WEB NEWS Honeywell Aerospace: RI Butuh Teknologi Handal untuk Penerbangan
thedesignweb.co.id, Jakarta International Air Transport Association (IATA) memperkirakan pada tahun 2034, Indonesia bisa menjadi pasar perjalanan udara terbesar ke-6 di dunia. Diperkirakan 270 juta penumpang terbang ke, dari, dan melalui Indonesia dengan cara ini.
Jumlah tersebut tiga kali lipat dari jumlah penumpang pesawat Indonesia saat ini. Brian Davis, Vice President Honeywell Aerospace Asia-Pacific Airlines, menjelaskan hal ini berarti jumlah penumpang di Indonesia akan meningkat sekitar enam persen setiap tahunnya.
Jika Open Skies Agreement antar kawasan ASEAN benar-benar diterapkan pada akhir tahun ini, kata dia, Indonesia akan menjadi negara pertama yang memanfaatkan perjanjian tersebut sebagai peluang besar.
“Jumlah penumpang yang mendarat di Indonesia akan meningkat secara signifikan di tahun-tahun mendatang. Artinya, pemerintah Indonesia harus segera mempersiapkan dan menerapkan teknologi yang andal untuk mengatasi peningkatan volume penumpang,” jelas Davis dalam wawancara eksklusif. thedesignweb.co.id, seperti ditulis, Kamis (11/6/2015).
Ketika bandara besar Jakarta siap dioperasikan, Davis yakin Indonesia akan mampu menghadapi segala tantangan, termasuk peningkatan jumlah penumpang, dengan bantuan teknologi canggih yang canggih. Davies menjelaskan, Honeywell kini tidak hanya menjadi perusahaan, tapi juga penyedia teknologi yang mampu mengatasi berbagai tantangan industri penerbangan seperti yang mungkin dihadapi Indonesia.
“Jadi untuk mengkonversi (Perjanjian Open Skies) menjadi Open Skies Actions, Indonesia memerlukan lebih banyak penerbangan, dengan keamanan yang baik tentunya. Itu isu utamanya,” kata Davis.
Ia menjelaskan, Honeywell saat ini memiliki sejumlah teknologi yang akan membantu Indonesia memanfaatkan berbagai peluang yang akan muncul di masa depan. Menurut Davis, pihaknya telah membantu banyak negara dengan menawarkan solusi dengan hasil yang memuaskan ke banyak negara di dunia.
Contoh pertama dari teknologi yang kami miliki adalah mengatur arus keberangkatan dan kedatangan pesawat di bandara-bandara besar dengan menggunakan pendekatan navigasi berbasis kinerja (PBN), ujarnya.
Sederhananya, penggunaan PBN dapat membantu pesawat terbang lebih stabil dengan jalur penerbangan yang lebih akurat. Dengan navigasi ini, pesawat bisa lebih efisien baik saat lepas landas maupun mendarat.
Teknologi ini juga menunjukkan banyaknya jalur yang dapat ditempuh pesawat untuk mendarat dengan aman pada kecepatan, ketinggian, dan arah penerbangan yang tepat.
“Saat Anda mendengarnya di radio, suara pengatur lalu lintas udara (ATC) sangat sibuk mengarahkan pesawat. Beberapa pesawat tertunda mendarat atau lepas landas karena pengatur lalu lintas udara tidak dapat menangani terlalu banyak pesawat sekaligus,” kata Davis.
Di negara lain, Honeywell sudah mulai menerapkan prosedur navigasi menggunakan teknologi satelit yang mengarahkan pesawat dari atau ke bandara. Cara navigasi ini seperti jalan raya elektronik di angkasa.
“Pesawat bisa masuk ke komputer pengatur penerbangan dan otomatis menerbangi rute yang ada. Navigasi ini tidak hanya menunjukkan arah, tapi juga ketinggian, kecepatan target di udara, yang jalurnya bisa diprediksi, seperti halnya mengendarai mobil, ” jelas Davis. .
Menurut Davies, pendekatan yang dilakukan PBN sangat cocok untuk Indonesia karena Indonesia tengah menyongsong peningkatan jumlah penumpang melalui penerapan Open Skies Agreement.
Contoh lain dari teknologi Honeywell adalah teknologi pintar di bandara, dimana perusahaan menggunakan Honeywell SmartPath Ground-Based Augmentation System (GBAS). SmartPath GBAS adalah sistem navigasi generasi lanjutan yang mendukung pendekatan dan pendaratan menggunakan satelit GPS.
“Dengan satu GPS yang terpasang di darat, satelit dapat membantu 26 pesawat di bandara secara tepat mendekati landasan pacu dan memandu mereka ke posisi pendaratan yang benar. SmartPath ini dapat menghubungkan jalur penerbangan (dijelaskan di atas) di langit dengan jalur yang ada di langit. tanah,” katanya.
SmartPath memberikan kemampuan pendaratan presisi di semua landasan pacu bandara, sehingga menghilangkan kebutuhan akan beberapa Sistem Pendaratan Instrumen (ILS) untuk landasan pacu yang berbeda. Teknologi SmartPath telah digunakan di berbagai negara, antara lain Australia, Amerika Serikat, Brazil, Swiss, dan Jerman, ujarnya.