Global

Kisah Marla, Diaspora Indonesia Beradaptasi di Belanda Sambil Meniti Karier

Liputan6.com, Amsterdam – Di tahun 2020 ini, Marla sedang mencari informasi untuk melanjutkan studi masternya di luar negeri. Namun, tanpa diduga, pencariannya membawanya ke seorang Belanda yang ia temui secara online.

Marla, kini 26 tahun, telah membangun kehidupan baru bersama suaminya di Zaandam, Belanda.

“Saya baru saja tinggal di Belanda, sekitar satu tahun sembilan bulan. Saya datang dari Indonesia pada 24 Februari 2023,” kata Marla saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (27/11/2024).

Meski tidak punya pengalaman kerja, Marla bertekad mencari pekerjaan yang bisa membantunya beradaptasi dengan cepat.

Akhirnya saya berkesempatan bekerja di toko oleh-oleh di Zaanse Chance, kawasan wisata yang terkenal dengan kincir anginnya.

“Waktu aku pindah ke sini, aku belum punya jurusan apa pun di Indonesia, jadi aku belum tahu mau ambil jurusan apa.. Jadi aku mencari tempat yang tidak terlalu sulit untuk beradaptasi, dan di mana saya memutuskan untuk membeli toko suvenir. Banyak turis yang bisa berbahasa Inggris, tapi tidak bisa berbahasa Belanda,” kata Marla.

Tantangan terbesar Marla dalam beradaptasi adalah bahasa. Ia menyadari bahwa menguasai bahasa Belanda penting untuk merasa menjadi bagian dari masyarakat di sana.

“Sebenarnya kalau kamu tidak bisa berbahasa Belanda, menurutku agak sulit karena kamu belum menjadi dirimu sendiri. Pada saat yang sama, jika kamu bisa berbahasa Belanda, kamu akan mendapatkan kepercayaan diri dan mungkin kamu akan menjadi bagian dari mereka. , “katanya. katanya.

Marla menggunakan video YouTube dan bantuan suaminya yang orang Belanda untuk belajar bahasa Belanda. Setelah beberapa bulan, dia mulai merasa lebih nyaman dan percaya diri berbicara bahasa Belanda.

Setelah tiga bulan di Belanda, Marla merasa siap menghadapi tantangan yang lebih besar. Ia memilih bekerja sebagai konsultan penjualan di H&M, toko pakaian yang melayani pelanggan lokal.

Berbeda dengan pekerjaan saya sebelumnya, kali ini tentu saja saya harus selalu berkomunikasi dalam bahasa Belanda.

“Ini bukan destinasi wisata, tapi pusat perbelanjaan warga setempat, jadi banyak bantuan untuk berurusan dengan pelanggan yang berbahasa Belanda. Sulit sekali, tapi saya senang melakukannya. Saya bisa berbahasa Belanda,” ujarnya.

Meski tidak bisa melanjutkan pendidikan sesuai rencana, Marla tetap ingin mengejar gelar master di bidang psikologi berdasarkan pendidikan universitasnya di Indonesia. Selain itu, ia berencana untuk sering kembali ke Indonesia dan mencari pekerjaan jarak jauh agar bisa dekat dengan keluarganya.

Berkaca pada pengalamannya di Belanda, Marla bangga dengan prestasinya.

“Meski hanya sebentar, saya tidak pergi ke Belanda untuk bersekolah, tapi saya sangat terkejut bisa membangun kehidupan bersama pasangan saya,” kata Marla. menikah Agustus lalu.

“Beberapa bulan yang lalu, aku baru saja pindah dari rumah mertuaku. Sekarang hanya aku dan pasanganku di rumah yang melakukan segalanya sendirian. Memang sulit, tapi aku terkejut. Bisa berada di sini sekarang.”

 

Meski jauh dari Indonesia, Marla merasa dekat dengan tanah kelahirannya karena sejarah yang menghubungkan kedua negara.

“Banyak nama yang diasosiasikan dengan Indonesia, seperti Jalan Java (Javastraat) dan Borneostraat (Jalan Kalimantan),” ujarnya.

“Saya beruntung bisa pindah ke negara yang jauh…tapi segala sesuatu yang berhubungan dengan Indonesia mudah ditemukan, jadi saya merasa nyaman di sini.”

Tentu saja nama jalan dan makanannya mengingatkan Marla pada Indonesia.

“Kalau di Indonesia, hagelslag itu pan messen. Itu yang membuatku kaget karena di sini banyak sekali.. Aku kaget karena dari sinilah makanan masa kecilku berasal, yang selalu aku bawa ke bekal sekolah.” Marla menemukan ragout di Indonesia yang mengingatkannya pada risoles.

“Lucunya di sini banyak yang suka makan dengan bumbu kacang. Mereka makan apa saja, nasi goreng pun suka dan suka pakai bumbu kacang. Bedanya saya tidak menemukan bumbu kacang. Sate, ketoprak atau gado. -ternak di sini… Saus Kacang Lokal Rasanya berbeda dengan saus kacang yang biasa saya makan, dan menurut saya biasanya dibuat dengan selai kacang.”

Beberapa kata dalam bahasa Belanda terdengar familier bagi Marla.

“Kadang kalau ngobrol sama suami, saya campur bahasa Inggris, Belanda dengan bahasa Indonesia. Misalnya di Belanda, kulkasnya sama, jadi kalau saya lupa bahasa Inggris kulkasnya, saya bilang ‘it’s in the kulkas’.” Marla

Kata toilet dan handuk memiliki arti yang sama dalam bahasa Belanda dan Indonesia, kata Marla. Komunitas Indonesia di Belanda

Saat Marla tinggal di Belanda, ia sering bertemu dengan orang Indonesia.

“Di kota-kota besar banyak sekali kita melihat (orang Indonesia), apalagi saat hari libur seperti bulan Desember atau musim panas… Anda sering bertemu dan mendengar bahasa Indonesia diucapkan,” jelas Marla.

“Saya dan suami punya kode, jadi kami berada di kota besar dan ketika kami mengatakan ‘spoink’, kami melihat orang Indonesia.”

Meski tergabung dalam komunitas diaspora Indonesia melalui Facebook, Marla mengaku lebih sering berinteraksi dengan masyarakat Indonesia di jejaring sosial seperti TikTok dan YouTube.

“Kita menghubungkan kehidupan. Sulit untuk bergerak dan beradaptasi. Jadi kita saling mendukung. Saya rasa penting sekali memiliki rekan atau teman yang hidup bersama karena saling mendukung. Agar mereka betah,” ujarnya. katanya

Setelah semua pengalamannya, Marla siap menulis halaman demi halaman kisahnya di negara lain.

“Saya punya teman yang sudah hampir 10 tahun di sini. Dia bercampur dengan budaya di sini. (Dia menasihatinya) santai saja, tidak peduli karena orang di sini tidak peduli. Jadilah dirimu sendiri, lakukanlah. Pergilah. .untuk bahagia dengan apa yang kamu lakukan, asal bersenang-senang jangan utamakan orang lain,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *