Lifestyle

Di Balik Proses Kuratorial Koleksi Museum untuk Sajikan Pameran Menarik

thedesignweb.co.id, Jakarta – Koleksi yang dikurasi tentu berperan penting dalam membentuk citra sebuah museum. Monumen bersejarah dan karya seni di tempat pameran dapat menjadi salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi keputusan pengunjung untuk berkunjung ke tempat tersebut.

Lalu bagaimana proses kurasi di museum? Museum Seni Neka di Ubud, Bali pertama kali mempersembahkan koleksi karyanya kepada sekelompok seniman terpilih: Pande Wayan Suteha Neka dan istrinya Ni Gusti Srim, seniman Rudolph Bonnet dan I Gusti Noman Lampad. .

“Kontribusi (karya seni yang dikurasi) ditingkatkan oleh seniman kelahiran Belanda Ari Smith,” kata direktur NAM Pandey K. Suteha melalui thedesignweb.co.id Lifestyle News 25 Okt 2024 “Sedang dalam pengembangan, kurator.” koleksi permanen, dan “Teknik tampilan dan pelabelan koleksi yang difasilitasi oleh Garrett Kamm, seorang peneliti dan penulis seni dan budaya kelahiran Hawaii.”

Sementara itu, Bayu Genia Krishbi, kurator dan ketua tim pameran Museum Nasional Indonesia (MNI), menjelaskan proses kuratorial di Museum Nasional Indonesia dimulai dengan menentukan konsep besar dan tema yang ingin disampaikan. publik

“Tema ini tidak hanya mencerminkan visi dan misi museum, tetapi juga berdasarkan penelitian untuk memahami harapan dan keinginan pengunjung. Setelah tema ditentukan, tahap selanjutnya adalah memilih koleksi yang sesuai,” ujarnya dalam sebuah wawancara. rilis berita pada hari Jumat.

Menurut Bayou, seorang kurator harus memiliki pemahaman mendalam mengenai kelebihan dan kekurangan koleksi museum, termasuk yang belum ada. Bila perlu, kurator dapat meminjam koleksi museum lain atau menggunakan media alternatif seperti fotografi dan video untuk melengkapi pameran.

“Kurator kemudian menyusun matriks koleksi terpilih yang memuat informasi seperti nomor inventaris, bahan, lokasi penemuan, tanggal perolehan, dan umur koleksi,” ujarnya. Proses ini menganalisis fungsi koleksi, sejarah dan relevansinya dengan tema pameran.

Kurator juga mempertimbangkan tata letak pameran untuk ditinjau oleh tim desain pameran. “Kurator tidak bekerja sendiri dalam proses ini. Kami bekerja sama dengan konservator untuk memantau catatan koleksi, menganalisis kondisi fisik koleksi, dan memastikan lingkungan penyimpanan yang aman.”

Ia menambahkan, “Tim desain pameran terlibat dalam menentukan tata letak, warna, dan elemen visual lainnya untuk memastikan pengalaman pengunjung yang optimal.” Saat Museum Nasional Indonesia dibuka misalnya, beberapa pameran dihadirkan.

Diantaranya adalah “Wajah Baru Sistem Pameran MNI”, “Membakar Negara: Perjalanan Membangun Kembali Museum Nasional Indonesia Pasca Kebakaran”, “Pameran Kembali” dan “Ruang Masa Depan MNI”. “Pameran ini merupakan hasil kolaborasi tim kuratorial Museum Nasional dengan tim kuratorial dan pameran Badan Warisan Indonesia,” ujarnya.

Juga oleh kurator tamu profesional seperti Bonnie Triana (Pameran Repatriasi) dan Aprina Murvanti (Wajah Baru MNI Pameran, MNI Future Space). Rich menuturkan, kriteria pemilihan koleksi MNI bisa berbeda-beda tergantung visi museum dan cerita yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

“Sekarang misalnya,” dia mencontohkan. “Sejarah dan kebudayaan umat manusia di nusantara hendaknya diceritakan melalui kacamata kita sendiri, bukan dari sudut pandang kolonial. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar koleksi MNI dikumpulkan pada masa kolonial melalui upaya sistematis Koninklijk. Batavijach.Genoschap van Kunstenen Wetenshappen pada masa penjajahan Belanda.

Saat ditanya tantangan kurasi koleksi MNI, Bayu menekankan bagaimana memaknai koleksi tersebut relevan dan kontekstual dengan Indonesia saat ini. Oleh karena itu, kriteria pemilihan koleksi untuk dipamerkan dapat berubah, terutama karena museum berupaya mengedepankan pendekatan kritis terhadap sejarah kolonial dan menciptakan ruang interpretasi yang inklusif dan beragam, jelasnya.

NAM juga bekerja dengan cara serupa. Suteha menyampaikan, koleksi karya seni yang dipamerkan hendaknya sejalan dengan visi dan misi NAM, yakni melestarikan karya seni yang mencerminkan alam dan seni budaya Bali. “Awalnya NAM fokus pada 45 lukisan karya seniman tradisional Bali, nasional, dan asing,” ujarnya.

Dalam perkembangannya, museum ini dibuka pada tanggal 7 Juli 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Daoed Joseph, dan pada tanggal 3 September 1994 didirikan Paviliun Ari Smith. Kemudian mereka menambah koleksi kerisnya. Pada tahun 2007.

“Kebetulan pendiri NAM adalah keturunan Pande. Kakeknya adalah pengrajin keris dari Kerajaan Peliatan,” kata Suteha. .

Pada tahun 2022, koleksi NAM akan diperluas dengan penambahan paviliun patung. Patung itu dikurasi sendiri. “Paviliun patung dibagi menjadi beberapa ruangan, patung klasik, patung primitif, patung bergerak dan patung modern”.

Suteha menceritakan, jangka waktu pemilihan dan kurasi karya seni berbeda-beda. “Koleksi permanen tidak memakan waktu lama karena lukisan dalam koleksi permanen berasal langsung dari senimannya. Pilihannya dilakukan langsung di tempat atau di depan artis,” ujarnya.

“Kemudian kurasi pameran temporer diselenggarakan tersendiri. Prinsipnya kurator eksternal menyiapkan kerja kuratorial, kemudian dikoordinasikan dengan kurator internal GNB. Koordinasi antara kurator eksternal dan kurator internal biasanya tidak lebih dari satu minggu,” katanya.

Di sisi lain, Bai menjelaskan, proses eksekusi di MNI memakan waktu setidaknya satu tahun. “Durasi satu tahun bisa lebih lama tergantung kompleksitas mata pelajaran dan koleksi yang akan disajikan, serta pelatihan teknis lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, setelah proses kuratorial selesai, tim kuratorial biasanya bertugas mengembangkan pemahaman lebih dalam mengenai pameran kepada tim pendidik dan pionir yang berhubungan langsung dengan masyarakat. “Ini penting agar mereka bisa memberikan informasi yang akurat dan menarik kepada pengunjung.”

Kurator terlibat langsung dalam tur khusus tamu-tamu penting seperti jurnalis, tamu negara, tokoh masyarakat atau pejabat pemerintah. Selain itu, para kurator terus mempersiapkan kegiatan pameran lainnya, seperti mengembangkan ide untuk pameran berikutnya, melakukan penelitian, atau mengeksplorasi koleksi kuratorial masa depan.

“Dengan kata lain, peran kurator tidak berakhir ketika kurator berakhir. “Mereka aktif dalam berbagai kegiatan yang menunjang suksesnya pameran dan kegiatan museum secara umum,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *