Kesehatan

Epidemiolog Dicky Budiman Tangkis Omongan Dharma Pongrekun, Ini Fakta Tes PCR untuk COVID-19

thedesignweb.co.id, Jakarta – Calon gubernur nomor urut 2 Jakarta Dharma Pongrekun mengatakan banyak masyarakat yang belum memahami bahwa Polymerase Chain Reaction (PCR) bukanlah cara untuk menguji virus.

“Banyak dari kita yang belum memahami bahwa tes PCR yang digunakan selama ini tidak memiliki peran untuk menguji virus. Jadi hanya untuk memeriksa asidosis. Dan kenapa harus menggali, kenapa tidak diambil?” kalau memang mau tes virus dari air liurnya,” kata Dharma pada Minggu malam, 6 Oktober 2024, saat debat perdana Pilgub DKI (Pilgub) DKI Jakarta.

Mendengar pernyataan tersebut, ahli epidemiologi Dicky Budiman pun menjelaskan hubungan tes PCR dengan COVID-19. “PCR adalah metode yang digunakan untuk mengamplifikasi materi genetik, DNA atau RNA, pada suatu sampel agar lebih mudah dianalisis,” kata Dicky Health kepada thedesignweb.co.id melalui pesan suara, Senin, 7 Oktober 2024.

“Nah, dalam konteks tes COVID-19, PCR digunakan untuk mendeteksi RNA virus Sars-COV2 penyebab COVID-19. Karena RNA tersebut khusus untuk virus ini, maka PCR merupakan metode yang sangat akurat dan sensitif. deteksi keberadaan virus SarsCO2, meski jumlah virus di dalam tubuh masih tergolong rendah, tambahnya.

 

Lalu bagaimana cara kerja PCR dalam tes COVID-19? Seperti yang dijelaskan Dicky: “Yang pertama adalah mengambil sampel dari saluran pernafasan. Biasanya melalui nasofaring. (Kedua) RNA virus SarsCOV2 yang diambil dari sampel juga diekstraksi.”

Proses ketiga adalah amplifikasi, dimana virus berkembang biak dengan bantuan enzim sehingga dapat diidentifikasi secara unik. Keempat adalah deteksi. Setelah RNA diamplifikasi, mesin PCR ini bisa mendeteksi keberadaan gen virus tertentu sehingga memberikan hasil untuk mengetahui apakah seseorang tertular atau tidak, tambahnya.

Sekadar informasi, lanjut Dicky, tes PCR ini diakui oleh beberapa organisasi kesehatan global, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagai standar emas deteksi COVID-19.

Terkait klaim tes PCR digunakan untuk mendiagnosis asidosis, Dicky menegaskan pernyataan tersebut sepenuhnya salah: “Tidak, tes PCR ini tidak digunakan untuk mendiagnosis asidosis atau ketidakseimbangan asam basa dalam tubuh.”

Dicky menjelaskan, asidosis merupakan kondisi medis di mana cairan tubuh memiliki kadar asam yang terlalu tinggi. Kondisi ini biasanya didiagnosis dengan tes darah yang mengukur pH darah, bukan tes PCR.

Sedangkan PCR merupakan teknik yang sangat tepat untuk mendeteksi materi genetik dan tidak ada hubungannya dengan pengukuran kadar asam tubuh.

Oleh karena itu, klaim bahwa PCR digunakan untuk mendeteksi asidosis adalah tidak benar, kata Dicky.

Dicky mengatakan, pihaknya merasa perlu menyikapi permasalahan tersebut karena misinformasi atau disinformasi dapat menurunkan kepercayaan terhadap alat atau metode kesehatan yang terbukti efektif.

“Ini berbahaya dan saya harus meresponsnya, karena misinformasi seperti ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap alat dan metode medis yang efektif dalam memerangi pandemi,” ujarnya.

Akibatnya, masyarakat tidak percaya bahwa tes PCR dapat membantu sehingga menyebabkan keengganan untuk melakukan tes COVID-19. Hal ini berpotensi membahayakan karena virus dapat menyebar tanpa terdeteksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *