrastruktur meningkat sebesar 0,38 persen.
Ulasan IHSG
Menurut Ashmore Asset Management, IHSG anjlok hingga ke bawah level 7.400 pada perdagangan Kamis 12 Desember 2024 dengan kerugian pada saham-saham unggulan, khususnya perbankan Indonesia.
“Likuiditas yang sulit dan pertumbuhan kredit yang lambat masih menjadi tantangan utama di sektor perbankan,” ujarnya.
Saham ASII juga melemah karena penjualan mobil domestik Indonesia turun 74.347 unit atau 11,9 persen di bulan November. Saham AADI melemah karena aksi ambil untung pasca reli IPO.
“Volume pasar secara keseluruhan melambat secara signifikan karena saham ritel diperdagangkan lebih rendah pada volume yang lebih rendah,” kata pernyataan itu.
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan tengah hari Kamis ini. Pelemahan IHSG terjadi di tengah harapan penurunan suku bunga utama oleh bank sentral Amerika Serikat (AS).
Pada Kamis (12/12/2024), IHSG ditutup menguat 70,51 poin atau 0,94 persen di 7.394,24. Sedangkan indeks LQ45 turun 15,66 poin atau 1,76 persen menjadi 874,89.
“Pasar saham regional Asia didominasi setelah data inflasi AS sesuai perkiraan dan memperkuat kemungkinan penurunan suku bunga AS pada minggu depan,” tulis Pilarmas Investindo Securitas, mengutip kelompok riset Antara.
Inflasi AS naik menjadi 2,7 persen (yoy) dari sebelumnya 2,6 persen (yoy) dan 0,3 persen (mtm) menjadi 0,3 persen (mtm) dari 0,2 persen (bulanan). harapan
Sementara itu, inflasi inti sebesar 3,3 persen (yoy) dan sesuai ekspektasi pasar sebesar 0,3 persen secara bulanan.
Hasil tersebut, sesuai dengan ekspektasi pasar, meningkatkan kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga menjadi 97 persen untuk memangkas suku bunga sebesar 25 persen.