Geliat Seni Pertunjukan Dalam Negeri Berpotensi Menggerakkan Perekonomian di Banyak Sisi
thedesignweb.co.id, Jakarta – Sebagai negara yang kaya akan budaya, Indonesia memiliki beragam seni pertunjukan, antara lain musik, tari, dan teater atau drama. Masyarakat belum terlalu mengenal seni pertunjukan, karena menonton pertunjukan Ludruk, Wayang, dan kini teater sudah menjadi bagian dari hiburan sehari-hari.
Dapat dikatakan bahwa perkembangan seni pertunjukan di Indonesia terus meningkat. Setiap tahunnya, meski belum signifikan atau maju, jumlah komunitas teater akar rumput semakin bertambah. Namun apakah seni pertunjukan mampu menggerakkan perekonomian di Indonesia?
Jawabannya belum besar, karena seni pertunjukan belum menjadi sebuah industri di Indonesia. Namun ada potensi bahwa seni pertunjukan dapat meningkatkan perekonomian dalam banyak hal.
Direktur teater Bambang Prihadi yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Jakarta mengatakan, “Kalau dikemas dalam festival, ekonomi kreatif bisa bertahan lama, festival bisa menjadi aset masyarakat, menarik wisatawan. Bisa.” Dewan Kesenian. Wawancara thedesignweb.co.id pada Rabu 28 Agustus 2024.
Menurut dia, saat ini banyak diadakan mini festival, dan para seniman juga kerap menyelenggarakan Pekan Teater Nasional. Bambang mengatakan, perkembangan seni pertunjukan memang didukung pemerintah dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. 5 tahun 2017.
“Ini menjadi alat yang kuat bagi kita untuk melakukan banyak hal sehingga meski tidak merata, setidaknya pemerintah telah berupaya memastikan bahwa usaha di bidang seni pertunjukan dapat memberikan dampak ekonomi,” ujarnya.
Melalui UU Pembangunan Kebudayaan, jika diterapkan, setiap daerah dapat mengusulkan maksimal 10 benda budaya. Idenya bisa berupa naskah dan apapun yang berbasis budaya sehingga dapat dimanfaatkan dan tidak hanya menjadi identitas budaya tetapi juga berdampak pada kesejahteraan sosial masyarakat setempat.
Namun, sebelum menjadi industri yang kuat, Bambang mengatakan ekosistem seni pertunjukan di Indonesia harus dibangun. Mulai dari rangkaian kehidupan artistik, venue, penonton, festival, seniman juga perlu meningkatkan dan membangun jaringan. Sayangnya, hal ini belum dilakukan oleh kelompok teater akar rumput.
“Memahami jaringan nasional dan internasional, ternyata kita membutuhkan organisasi yang bisa memperkuat ekosistem seni,” ujarnya. Ia mengatakan, kelompok teater tidak boleh hanya mengurusi urusan produksi saja.
Praktisi seni pertunjukan juga harus belajar networking dan manajemen atau membuat sistem agar bidang ini bisa menjadi industri. Ditambahkannya, “Cara kerja yang tadinya sudah berubah, yang tadinya hanya di kalangan kita sendiri, kini kita diajak untuk bekerjasama dengan pihak dan negara lain juga.”
Dengan jaringan ini, para seniman seni pertunjukan dapat bertemu dan bertukar pikiran hingga menciptakan sebuah platform yang dapat menggabungkan konsep pertunjukan untuk acara atau festival yang rutin diadakan. Jika seni pertunjukan menjadi sebuah industri, maka pelaku kejahatan tidak akan sebatas menerima pungutan pertunjukan, karena dampak menjadi sebuah industri akan mencakup banyak aspek.
Tata rias panggung, catering kru, baju panggung, souvenir acara bahkan mendatangkan wisatawan, kata Bambang.
Sementara itu, edukasi mengenai seni pertunjukan telah banyak diberikan, salah satunya melalui workshop yang diselenggarakan oleh komunitas teater reguler dan non-reguler. Ada juga lokakarya penyutradaraan di Teater Seni, Festival Teater Pelajar, dan Platform Teater Internasional Jakarta.
Program reguler juga harus diselenggarakan untuk pengembangan seni pertunjukan. Namun jangan lupakan pengelolaan acara, seni pertunjukan perlu pengelolaan yang serius karena jika tidak maka penontonnya hanya dari kelompok atau keluarga tertentu saja.
“Seni pertunjukan di Jakarta bisa dikatakan hebat, bahkan di Indonesia hanya ada satu perkumpulan teater yang hanya ada di Jakarta,” kata Ketua Simpul Teater Jakarta Iqbal Samudra saat dihubungi thedesignweb.co.id melalui sambungan telepon, Kamis. , 29 Agustus 2024.
Ada banyak grup teater di Jakarta yang anggotanya banyak. Belum lagi kelas teater yang diadakan, sayangnya perkembangan seni pertunjukan tersebut belum merata di seluruh nusantara.
Lebih lanjut Iqbal mengatakan, “Dari penelitian besar yang dilakukan Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2019, disepakati bahwa seni pertunjukan belum memiliki penonton melainkan patron, kita belum memiliki Broadway yang bisa disaksikan oleh siapapun.”
Bahkan dalam seni pertunjukan, salah satunya teater musikal, karena harga tiketnya yang tinggi dan promosi yang kuat, penontonnya tidak sama dengan penonton bioskop. Penontonnya tetap keluarga.
Sementara kelompok teater meski banyak, namun fasilitas yang tersedia belum bisa menampung mereka. Gedung teater di Jakarta saja hanya ada tujuh. “Infrastrukturnya kurang memadai, belum lagi harga sewa yang mahal, namun kini seni pertunjukan semakin inovatif, lintas media sudah familiar, penggunaan proyektor sungguh mencerahkan,” jelas Iqbal.
“Kalau ditanya saya, ini benar-benar bisa menghidupkan perekonomian,” tegas Iqbal.
Arts Alliance juga meneliti bahwa satu pertunjukan teater saja bisa menggairahkan banyak aspek perekonomian, khususnya UMKM. Penataan makanan, tata rias dan tata rias penampilan, pakaian panggung dan masih banyak lagi.
Dengan sedikitnya 400 kelompok teater, banyak daerah lain juga akan terkena dampaknya jika mereka mengadakan festival dan pameran secara rutin. Jakarta sendiri terbilang maju dalam seni pertunjukan dan rutin menjadi tuan rumah Festival Teater Jakarta yang kini berusia 51 tahun dan tertua di Asia Tenggara.
Jakarta juga merupakan panggung internasional yang biasanya mengundang teater dari luar negeri. Menurut Iqbal, pemerintah juga berupaya agar seni pertunjukan bisa berkembang merata di seluruh wilayah, tidak hanya Jakarta yang dulunya adalah ibu kota.
Salah satunya adalah pelaksanaan Burtur Indonesia yang berpindah lokasi setiap tahunnya. Indonesia Burtutur yang akan digelar di Bali pada tahun 2024 ini akan menampilkan sedikitnya 900 seniman lokal.
“Kita punya Persatuan Teater Indonesia Nasional. Seni pertunjukan bisa menjadi industri karena sudah dibicarakan sejak tahun 1980-an,” kata Iqbal.
Hanya saja, jika berbicara seni pertunjukan menjadi sebuah industri, pemerintah harus mendukungnya dengan infrastruktur dan membantu seniman menciptakan ekosistemnya sendiri. Seniman pertunjukan juga harus mandiri dan tidak bergantung pada pemerintah karena harus terhubung dengan jaringan.
“Yang terpenting kelompok pengelola (teater) itu mulai tumbuh dan berkembang sehingga bisa menjadi industri sehingga bisa memberikan dampak ekonomi yang lebih luas, tidak hanya berdiri sendiri,” ujarnya.
Daripada membuat program avant-garde yang tidak ada dampaknya setelah program selesai, lebih baik pemerintah membantu seniman membuat jaringan seperti Broadway, kata Iqbal. Menurutnya, Indonesia bisa mencontoh Korea Selatan yang sudah memiliki liga Broadway dan saling mendukung untuk menjadi sebuah industri.