Jumbo, Laut Filipina Barat Jadi Pusat Perdagangan Internasional Senilai USD 3,4 Triliun
thedesignweb.co.id, Jakarta Kekhawatiran investor terhadap situasi di Laut Filipina Barat semakin meningkat, terutama mengingat posisi kawasan tersebut sebagai pusat lalu lintas perdagangan internasional yang mencapai nilai hampir US$3,4 triliun di Laut Cina Selatan.
Ketua Umum Kadin Indonesia (ICCI) Anindya Bakrie mengatakan angka tersebut menunjukkan pentingnya peran strategis kawasan dalam perekonomian global._
“Laut Cina Selatan, termasuk Laut Filipina Barat, merupakan jalur perdagangan yang sangat penting. Setiap tahunnya, nilai perdagangan yang melewati perairan ini mencapai USD 3,4 triliun, menjadikannya salah satu titik paling strategis di dunia bagi perdagangan internasional. ekonomi,” kata Anindya.
Keamanan kawasan ini penting untuk menjamin stabilitas pasokan global, mulai dari barang konsumsi hingga sumber daya energi.
Kekhawatiran mengenai keamanan dan ketidakstabilan di Laut Filipina Barat menjadi kekhawatiran utama bagi investor. Sebagai bagian dari ASEAN, kawasan ini berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian Asia Tenggara.
Anindya juga menekankan bahwa ASEAN memiliki ekonomi gabungan sebesar US$3,6 triliun, dimana Indonesia dan Filipina berkontribusi besar terhadap perekonomian kawasan.
“ASEAN, khususnya Indonesia dan Filipina, menyumbang lebih dari separuh perekonomian ASEAN, sehingga stabilitas Laut Cina Selatan bukan hanya soal keamanan, tapi juga basis perekonomian kita,” imbuhnya.
Dengan banyaknya perdagangan di kawasan ini, Anindya menekankan pentingnya kerja sama antar negara ASEAN untuk menjaga stabilitas. Melalui investasi bersama dan perlindungan keanekaragaman hayati, Indonesia mendukung inisiatif Filipina untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan lingkungan di Laut Filipina Barat.
Philippine Business Club Indonesia (PBCI) sukses menyelenggarakan forum bertajuk “The Impact of the West Philippine Sea on ASEAN Trade & Investment” di Hotel Westin Jakarta, Jumat (25/10/2024). Acara ini menampilkan tokoh-tokoh terkemuka yang membahas isu-isu utama terkait Laut Filipina Barat, serta dampaknya terhadap perdagangan, investasi, dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.
Pidato utama disampaikan oleh CEO dan Pendiri Advokasi dan Konsultasi Internasional ASEAN, Shanti Shamdasani dan Presiden Pendiri Kerja Sama Pembangunan & Keamanan Internasional Universitas Filipina, Chester B. Cabalza, PhD. Turut hadir HE Gina Jamolin, PhD, dari Kedutaan Besar Filipina di Indonesia yang memberikan sambutan, serta Ketua PBCI Antonio Capati yang membuka forum tersebut.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan komunitas ekspatriat Filipina, komunitas diplomatik serta pihak dari Philippine Trade & Investment Corp (PTIC) Jakarta. Fokus pembahasan mencakup implikasi ekonomi dari konflik di Laut Filipina Barat, keputusan UNCLOS dan ketegangan akibat tumpang tindih klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan, yang juga diklaim oleh beberapa negara ASEAN.
Forum ini juga mempromosikan praktik terbaik Indonesia dalam perlindungan Kepulauan Natuna. Pengalaman Indonesia dalam menjaga kedaulatan di kawasan dipandang sebagai model yang bisa digunakan untuk melindungi Laut Filipina Barat. Para peserta juga menekankan pentingnya kode etik dalam menangani konflik maritim, yang mereka yakini akan mengurangi ketegangan dan meningkatkan stabilitas di perairan yang disengketakan.
Topik menarik lainnya adalah pidato bertajuk “Apa yang diinginkan Filipina? Perlindungan Laut Filipina Barat (WPS) di Laut Cina Selatan (SCS).” Para pembicara menekankan pentingnya mengakui tatanan berbasis aturan di wilayah maritim yang disengketakan, khususnya dalam upaya menjaga keseimbangan antara kepentingan perdagangan dan keamanan di Asia Tenggara.
Diskusi ini juga mengangkat isu-isu strategis terkait peran Filipina dalam menghadapi ancaman keamanan eksternal, khususnya dalam konteks dinamika baru di kawasan Indo-Pasifik. Para pembicara menekankan bahwa Filipina sedang mengembangkan strategi pertahanan teritorial yang kuat untuk menghadapi tantangan di perairan yang disengketakan sekaligus memperkuat posisi ASEAN di kawasan.
Forum PBCI ini bertepatan dengan perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Filipina dan Indonesia. Momentum ini dinilai menjadi landasan kokoh bagi kedua negara untuk memperkuat kerja sama menjaga stabilitas di Laut Filipina Barat dan Laut Cina Selatan.
Kerja sama penciptaan dan pengembangan kode etik di kawasan maritim diharapkan dapat menciptakan hubungan yang lebih erat antara kedua negara sebagai sekutu strategis di Asia Tenggara.
Di akhir forum, para peserta sepakat bahwa ASEAN harus mendorong langkah-langkah yang lebih bersatu dalam menangani masalah Laut Filipina Barat. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi konflik dan membangun blok yang kuat antar negara pengklaim di Laut Cina Selatan.
Filipina berharap Tiongkok menghormati dan mengakui hak kedaulatan Filipina di Laut Filipina Barat. “Kami membutuhkan bantuan dari ASEAN, Indonesia untuk mengkomunikasikan peraturan maritim ini dengan lebih baik kepada Tiongkok, dan Tiongkok untuk mengakui putusan arbitrase tahun 2016,” Chester menyimpulkan, seraya menambahkan bahwa dialog yang lebih terbuka diharapkan akan membawa stabilitas di kawasan tersebut.