Kesehatan

Gaduh PP Kesehatan Atur Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Remaja, Berpotensi Multitafsir?

LIPUTAN6. Masalah ini memberikan respons dari banyak bagian.

Pasal 103 dikatakan paragraf 4: Layanan kesehatan reproduksi yang disebutkan dalam paragraf (1) paragraf (1) meliputi: a. Deteksi dini penyakit atau deteksi; B. Perlakuan; Mengerjakan. Rehabilitasi; D. nasihat; Denmark. Penyediaan kontrasepsi.

Sementara dalam paragraf 1 artikel konten negara: upaya kesehatan untuk reproduksi usia sekolah dan usia kaum muda yang disebut dalam Pasal 101 (1) Piagam B setidaknya dalam bentuk komunikasi, informasi dan pendidikan, serta layanan kesehatan reproduksi.

Anggota Komisi Kamar Perwakilan IX Netty Pasetyarii Aher menjadi salah satu orang yang mengkritik PP. Netty mengevaluasi bahwa PP No. 28 tahun 2024, khususnya, pasal 103 paragraf 4 harus diklarifikasi sehingga tidak menjadi asumsi hubungan seksual pada anak -anak sekolah dan remaja.

“Pasal 103, paragraf 4 menyatakan bahwa dalam kasus layanan kesehatan reproduksi untuk siswa dan remaja ada penyebutan ketentuan kontrasepsi. Aneh jika anak -anak sekolah dan remaja ingin dilengkapi dengan kontrasepsi. Apakah itu bermaksud untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” Netty mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada media, di Yakarta, Minggu (4/8/2024), sebagaimana dikutip pada DPR.Go.id.

Netty mempertanyakan penyebutan “perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggung jawab pada anak -anak dan remaja” muncul di PP.

“Penting untuk menjelaskan apa tujuan dan tujuan mendidik perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggung jawab. Apakah Anda mengarah pada perolehan seks sebelum menikah kapan pun itu bertanggung jawab?”

Kritik serupa juga berasal dari anggota lain dari Komisi Kamar Perwakilan IX, yaitu Arzetti Bilbina.

“Berhati -hatilah, jika tidak mengawasi, itu menjadi racun untuk menghancurkan anak -anak! Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini seimbang dengan pendidikan seksual holistik dan pendekatan sensitif terhadap nilai -nilai masyarakat karena bisa menjadi kontraproduktif bagi anak muda Indonesia,” kata Arzeti, Selasa (6/8).

Menurut Arzetti, Pasal 103 terkait dengan kontrasepsi tidak ditulis secara rinci tentang siswa yang menerima pendidikan sehingga mereka cenderung disalahpahami.

“Saya pikir harus ada penjelasan dan pendidikan yang jelas, karena suara artikel saat ini dapat membuat salah tafsir,” katanya.

Suara aturannya adalah sebagai berikut: Layanan kesehatan reproduksi yang disebutkan dalam paragraf (1) termasuk setidaknya: a. Penyakit Dini atau Deteksi Deteksi, b. Pengobatan, c. Rehabilitasi, d. Nasihat, e. Penyediaan kontrasepsi ‘.

Menurut Arzeti, aturan itu tidak sejalan dengan aturan di Indonesia. Khusus untuk anak -anak remaja yang seharusnya tidak diizinkan berhubungan seks karena mereka akan mempengaruhi kesehatan mereka.

“Jangan biarkan aturan ini menjadi dasar bagi kaum muda untuk melakukan tindakan seksual di luar pernikahan. Selain norma -norma yang dilarang, dampaknya terhadap kesehatan juga sangat berpengaruh,” jelas politisi faksi PKB.

Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda, Netty meminta agar PP ditinjau segera agar tidak menyebabkan keriuhan di pangkalan.

“Harus ada kejelasan tentang pendidikan tentang hubungan seksual yang tidak boleh dipisahkan dari nilai -nilai agama dan budaya yang diadopsi oleh bangsa,” tambah politisi PKS. 

Komentar yang kuat datang dari wakil presiden Komisi Dewan Perwakilan Rakyat X Abdul Fikri Faqih. Dia menyesali Beleid, salah satunya terkait dengan penyediaan kontrasepsi untuk siswa dan usia remaja. Menurutnya, saya tidak sejalan dengan mandat pendidikan nasional.

“Peraturan ini tidak sejalan dengan mandat pendidikan nasional yang didasarkan pada sifat mulia dan membela norma -norma agama,” kata Abdul Fikri, dikutip oleh Parlementary dari pernyataan tertulisnya, Sabtu (3/8).

Menurutnya, penyediaan fasilitas kontrasepsi untuk siswa sekolah sama dengan memungkinkan budaya seksual gratis bagi siswa. “Alih -alih bersosialisasi risiko perilaku seksual bebas terhadap remaja, sebaliknya menyediakan alat, di mana alasan ini?” dikatakan.

Menurutnya, semangat dan mandat pendidikan nasional adalah untuk mempertahankan karakter bangsawan dan berdasarkan norma -norma agama yang telah diprakarsai oleh orang tua pendiri.

“Satu langkah tidak benar jika kita bahkan mengkhianati tujuan pendidikan nasional yang telah kita evaluasi bersama,” katanya.

Abdul Fikri Ustru menekankan pentingnya bimbingan belajar (saran) untuk siswa dan remaja, terutama pendidikan tentang kesehatan reproduksi melalui fokus norma -norma agama dan nilai -nilai mulia yang diadopsi oleh budaya timur di kepulauan.

“Tradisi yang diajarkan orang tua kita selama beberapa generasi adalah bagaimana mematuhi perintah -perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan risiko penyakit menular yang menyertai mereka,” katanya.

Wakil Presiden Komisi Dewan Perwakilan Rakyat X Hetifah Sjaifudian mengimbau pemerintah untuk memperhatikan beberapa aspek penting dari kebijakan tersebut.

Hetifah khawatir bahwa jika tidak diimplementasikan dengan benar, itu dapat menyebabkan kesalahpahaman sehubungan dengan tujuan kebijakan.

“Pemerintah harus memberikan penjelasan yang jelas dan terperinci tentang kebijakan ini dengan menekankan bahwa penyediaan kontrasepsi adalah langkah pencegahan untuk kesehatan reproduksi dan tidak mendorong seks bebas,” katanya, Senin (5/8/2024)

Hetifah juga menyoroti perlunya kurikulum pendidikan seksual sesuai dengan nilai -nilai moral dan budaya Indonesia dan menjamin pemahaman yang memadai pada remaja. 

Selain itu, orang tua juga harus berpartisipasi dalam program ini. “Orang tua harus secara aktif berpartisipasi dalam program pendidikan kesehatan reproduksi untuk memastikan bahwa mereka memahami pentingnya pendidikan seks dan peran mereka dalam bimbingan anak -anak,” katanya.

Pemantauan dan evaluasi berkala juga penting untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan dieksekusi sesuai dengan tujuan dan tidak disalahpahami.

“Penting untuk melakukan pemantauan dan evaluasi rutin untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan ini dan memastikan bahwa program tersebut diimplementasikan dengan benar,” katanya.

Mengenai respons sehubungan dengan PP No. 28, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga berbicara. Menurut Kementerian Kesehatan, peraturan berisi upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan promosi dan pencegahan atau mencegah masyarakat sakit.

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Dr. Mohammad Syahril, menjelaskan bahwa pendidikan yang terkait dengan kesehatan reproduksi reproduksi juga mengacu pada penggunaan kontrasepsi. Tetapi penyediaan alat -alat ini tidak dimaksudkan untuk semua remaja, tetapi bagi mereka yang sudah menikah.

“Namun, penyediaan kontrasepsi tidak dimaksudkan untuk semua remaja, tetapi hanya untuk remaja yang menikah untuk tujuan menunda kehamilan bila mungkin ibu tidak siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Dr. Syahril di Yakarta (5/8).

“Lalu, penyediaan kontrasepsi hanya diberikan kepada remaja yang menikah untuk menunda kehamilan sampai usia yang aman untuk kehamilan,” katanya.

Pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang lahir akan menjadi penundaan penundaan juga sangat tinggi.

Menurut ketentuan dalam PP, tujuan utama layanan kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia yang berisiko. Oleh karena itu, penyediaan kontrasepsi tidak akan ditujukan untuk semua remaja.

 

Tidak seperti beberapa anggota dewan yang membuat kritik kuat terhadap PP No. 28 tahun 2024 Pasal 1 Paragraf 4, direktur eksekutif Yayasan Kesehatan Wanita (YKP) Nanda Dwinta mengevaluasi layanan kontrasepsi untuk anak -anak dan remaja usia sekolah adalah upaya untuk mencegah hal -hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan infeksi transfer seksual.

“Layanan kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja, sebagaimana diatur dalam Pasal 103 (4.e), merupakan upaya pencegahan penting untuk mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan pernikahan anak -anak dan kematian ibu dan anak karena risiko reproduksi usia dini,” kata Nanda.

Meski begitu, YKP ingat bahwa layanan harus diintegrasikan dengan layanan kesehatan reproduksi lainnya.

“Kontrasepsi harus diintegrasikan dengan layanan kesehatan reproduksi lainnya untuk menjamin pendekatan yang komprehensif dan efektif,” kata Nanda.

Kemudian, Nanda juga ingat bahwa layanan kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja harus melalui proses pendidikan yang matang dan integral menggunakan pendekatan dan perspektif anak -anak sekolah dan remaja.

YKP juga ingat bahwa ketika remaja menerima layanan kontrasepsi, mereka juga harus bersama tutor atau orang tua.

“Layanan kontrasepsi juga harus diberi nomor dengan persetujuan (atau bantuan) tutor mereka, baik orang tua atau orang dewasa lain yang bertanggung jawab atas kehidupan dan diri anak/remaja,” kata Nanda dalam sebuah pernyataan tertulis.

Nanda juga mengatakan bahwa kontrasepsi yang diberikan harus diberikan mengingat kebutuhan dan pilihan terbaik untuk individu tersebut.

 

Terkait dengan Pro dan Konra PP No. 28, Presiden Dewan Pusat Asosiasi Media Indonesia, Dr. di Rubaedah, SSIT, MM, MKM mengatakan mereka membaca regulasi lengkap, bukan untuk kaus kaki sedang. 

“Kita harus membaca PP No. 28 secara komprehensif. Penyediaan kontrasepsi untuk remaja yang diatur dalam Pasal 103 harus dilihat sebagai upaya untuk melindungi kesehatan remaja yang menikah pada usia dini,” jelasnya.

Meskipun undang -undang perkawinan telah menetapkan usia minimum pernikahan selama 19 tahun, praktik pernikahan pada usia yang jauh lebih muda, bahkan pada usia 11 hingga 12 tahun, sering kali terjadi. Penyediaan kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah adalah pendekatan utama dalam peraturan ini, mengingat tingginya jumlah pernikahan dini di Indonesia. 

Bidan memiliki peran dalam layanan kesehatan reproduksi sangat penting, terutama dalam dukungan kesehatan remaja yang memiliki potensi untuk menjadi ibu yang mungkin.

Di dalam mengatakan bahwa penyediaan kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah bukan hanya tentang menunda kehamilan, tetapi juga untuk mempersiapkan fisika, secara psikologis dan reproduktif sebelum memasuki kehamilan.

“Ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk memastikan bahwa remaja yang menikah pada usia dini tidak segera hamil, sehingga mereka dapat mempersiapkan lebih baik sebelum menderita kehamilan,” tambahnya.

Dalam konteks ini, bidan memiliki peran strategis dalam melaksanakan pendidikan dan menyediakan layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Ini termasuk komunikasi, informasi dan pendidikan (IEC) tentang kesehatan reproduksi, serta deteksi dini dan deteksi masalah kesehatan yang dapat dihadapi remaja, seperti anemia, kurangnya energi kronis atau komplikasi kebidanan.

Selain itu, di dalam mengundang publik untuk mengharapkan penjelasan yang lebih rinci tentang implementasi pp 28/2024 melalui aturan yang berasal dari Kementerian Kesehatan yang diharapkan memberikan lebih banyak kejelasan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *