Ketika Canting Batik Menjembatani Dua Kota Bersejarah
thedesignweb.co.id, Yogyakarta – Siapa sangka batik bisa menjadi alat diplomasi budaya yang ampuh. Di tengah-tengah bengkel membatik Candi Pakualaman, Anda akan melihat sesuatu yang istimewa. Gubernur Kyoto, Takatoshi Nishiwaki, sedang berada di malam yang panas untuk mengumumkan secara resmi pakaian tersebut pada 16 November.
Dilansir dari jogjaprov.go.id, Takatoshi Nishiwaki bukan sekadar pengunjung biasa, posisi ini mewakili pertemuan dua tradisi Asia yang mengedepankan keunggulan dan ketekunan dalam berkarya. Kyoto dan Yogyakarta ibarat saudara kembar, benua berbeda.
Kedua kota ini penuh dengan tradisi, pusat kebudayaan, dan istana bersejarah. Di Kyoto ada keterampilan melipat kertas origami yang membutuhkan ketelitian, sedangkan di Yogyakarta ada membatik yang membutuhkan kesabaran.
Kedua kota ini sepertinya berada di belahan dunia yang berbeda. Menariknya, Gubernur Nishiwaki rupanya punya bakat terpendam dalam membatik.
Tangannya yang biasa menandatangani dokumen pemerintah mudah disulap menjadi tindikan. Hasil karyanya bahkan mendapat pujian dari masyarakat Pura Pakualaman yang sudah melanglang buana di dunia batik. Hal ini menunjukkan bahwa seni tradisional seperti batik dapat menjadi bahasa universal yang melampaui batas negara.
Tempat ini juga mempunyai makna mendalam dalam pembuatan batik. Dalam tradisi Jawa, proses membatik tidak hanya sekedar pembuatan motif pada kain saja, namun juga pemikiran dan penanganannya.
Pasalnya, upacara minum teh tradisional di Kyoto penuh dengan makna filosofis. Kedua tradisi tersebut mengajarkan nilai-nilai serupa: kesabaran, ketelitian, dan menghargai proses.
Menjelang peringatan 40 tahun hubungan Sister Province pada tahun 2025, lokakarya batik ini merupakan contoh bagus bagaimana kedua kota bersejarah ini dapat saling belajar dan menghargai satu sama lain. Batik tidak hanya menjadi warisan budaya Yogyakarta, namun juga merupakan jembatan menuju Kyoto yang menunjukkan bahwa tradisi lokal dapat menjadi alat diplomasi yang berguna di zaman modern.
Bertemunya Yogyakarta dan Kyoto melalui seni batik menjadi bukti bahwa warisan tradisional mempunyai kekuatan untuk menghubungkan dan mempererat hubungan antar negara. Workshop membatik yang dihadiri Gubernur Nishiwaki ini bukan sekedar hajatan, namun upaya menunjukkan bagaimana nilai-nilai terbaik dari dua budaya besar Asia, kebaikan, kesabaran dan penghormatan terhadap tradisi, untuk berdiskusi secara harmonis, menciptakan jembatan persahabatan yang semakin kokoh. pada peringatan 40 tahun Suster tahun berikutnya.
Pengarang : Ade Yofi Faidzun