Lifestyle

Klarifikasi DPP IKM Seputar Polemik Razia dan Lisensi Rumah Makan Padang

thedesignweb.co.id, Jakarta – Kontroversi penyerangan dan izin restoran Padang masih menjadi sorotan publik. Direktur Harian Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Keluarga Manning (DPP IKM) Andre Rosiad menanggapi kontroversi tersebut.

Dalam video yang diunggah di akun Instagram DPP IKM, Rabu, 30 Oktober 2024, ia menyebut penyerangan RM Padang yang bukan milik masyarakat Menang itu salah. “Seharusnya tidak seperti ini,” katanya. “Setiap warga negara berhak menjual Nasi Padang karena Nasi Padang telah menjadi kekayaan kuliner Indonesia.”

Ia menegaskan, perlu ada larangan penjualan Nasi Padang bagi yang bukan berasal dari Menang. Selain itu, izin restoran Padang yang dikeluarkan oleh IMBizen juga diakui.

Ia mengatakan, izin tersebut diberikan secara cuma-cuma. “Izin diberikan untuk menjamin rasa, misalnya rasa pudingnya,” ujarnya. “Tapi sekali lagi, restoran Padang bisa dimiliki oleh orang non-Manning.”

“Jadi aku bertanya,” tambah Andre. Dia berkata: “Kami akan menghentikan krisis ini, tidak perlu memperpanjangnya, masalah pencetakan adalah salah dan tidak dapat diterima.”

Meski warganet memberikan penjelasan, namun komentar mencurigakan warganet terus berlanjut. Sebelumnya, itu adalah gambar RM Padang, X yang berlisensi IKM, dulu bernama Twitter. “Memang. Saya tidak akan pernah makan nasi padang di restoran padang yang memasang tanda ini (berizin IKM). Itu tanda kelompok yang mendukung rasisme,” kata pengguna X, Kamis, 31 Oktober 2024.

Netizen pun berkomentar, “Memilih Puding RM yang mana makin mudah~ 😍 Makan di RM Puding yang tidak ada stiker berlisensi seperti itu hahaha.” “Boikot atau tidak,” geram pengguna lain.

Meski tidak berarti mewakili suku Mening, namun kelompok ini tetap merugikan rasnya sendiri. Banyak yang mengkritik dan bisa menjadi “kelemahan” di sektor dapur pangan Padang. Saya tidak mau. Lihat saja. dikomentar semoga menjadi sesuatu yang seram dan seru, menyenangkan semua pihak aamiin 🤲🏻,” tulis warganet.

Pengguna lain menjawab, “Tergantung selera masing-masing kan? Meski rasanya berbeda, tapi sama-sama enak 😭.” “Ada penjual pizza di seluruh dunia tapi tidak ada satupun yang menggunakan stiker ‘Ikatan Keluarga Italia’ 😂” canda yang lain.

“Kalau restoran puding punya stiker yang sama, saya tidak akan beli, titik!!! Masih ada warung sundaan dan wartig, segala macam makanan manis!!! Jangan kira lebih enak,” ujarnya. Selain dari.

Selain perizinan, seperti disebutkan di atas, media sosial juga diramaikan dengan serangan terhadap restoran Padang yang dilakukan oleh Asosiasi Restoran Padang Seriban (PRMPC). PRMPC, sebuah organisasi akar rumput, telah menghapus merek makanan Padang dari restorannya karena menjual produk dengan harga murah.

Ketua PRMPC Arianoto melalui akun Facebooknya mengatakan pihaknya tidak akan melarang masyarakat non-tambang menjual Nasi Padang. Namun, ia meminta para pemilik restoran bisa bekerja sama agar papan nama ‘murah’ dan ‘harga Rp 10.000’ tidak dijadikan media iklan.

Dalam postingan yang dibagikan pada Selasa, 29 Oktober 2024, ia mengatakan, “Jika yang bersangkutan menolak, kami sebagai komunitas Manning pasti akan protes.” Menurutnya, terdapat 20 rumah makan Padang di Serbon dengan harga terjangkau.

Namun restoran ini dimiliki oleh masyarakat non-tambang yaitu warga Yogyakarta. Tentu saja PRMPC menentang penjualan menu dengan harga murah karena mencoreng citra kuliner dari Manning. “Kalau kita tidak bersatu di dapur Padang, apa jadinya saudara-saudara kita di sini?” dia bersikeras. 

Melansir Antara, RM Padang tidak hanya terdapat di daerah asalnya, namun juga di berbagai wilayah Indonesia. Popularitasnya menyaingi Warung Tegal alias Warteg, juga di tempat lain.

“Restoran Padang” adalah istilah populer di akhir tahun 1960-an. Hal ini bermula setelah berhasil menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat. Demikian dilansir sejarawan Minangkabau Gusti Asnan mengutip Indonesia.go.id.

Pemberontakan PRRI menyebabkan eksodus besar-besaran warga dari Sumatera Barat ke Jawa. Hal ini menyebabkan banyak Menangkabau di luar negeri yang berusaha mengubah identitasnya, termasuk latar belakang etnis dari Menangkabau ke Padan.

Perubahan ini juga mengubah nama kedai menjadi Ruma Makan Padang yang masih dipertahankan hingga saat ini. Dahulu tempat yang menjual makanan khas Menangkabo disebut dengan Lapao Nasi, Los Hal atau Karan.

Namun restoran jenis ini konon sudah ada sejak akhir abad ke-19, ketika Padang menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda, Pemerintahan Sumatera Barat di pantai barat Sumatera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *