[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: 4 Hal tentang HMPV
thedesignweb.co.id, Jakarta – Hingga awal tahun 2025, akan banyak pemberitaan di media tentang maraknya penyakit infeksi saluran pernafasan di China yang diduga disebabkan oleh Human Metapneumovirus (HMPV). Ada empat poin yang bisa disampaikan selain lima poin yang saya sebutkan tadi.
Pertama, HMPV pertama kali dilaporkan dalam jurnal ilmiah di Belanda pada bulan Juni 2001 dengan judul “A new found human pneumovirus yang diisolasi dari seorang anak dengan penyakit pernapasan.” Setelah itu, laporan serupa ditemukan dari negara-negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang, dan tentunya China.
Faktanya, peneliti memperkirakan HMPV telah beredar selama beberapa dekade sebelum dilaporkan secara resmi pada tahun 2001. Oleh karena itu, HMPV bukanlah virus yang baru ditemukan.
Kedua, kata “manusia” dalam HMPV artinya ada juga AMPV (Animal Metapneumovirus). AMPV pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada tahun 1978 dan awalnya diberi nama “Turkey Rhinotracheitis Virus” (TRTV) dan kemudian diubah menjadi Animal Metapneumovirus (AMPV).
AMPV merupakan penyakit yang menyerang unggas dan memiliki empat subtipe A hingga D. Para ahli percaya bahwa infeksi HMPV pada manusia merupakan evolusi dari AMPV subtipe C.
Ketiga, belakangan ini beredar hoaks di berbagai grup WhatsApp (WAG) yang menyatakan bahwa Tiongkok telah menyatakan “keadaan darurat” akibat infeksi virus seperti influenza A, HMPV, Mycoplasma pneumoniae, dan COVID-19.
Hal ini tidak benar, karena tidak ada sumber resmi dari pemerintah Tiongkok atau Organisasi Kesehatan Dunia yang menyebutkan “darurat”. “Baik otoritas kesehatan Tiongkok maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengkonfirmasi epidemi atau keadaan darurat ini,” tulis Economic Times dengan tegas pada edisi kemarin.
Keempat, banyak diskusi yang berupaya menyamakan infeksi HMPV dengan COVID-19. Ini jelas merupakan pernyataan yang salah karena setidaknya tiga alasan. Seperti disebutkan, HMPV bukanlah virus atau strain baru. Virus ini sudah ada sejak puluhan tahun dan COVID-19 merupakan varian baru dari virus corona. Gejalanya serupa, termasuk batuk, demam, sesak napas, dan nyeri dada, yang cukup parah hingga memerlukan rawat inap. Perlu diingat bahwa gejala sistem pernafasan dan pneumonia serupa. Beberapa pihak mengaitkan peningkatan kasus HMPV di Tiongkok dengan COVID-19. Hal ini juga tidak diinginkan, karena infeksi saluran pernafasan sering terjadi, terutama pada musim dingin di negara dengan empat musim, seperti China.
Jadi, meski kita tetap perlu berhati-hati, kita tidak bisa terlalu cepat mengaitkan peningkatan kasus HMPV dengan COVID-19.
Prof. Tjandra Yoga Aditama
Direktur Studi Pascasarjana Universitas YARSI dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO di Asia Tenggara