K-Wave Mendunia, Ini Rahasia Kesuksesan Korea Selatan yang Bisa Dipelajari Indonesia
thedesignweb.co.id, Jakarta – Korea Selatan (Korsel) sudah lama dikenal sebagai salah satu negara yang sukses menggunakan soft power untuk memperkuat posisinya di dunia internasional.
Dalam lokakarya dengan jurnalis peserta Jaringan Jurnalis Korea Indonesia (IKJN), yang diselenggarakan oleh Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, Gangsim Eom, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Harvard dan peneliti tamu di Universitas Indonesia, shared: Strategi Soft Power Korea Selatan Sejak Tahun 1990an Wawasan berharga mengenai cara berkreasi
Seperti yang Eom tunjukkan, fondasi soft power Korea Selatan diletakkan di bawah Presiden Kim Dae-jung. Saat itu, Korea sedang mendapat tekanan geopolitik dari negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika.
Mengingat Korea Selatan memiliki sumber daya alam yang terbatas dibandingkan negara-negara seperti Indonesia, Kim Dae-jung menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia dan soft power.
“Presiden Kim Dae-jung percaya bahwa masa depan bukanlah tentang paksaan dan perang, tetapi tentang dominasi budaya yang menciptakan konsensus otomatis,” kata Iom kepada wartawan dalam lokakarya di Hotel Le Meridien Jakarta, Senin (9/12/). 2024).
Konsep ini mengacu pada dominasi budaya, kemampuan untuk mendapatkan dukungan global melalui nilai-nilai positif yang dipromosikan oleh pemerintah suatu negara.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Korea Selatan mendirikan berbagai lembaga, mengalokasikan anggaran besar, dan terus mendukung kebebasan berekspresi.
Menurut Eom, kebebasan berekspresi merupakan faktor penting dalam mendorong kreativitas dalam industri budaya, yang tanpanya kesuksesan global K-wave tidak akan mungkin terjadi.
EOM juga melihat potensi yang sangat besar di Indonesia.
Sebagai negara yang dibangun berdasarkan keberagaman, Indonesia mempunyai peluang untuk menjadikan budayanya relevan secara global, namun tantangan utamanya adalah menerjemahkan budaya lokal secara efektif ke masyarakat internasional.
“Mungkin, daripada hanya menyasar negara-negara Asia lainnya, Indonesia bisa langsung menyasar pasar global seperti Amerika Serikat,” saran Eom.
Dengan menggunakan bahasa Inggris, budaya Indonesia dapat lebih mudah menjangkau khalayak yang lebih luas.
Hal ini juga diperkuat dengan kebutuhan untuk menggunakan teknologi digital seperti kecerdasan buatan, metaverse dan alat digital lainnya.
Program pendidikan digital bagi generasi muda Asia Tenggara, usul Eom, bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan literasi digital dan mempersiapkan mereka memasarkan budayanya ke dunia.
Meskipun K-wave sukses, Korea Selatan bukannya tanpa tantangan internal: Eom mengungkapkan bahwa sejarah panjang kolonialisme dan perang telah membuat Korea Selatan terisolasi, dengan sedikit interaksi antar warga lintas negara.
Selain itu, krisis demografi dengan angka kelahiran terendah di dunia dan angka bunuh diri tertinggi juga menjadi kekhawatiran utama masyarakat Korea Selatan.
Namun, tantangan ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana membangun teknologi digital dan transparansi pemerintah untuk mendukung konten budaya yang kini dibagikan secara luas oleh Korea Selatan di platform seperti Instagram dan TikTok.
Salah satu ide utama yang diajukan Eom adalah membuat program pelatihan diplomasi digital bagi pemuda di Asia Tenggara, di mana generasi muda di negara-negara seperti Indonesia dapat belajar dari pengalaman Korea Selatan, menggunakan data budaya, dan mengembangkan konten lokal. Menarik khalayak global.
EOM percaya bahwa interaksi langsung antara pemuda Asia Tenggara dan masyarakat Korea Selatan dapat menciptakan efek domino yang positif.