Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep Bisa Berujung Resistensi, Pakar: Harus Ada Aturan Penjualan
thedesignweb.co.id, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) meluncurkan Strategi Pengendalian Resistensi Antimikroba di Bidang Kesehatan pada 19 Agustus 2028 di Jakarta.
“Hari ini kami meluncurkan Strategi Nasional Resistensi Antimikroba (Stranas) 2025-2029. “Strategi nasional ini memiliki tiga landasan dasar, yang pertama adalah sistem informasi strategis dan evaluasi eksternal melalui manajemen, investigasi, dan penelitian yang efektif,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Sacono Harbuwono pada peluncuran Strategi Pengendalian Antimikroba di Jakarta. , Senin (19/8/2024).
Ia juga mengatakan, resistensi antimikroba atau AMR adalah ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur atau parasit menjadi resisten atau resisten terhadap terapi antimikroba. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan antibiotik tanpa resep dokter.
AMR menyebabkan 1,27 juta kematian dan diperkirakan akan meningkat menjadi 10 juta pada tahun 2050 jika tidak dikendalikan.
Prof Tandra Yoga Aditama, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), memberikan reaksinya terhadap penerapan strategi nasional tersebut.
“Selamat, tapi saya sarankan agar kampanye kepada masyarakat umum ditingkatkan. “Karena saya tidak yakin masyarakat tahu [tentang AMR],” kata Tandra saat itu.
Menurut dia, harus ada regulasi mengenai penjualan antibiotik. Jika aturan ini dipadukan dengan promosi yang baik maka akan semakin lengkap.
Tayandra mengatakan dengan menggandeng tokoh masyarakat untuk menjadi duta AMR, promosi resistensi antimikroba dapat diperkuat.
“Seperti kita tahu, sekarang eranya Rafi Ahmed, O Ting Ting, jadi kalau bisa menunjuk duta (yakni public figure) AMR, akan dipertimbangkan secara serius. “Saya pikir itu memainkan peran besar,” kata Tayandra.
Promosi penting karena pengetahuan tentang AMR perlu dibagikan kepada masyarakat, termasuk apoteker. Tayandra mengaku mencoba membeli obat palsu di apotek. Apoteker dengan mudah menjual obat sebagai pembeli tanpa banyak bertanya. Faktanya, beberapa obat hanya boleh dijual dengan resep dokter.
Resistensi antimikroba sering terjadi karena masyarakat mudah mengakses antibiotik, menurut Tandra.
“Sekarang 70 persen antibiotik tersedia tanpa resep dokter. “Jadi masyarakat membeli di apotek, kemudian memberikannya ke apoteker dan menyimpannya di rumah tanpa memanfaatkannya dengan baik,” kata Dante.
Orang juga menyalahgunakan antibiotik. Misalnya saja mengobati penyakit yang tidak bisa diobati dengan antibiotik.
“Kalau demam (demam), segera minum antibiotik. Demam itu disebabkan oleh mikroba, bukan hanya bakteri,” kata Dante.
Umumnya, lanjut Dante, gejala demam disebabkan oleh virus, dan pengobatan infeksi virus tidak memerlukan penggunaan antibiotik. Jika hal ini dibiarkan maka resistensi antimikroba akan terus meningkat.
“Jika kita membiarkannya begitu saja, angka kematian global akan mencapai 10 juta pada tahun 2050. “Itulah mengapa kita perlu mengubah penggunaan antibiotik secara lebih bijaksana,” kata Dante.
Tindakan atau upaya untuk mendorong penggunaan antibiotik yang tepat dapat mengurangi beban biaya pelayanan kesehatan sebesar 30%.
“Bayangkan kalau bisa menghemat 30 persen. “Kami punya dua proyek rumah sakit yang menggunakan antibiotik dengan tepat, dan kami sudah mengevaluasinya, ternyata angka anggarannya turun 30 persen,” kata Dante.