Saham

HM Sampoerna Minta Kenaikan Cukai Tembakau Lebih Perhatikan Data Mutakhir

thedesignweb.co.id, Jakarta – PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) angkat suara soal penurunan penerimaan pajak tembakau. Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak hasil tembakau sebesar 77,94 miliar dolar pada Mei 2024. Angka tersebut lebih rendah 13,35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 89,95 triliun.

CEO Sampoerna Ivan Cahyadi mengatakan hal ini tidak lepas dari pajak tembakau yang secara umum terus meningkat. Keadaan ini dapat memicu peredaran rokok ilegal. Sementara itu, perekonomian Indonesia masih tumbuh dari sisi PDB. Meski daya beli masyarakat mengalami penurunan.

“Bukan hanya kasus-kasus tersebut yang akan berdampak pada industri tembakau, namun industri tembakau juga menghadapi kondisi perekonomian tersebut. Rokok ilegal akan terus bertambah,” kata Ivan dalam paparan publik, Senin (29/7/2024). ). .

Menurut Ivan, perbedaan pajak juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pasar tembakau ilegal. Pajak rokok golongan I akan naik sebesar 5% pada semester pertama tahun 2024.

“Hal-hal ini perlu kita perhatikan secara serius, termasuk kebijakan kenaikan tarif ke depan. Kita berharap hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mampu menopang industri tembakau legal,” tambah Ivan.

 

Perusahaan berharap parameter kenaikan suku bunga juga bisa menggunakan data yang lebih terukur, seperti inflasi. Juga mencegah SKT atau produk tembakau lainnya. Berdasarkan laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), penjualan bersih HMSP pada semester I 2024 tercatat sebesar Rp 57,82 triliun.

 

 

 

Pendapatan tersebut meningkat 2,96 persen dibandingkan pendapatan pada semester I 2023 yang tercatat Rp 56,15 triliun. Kinerja tersebut mengantarkan perseroan membukukan laba periode berjalan sebesar Rp3,32 triliun yang berasal dari pemilik induk perusahaan pada 30 Juni 2024. Laba tersebut turun 11,55 persen dibandingkan laba semester I 2023. yang. tercatat sebesar Rp 3,75 triliun.

Aset perseroan per 30 Juni 2024 tercatat Rp51,02 triliun dibandingkan akhir tahun lalu Rp55,32 triliun. Utang hingga akhir Juni 2024 meningkat menjadi Rp25,92 triliun dari Desember 2023 sebesar Rp25,45 triliun. Sementara itu, ekuitas hingga 30 Juni 2024 turun menjadi Rp25,1 triliun dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang tetap. sama. Rp 29,87 triliun. .

Sebelumnya, perusahaan ritel dan usaha kecil, kecil, dan menengah (UMKM) menolak kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. Pajak tembakau yang terus meningkat hingga dua digit setiap tahunnya telah menekan pendapatan masyarakat kecil. bisnis. . Saat ini kontribusi usaha kecil sebesar 60% terhadap total PDB. 

Bapak Anang Zunaedi, Wakil Ketua DPP Asosiasi Ritel dan Kerjasama Indonesia (Akrindo) mengatakan, kemungkinan kenaikan pajak rokok pada tahun depan masih membuat pengecer dan UMKM di Indonesia khawatir dan khawatir.

Tingginya kenaikan pajak tembakau yang terjadi setiap tahunnya menurunkan daya beli konsumen terhadap rokok kena pajak. Hal ini juga membuka peluang beredarnya rokok ilegal di masyarakat, karena permintaan konsumen terhadap rokok di Indonesia relatif sama, namun daya beli mereka tidak mampu mengimbangi kenaikan pajak.

“Pajak tembakau yang terus meningkat hanya memastikan konsumen beralih ke produk tembakau tanpa pajak. “Karena ketika pajak naik, masyarakat akan menyesuaikan pengeluarannya,” ujarnya kepada media baru-baru ini.

 

 

Menurut Bapak An Yang, kenaikan pajak tembakau tahun depan akan memperburuk fenomena tembakau ilegal dan membuat situasi pedagang kecil semakin sulit.

“Rokok menyumbang hampir 50 persen dari total penjualan pedagang skala kecil, dan sebagian besar pengecer menjual rokok karena merupakan komoditas yang bergerak cepat. “Jika ada kenaikan pajak maka akan melemahkan para pedagang,” ujarnya.

Selain itu, kebijakan kenaikan pajak tembakau belum mampu meningkatkan pendapatan negara dari pajak tembakau dan masih lemah. Dengan efek ganda tersebut, An Yang menilai kebijakan kenaikan pajak dua digit terbukti berdampak buruk bagi masyarakat, pedagang kecil, dan negara.

Sebagai seorang pengusaha, AKRINDO berupaya untuk mematuhi peraturan yang ada, termasuk tidak menjual rokok ilegal dalam usahanya. Namun, meningkatnya jumlah tembakau ilegal seringkali berdampak pada pendapatan para pelaku usaha ritel, baik kecil maupun besar, yang berusaha mematuhi undang-undang yang berlaku.

An Yang berharap pemerintah mengambil tindakan untuk meninjau kembali kebijakan kenaikan pajak tembakau yang telah diterapkan beberapa tahun terakhir ini, agar kebijakan yang diterapkan dapat memberikan keuntungan di tahun depan dan memberikan hasil yang baik bagi semua pihak.

“Alangkah baiknya jika pemerintah mengambil kebijakan yang lebih fokus pada perekonomian rakyat agar dampaknya lebih positif,” imbuhnya.

Tak hanya pajak rokok yang dinaikkan, An Yang juga khawatir dengan rancangan undang-undang kesehatan masyarakat (RPP) yang dianggap mengancam keberlangsungan toko ritel dan UMKM di seluruh Indonesia. Sebab jika disahkan, beberapa pasal yang mengatur tembakau di RPP Kesehatan, seperti jarak penjualan tembakau 200 meter dari lembaga pendidikan, akan berdampak langsung pada peralihan pedagang kecil.

“RPP Kesehatan terbaru ini sangat membatasi bagi para penjual atau pengecer baik itu koperasi maupun UMKM, dimana pembatasan tempat berjualan akan menjadi perhatian besar bagi kita. Pak Anang mengatakan bahwa “walaupun situasi perekonomian saat ini akan lebih lemah .

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *