Harta Karun Warga di Langkat Sumut dari Merawat Hutan Mangrove, Bisa Produksi Gula Nipah hingga Keripik Ikan Baronang
thedesignweb.co.id, Langkat – Merawat mangrove tidak hanya bermanfaat dalam menjaga wilayah pesisir. Hutan bakau menjadi aset berharga bagi warga Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkawi, Provinsi Sumatera Utara.
Memiliki pohon nipah merupakan salah satu jenis hutan bakau. Banyak manfaat yang diperoleh bagi perekonomian masyarakat setempat. Rudi Irwansyah Putra, 40 tahun, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Pasar Rawa, mengatakan warga desa akhirnya bisa bersabar merawat mangrove setelah 10 tahun.
Bahkan melimpahnya pohon nipah dapat membawa banyak manfaat bagi masyarakat. “Saat itulah saya masih kecil di bak mandi. Suatu hari saya baru saja makan ini. Temanku bilang kalau monyet bisa memakannya, maka manusia pun bisa memakannya.” Lanjut Rudy sambil menunjukkan telapak tangannya. Saat jumpa pers di dalam gubuk di Desa Pasar Rawa, Lanka, Sumatera Utara, Selasa, 3 Desember 2024.
Demikian informasi konferensi pers yang diselenggarakan oleh Biro Restorasi Mangrove dan Mangrove (BRGM) dan Bank Dunia. Kedua organisasi tersebut telah membentuk Mangrove for Coastal Resilience (M4CR), sebuah proyek konservasi dan restorasi mangrove.
Rudy tetap meyakini, sejak lahir dan berkeluarga di Pasar Rawa, ia baru mengetahui bahwa nipah memiliki manfaat penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Dari pohonnya setidaknya ada 10 manfaat ekonomi, mulai dari daunnya yang bisa dijadikan atap. Gula dari bunga nipah dapat diubah menjadi gula pasir, sedangkan buah enau yang berukuran kecil dapat diolah menjadi tekstur yang kental seperti enau.
Kemudian batang daun lontar dijadikan sapu, bubuk nipah, dan lain-lain. “Batangnya kita ganti dulu. Setelah itu kita ketuk batangnya hingga keluar air putih bersih. Tapi agak kental,” tambah Rudy.
Katanya airnya terasa enak. Sedangkan untuk proses produksinya, jika direbus kurang lebih 2 jam akan mengeras dan berubah menjadi gula jawa.
Rudi mengaku bersyukur masyarakat sekitar mendapat pesanan gula aren dalam jumlah besar, hingga 6 kilogram per hari. Menurut Rudi, gula aren dinilai aman bagi penderita diabetes dan darah tinggi.
“Produksi Nipah ini sepertinya cukup menjanjikan bagi masyarakat Pasarawa dan jujur saja kami menjual gula nipah satu potong seberat 250 gram seharga R10.000, masyarakat tidak menjualnya,” imbuhnya.
Ruedee mengungkapkan hal itu setelah penindikan Satu batang nipah bisa mengeluarkan 20 liter air. Menurut dia, proses menyadapnya mirip dengan menyadap pohon karet untuk menghasilkan gula merah. “Buah ayah saya terbuat dari Monamon. Kami bersyukur kepada Tuhan bahwa kami mencobanya dan rasanya enak. Kami membawanya kembali. Tapi kalau buahnya agak matang (matang), bisa dibuat dari ikan nipah,” jelasnya lagi.
Satu pohon saja bisa memberikan banyak manfaat bagi masyarakat pesisir. “Kebetulan ini adalah milik Pasar Rava yang belum dipahami dan diketahui masyarakat. Lanjut Rudy.
Dengan menjaga hutan mangrove Warga Desa Pasar Rawa mendapatkan banyak manfaat dengan adanya berbagai jenis pohon bakau di rumahnya, tidak hanya dari penanamannya saja. Namun hal ini juga membantu melindungi hutan bakau dari risiko pemindahan ke perkebunan kelapa sawit.
“Setelah kami menanam dan merawat hutan mangrove, kami merasakan dampak dan manfaatnya, apalagi setelah hutan yang indah itu kembali subur dan kami melihat ikan-ikan laut terus bertambah dan bertambah jumlahnya hingga bisa dijadikan ronang renyah,” katanya.
Di antara berbagai jenis hutan bakau Dia melanjutkan: Ada banyak pohon palem. Meskipun sulit untuk melakukan perjalanan dengan perahu, Namun hal ini tidak menghentikan masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan bakau.
Sabaria Hasibuan, Sekretaris Jenderal Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kuliner Maju Bersama, mengaku mendapat pekerjaan baru di hutan mangrove. Salah satunya dengan mengolah ikan baronang dalam jajanan baronang renyah yang banyak dijual di pasar lokal.
Perkembangan usaha perikanan telah memberikan sumber pendapatan bagi perempuan di desa-desa seperti Sabaria. Sebungkus keripik Baronang Crispy dijual seharga Rp 15.000 dalam rasa basic dan balado.
Warga Pasar Rawa berencana menciptakan cita rasa baru kepada kaum muda setelah membangun rumah produksi “Departemen produksi kami sudah siap. Kita sudah selesai. Bagian produksi bekerja dengan baik. berada pada level tinggi Kami berharap bisa mendapatkan beberapa produk yang dicari anak muda saat ini,” ujarnya.
Sabaria pun mengaku ingin membuat Baro Nang renyah dengan harga Rp 5.000 per bungkus agar jajanan tersebut bisa menjangkau di tengah keterpurukan ekonomi. “Tuhan berkehendak. Nanti kita bisa menciptakan rasa baru dan kemasan baru,” ujarnya.
Sabaria mengatakan, pihaknya telah menerima permintaan keripik Baronang Crispy dari Malaysia pada tahun 2025. KUPS berencana untuk mendapatkan izin dari BPOM dan Kementerian Kelautan Indonesia.
“Persetujuan BPOM dan Kementerian Kelautan dan Mutu Gizi harus ada kalau kita ekspor. karena di luar ketika orang membeli Mereka tidak melihat rasanya atau apa pun. Tapi lihatlah nutrisi yang tepat, ”tegasnya –