Industri Kreatif Terancam Aturan Baru Rokok, Begini Curhatnya
thedesignweb.co.id, Jakarta Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) menolak keras rancangan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang keamanan produk tembakau dan rokok elektronik yang saat ini sedang dibahas untuk disahkan.
Peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini menguraikan rencana pelarangan penayangan konten yang mengandung produk tembakau dan rokok elektronik di media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi, termasuk layanan streaming, serta rencana penerapannya. kemasan rokok polos tanpa merek sehingga menimbulkan polemik.
AVISI menyatakan rencana pelarangan penayangan konten tersebut berpotensi berdampak buruk tidak hanya pada industri video streaming, namun juga industri film nasional secara keseluruhan, termasuk sutradara, aktor, produser, dan kru produksi yang menjadi tulang punggung film tersebut. komunitas pembuat film nasional.
Jika rencana pelarangan konten diterapkan, konten, judul film, dan serial yang mengandung atau terkait dengan produk tembakau atau rokok elektronik tidak akan ditayangkan lagi. Dalam praktiknya, AVISI menunjukkan banyak film, serial, dan karya seni Indonesia, seperti Gadis Kretek, yang mendapat pengakuan global. Namun sayang, karya-karya semacam itu terancam larangan penyiaran dan distribusi di negaranya sendiri.
“Hal ini sangat kontraproduktif di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah investasi, mengembangkan ekonomi kreatif dan mendorong pemain industri film nasional untuk berkembang dan menginternasionalisasi,” kata AVISI dalam keterangan resminya, Jumat (10-04). -2024).
Mengingat dampak kerugian yang akan terjadi, AVISI meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memfasilitasi para pelaku industri video streaming dan industri film pada umumnya agar dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi bersama Menteri Kesehatan Masyarakat. peraturan, terutama yang berkaitan dengan zat berbahaya.
“Kami juga meminta Kementerian Kesehatan mempertimbangkan pemberian pengecualian terhadap ketentuan Pasal 24 bagi produk film dan produk seni, sehingga industri film Indonesia dapat terus berkembang,” jelasnya.
AVISI juga berharap proses pembahasan rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dapat dilakukan secara transparan, terbuka, dan inklusif, sehingga pembahasan peraturan tersebut dapat dijelaskan lebih jelas dan matang.
“Kami siap berpartisipasi dalam diskusi ke depan dan memberikan masukan untuk menciptakan regulasi yang bermanfaat dan mendukung keberlanjutan industri film dan ekonomi kreatif di Indonesia.”
Di sisi lain, rencana aturan kemasan rokok polos tanpa brand dalam rancangan Menteri Kesehatan juga mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak.
Sebab, proses pembuatan peraturan tersebut dinilai tidak mengedepankan prinsip partisipasi masyarakat yang berarti dan berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional, karena potensi hilangnya pendapatan negara dari pajak cukai, PHK massal, dan PHK massal. tanaman tembakau dan cengkeh nasional tidak terserap.
Jika peraturan ini diterapkan, maka merek dan identitas suatu produk akan hilang dan produk tembakau legal akan sulit dijual serta mendorong penyebaran rokok ilegal yang sulit dibedakan dengan kemasan polos.
Berdasarkan hasil kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) terhadap dampak rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan PP 28/2024 yang dilakukan melalui penerapan tiga situasi kebijakan terkait rokok. industri rokok yaitu kemasan rokok sederhana tanpa merek, larangan penjualan dalam radius 200 meter dan pembatasan iklan rokok, kebijakan ini berpotensi menghilangkan dampak ekonomi yang signifikan. Jika ketiga skenario ini diterapkan secara bersamaan, dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun dan penerimaan pajak diperkirakan turun Rp160,6 triliun.
Aturan ini juga akan berdampak pada pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% hingga akhir masa jabatannya. Tingginya jumlah rokok ilegal juga berdampak pada kinerja perekonomian, apalagi mengingat pajak rokok menyumbang 10% terhadap penerimaan pajak negara.