THE NEWS Harga Minyak AS Anjlok Hampir 3%, Ini Penyebabnya
thedesignweb.co.id, Jakarta – Harga minyak mentah di Amerika Serikat (AS) turun hampir 3 persen pada Kamis 26 September 2024, menyusul pemberitaan bahwa Arab Saudi berjanji akan meningkatkan produksinya akhir tahun ini.
Mengutip CNBC, Arab Saudi diperkirakan akan mengumumkan target harga minyak tidak resmi sebesar $100 per barel pada Jumat (27/9/2024). Demikian diungkapkan sumber kepada Financial Times. Para pejabat Saudi sedang bersiap untuk meningkatkan produksi minyak pada bulan Desember, meskipun langkah tersebut akan mengakibatkan harga minyak rendah dalam jangka waktu yang lama, kata sumber. Berikut harga penutupan energi pada Kamis waktu setempat: Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak November tercatat pada $67,67 per barel, turun $2,02 atau 2,9 persen. Secara year-to-date atau year-to-date, harga minyak WTI anjlok lebih dari 5 persen. Harga minyak Brent untuk kontrak November tercatat $71,60 per barel, turun $1,86 atau 2,53 persen. Sejak awal tahun, harga minyak acuan global telah turun sebesar 7 persen. Harga bensin RBOB untuk kontrak Oktober tercatat sebesar $1,9613 per galon, turun 1,93 persen. Sampai saat ini, harga bensin turun hampir 7 persen. Harga gas alam untuk kontrak Oktober tercatat sebesar $2,6 per seribu kaki kubik, turun 1,4 persen. Harga gas alam telah turun lebih dari 3 persen sejak awal tahun.
Harga minyak juga tertekan di tengah harapan produksi minyak Libya akan meningkat. Faksi-faksi di Afrika Utara mencapai kesepakatan pada hari Rabu pekan ini untuk menunjuk gubernur bank sentral baru. Perselisihan politik mengenai siapa yang harus menjalankan bank menyebabkan produksi terhenti.
Prospek peningkatan produksi terjadi di tengah lemahnya permintaan di Tiongkok, importir minyak mentah terbesar dan konsumen terbesar kedua di dunia. Harga minyak naik awal pekan ini setelah Beijing mengumumkan paket stimulus baru.
Sebelumnya, harga minyak WTI (West Texas Intermediate) menguat tipis pada perdagangan Kamis ini setelah turun tajam pada sesi perdagangan sebelumnya. Pergerakan harga acuan minyak global mencerminkan keseimbangan antara sentimen positif penurunan persediaan minyak di Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran terhadap permintaan global yang terus muncul, khususnya di pasar terbesar, Tiongkok.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan minyak mentah WTI menunjukkan tanda-tanda tren bullish yang mulai melemah berdasarkan kombinasi indikator moving average.
Nugraha memperkirakan harga minyak saat ini bisa turun hingga $68 per barel. Namun, jika terjadi pemulihan, harga bisa berbalik arah dan mencapai target kenaikan terdekat di $72 per barel.
Minyak mentah WTI AS naik 4 sen, atau sekitar 0,06%, menjadi $69,73 per barel pada Kamis (26 September 2024). Kenaikan kecil ini terjadi setelah harga minyak turun lebih dari 2% pada Rabu lalu.
“Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya kekhawatiran terhadap gangguan pasokan di Libya dan berlanjutnya kekhawatiran atas lemahnya permintaan global, bahkan ketika Tiongkok mengumumkan langkah-langkah stimulus terbaru,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).
Awalnya, pengumuman stimulus dari China, importir minyak terbesar dunia, menyebabkan harga minyak naik. Namun, setelah paket stimulus dipertimbangkan lebih lanjut, kebijakan tersebut tampaknya tidak mengubah prospek permintaan komoditas, termasuk minyak secara signifikan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa permintaan dari Tiongkok mungkin tidak sekuat yang diperkirakan.
Selain itu, tanda-tanda kembalinya pasokan minyak Libya ke pasar juga memberikan tekanan pada harga minyak. Setelah tercapai kesepakatan antara Libya bagian timur dan barat mengenai proses penunjukan gubernur bank sentral, krisis yang menghambat ekspor minyak Libya diharapkan segera teratasi.
Jika pasokan dari Libya kembali normal, pasar, yang sudah terbebani oleh kekhawatiran lemahnya permintaan dari AS dan Tiongkok, bisa semakin tertekan.
Di sisi lain, pasar minyak tetap memperhatikan data dari AS, yang menunjukkan tanda-tanda peningkatan permintaan bahan bakar. Persediaan minyak AS turun lebih besar dari perkiraan pada minggu lalu, menurut laporan dari Badan Informasi Energi (EIA).
Data ini seharusnya menjadi berita positif bagi pasar, namun kekhawatiran global terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak tetap dominan.
Menurut Nugraha, pergerakan harga minyak saat ini akan sangat bergantung pada mood pasar dunia terhadap kekuatan permintaan. Dengan melemahnya tren bullish, WTI bisa turun ke $68 jika tekanan jual terus berlanjut.
Perkiraan tersebut mencerminkan dinamika pasar minyak global yang saat ini berada di bawah pengaruh ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
Meskipun ada tanda-tanda permintaan AS yang lebih kuat, pasar minyak global masih tetap mengalami ketidakpastian mengenai prospek pertumbuhan ekonomi dan permintaan dari Tiongkok, yang masih menjadi kekhawatiran utama bagi para analis pasar.