Bisnis

WEB NEWS Jokowi: Tidak Ada Lagi Ekspor Bahan Mentah

thedesignweb.co.id, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah. Memang benar, perampingan tidak hanya terbatas pada sektor Mineral dan Batubara (Minerba) yang terus diutarakan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Ia mencatat, ada peningkatan nilai tambah dari proses hilirisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan perluasan sektor hilir ke depan.

“Kita berharap tidak ada lagi ekspor bahan mentah. Semuanya harus diolah di dalam negeri. Nilai tambah harus diciptakan di dalam negeri dan lapangan kerja juga ada di dalam negeri. Dan tidak hanya berhenti di sektor Minerba (Minerba). ,” dikutip West West, Rabu (25/09/2024). kata Jokowi usai meresmikan penyuntikan bauksit pertama di Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan.

Ia memastikan Prabowo Subianto akan melanjutkan program hilirisasi yang dijalankannya. Faktanya, sektor selain pertambangan mineral juga menjadi perhatian.

“Saya sudah berdiskusi panjang dengan Presiden terpilih Pak Prabowo. Kemudian beliau akan mulai hilirisasi di sektor pertanian, perkebunan, dan kelautan. Artinya, sektor pangan akan masuk dalam proses hilirisasi,” kata Jokowi.

Untuk mempercepat implementasi hilirisasi, Jokowi meminta BUMN berkolaborasi dengan perusahaan swasta nasional dan internasional. Tujuannya untuk memanfaatkan peluang hilir.

“Semuanya terbuka. Kerja sama dengan swasta dalam negeri bagus, juga dengan swasta luar negeri. BUMN dan swasta, semuanya. Peluang bisa kita manfaatkan lebih banyak lagi,” ujarnya.

“Belum banyak yang dilakukan mulai dari hilirisasi timah, hilirisasi batu bara, hingga gas (dimethyl ether/DME). Jadi masih banyak ruang yang harus kita kerjakan,” imbuh Jokowi.

 

Mengutip keterangan resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah produk hilir, baik dari produk pertambangan seperti mineral dan batu bara, maupun dari sektor lain seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan. Dengan pengolahan dalam negeri, nilai produk bisa meningkat secara signifikan.

Di sektor non-pertambangan, hilirisasi terbukti memberikan hasil positif. Misalnya, pada industri berbasis agro yang dikelola Kementerian Perindustrian, produk minyak sawit termasuk dalam produk seperti oleomate complex (makanan dan nutrisi), oleokimia, dan biomaterial (bahan kimia dan bahan pembersih).

Dengan biofuel berbasis kelapa sawit seperti biodiesel, solar ramah lingkungan, bahan bakar ramah lingkungan, dan biomassa, penciptaan nilai meningkat empat kali lipat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan status Indonesia yang sudah lebih dari 400 tahun mengekspor bahan mentah. Tapi akhirnya sekarang bisa kita lakukan di hilir.

Padahal, kata dia, ekspor bahan baku dari Indonesia dilakukan pada era Verenigde Ostindische Company (VOC) atau Hindia Belanda. Saat itu, ekspor komoditas Indonesia didominasi oleh rempah-rempah.

“Kita sudah 400 tahun mengekspor bahan mentah sejak zaman VOC. Dulu kita banyak mengekspor bahan baku kita, yaitu rempah-rempah,” kata Jokowi saat peresmian Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawa, Barat. Kalimantan, Selasa (24 September 2024).

Ia mengatakan, seluruh negara asal impor bahan baku Indonesia sudah menjadi negara maju. Ironisnya, Indonesia yang kaya bahan baku sulit berkembang menjadi negara maju.

Dan negara yang mengimpor bahan baku kita adalah negara maju. Dengan sumber daya alam kita hanya mengekspor bahan mentah, kita tidak bisa berkembang seperti negara maju, ujarnya.

Namun seiring berjalannya waktu, Indonesia berhasil mengubah kondisi tersebut. Awalnya diterapkan di sektor pertambangan dengan menghentikan ekspor nikel mentah pada tahun 2020. 

Kemudian berubah dari tembaga menjadi bauksit. Untuk mendukung kedua komoditas tersebut, Jokowi meresmikan smelter tembaga dan bauksit. Yang terakhir ini dimiliki oleh SGAR PT Borneo Alumina Indonesia, bagian dari Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID.

“Negara-negara maju itu ketergantungan banget sama impor bahan mentah kita, jadi kalau kita down pasti disruptif, pasti tidak, pasti tidak,” tegasnya.

 

 

Namun hal ini merupakan posisi yang menguntungkan bagi Indonesia sehingga dapat mengambil kesempatan untuk melakukan upaya di tingkat bawah. Peluang tersebut tercipta di saat banyak negara maju sedang sibuk menghadapi kondisi geopolitik global, termasuk pandemi Covid-19.

“Untungnya ini geopolitik global, ini Covid, ini resesi sehingga negara-negara maju sibuk dengan permasalahannya, sibuk dengan permasalahannya, menyelesaikan permasalahannya dan melupakan kita,” ujarnya.

“Ini peluang bagi kita untuk membangun industri, membangun smelter dengan mineral yang kita miliki dan tidak ada yang ikut campur,” ujarnya.

Ketika Indonesia membatasi ekspor nikel pada tahun 2020, UE langsung mengadu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), kata kepala negara. Namun, tidak ada yang menentang pemotongan yang dilakukan Indonesia baru-baru ini.

“Padahal kita stop nikel 4 tahun yang lalu, UE bawa kita ke WTO. Tapi kemudian nggak terjadi apa-apa. Kita stop bauksit, nggak ada yang komplain, nggak ada yang gugat. Kita juga hentikan tembaga, nggak ada yang gugat karena sibuk dengan isu. Mereka yang mereka hadapi,” katanya.

Pabrik Peleburan Bauksit

Misalnya, smelter bauksit milik PT Borneo Alumina Indonesia yang diresmikannya merupakan langkah lanjutan hilirisasi pertambangan di Indonesia. Smelter milik Holding BUMN industri pertambangan, MIND ID, sedang menuju Indonesia menjadi negara industri maju.

“Jadi, hari ini kami bekerja sama dengan PT Inalam dan PT Antam bahwa pembangunan Smelter PT Borneo Alumina Indonesia memang sudah terjadi dan tahap pertama sudah selesai,” ujarnya.

“Pembangunan smelter ini merupakan upaya kami menyongsong Indonesia menjadi negara industri yang mengolah sumber daya alam sendiri dan tidak lagi mengekspor bahan mentah,” tutupnya.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *