KPPI Mulai Selidiki Perpanjangan TPP Produk Impor Pakaian dan Aksesori Pakaian
thedesignweb.co.id, Jakarta – Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia (KPPI) meluncurkan investigasi perpanjangan tindakan pertahanan perdagangan/TPP (safeguard Measures) impor pakaian jadi dan sandang pada Kamis, 7 November 2024.
Produk yang dimaksud berasal dari China, Bangladesh, Singapura, Vietnam, Turki, Kamboja, India, dan Maroko, kata Ketua KPPI Francisca Simanjuntak seraya menambahkan, penelusuran tersebut berdasarkan permintaan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
API telah memulai kajian pengembangan TPP yang mewakili industri dalam negeri untuk 131 nomor delapan digit (HS) sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022 (BTKI).
Selanjutnya diputuskan untuk mengkaji perpanjangan jangka waktu tersebut berdasarkan keputusan Pemerintah atas dasar kepentingan nasional yang sepakat untuk memulai penyelidikan terhadap perpanjangan Larangan Impor Kain dan Pakaian Jadi (BMTP).
“Dari bukti permulaan permohonan eskalasi penyidikan yang diajukan, KPPI menunjukkan bahwa pemohon masih menghadapi kerugian besar atau ancaman kerugian berat, dan perbaikan sistemnya masih kurang baik, yaitu hanya 63. Oleh karena itu, pemohon masih membutuhkan waktu lebih untuk menyelesaikan program penyesuaiannya,” kata Francisca, seperti dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (9/11/2024).
KPPI melaporkan impor pakaian jadi terbesar berasal dari banyak negara, antara lain Tiongkok 35,27 persen, Bangladesh 16,11 persen, Singapura 9,25 persen.
Setelah itu, Vietnam 9,08 persen, Turki 5,82 persen, Kamboja 5,08 persen, India 4,79 persen, dan Maroko 3,31 persen. Selain delapan negara tersebut, pangsa impor dari negara berkembang masih kurang dari 3 persen dari total impor pada tahun 2023.
KPPI mempersilakan seluruh pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai pihak yang berkepentingan sebelum tanggal 15 November 2024. Pendaftaran dapat diajukan secara tertulis kepada KPPI dengan nomor kontak dan alamat sebagai berikut:
Komite Perlindungan Perdagangan India
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia JL. M.I. 5
Gedung I Lantai 5 Jakarta 10110
Telp/Faks (021) 3857758
Email: [email protected]
Website: kppi.kemendag.go.id
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merumuskan serangkaian solusi untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri. Termasuk juga pembuatan rencana ketat untuk menghilangkan impor (penyalahgunaan) pakaian bekas.
Renee Yanita, Plt Dirjen Kimia, Obat-obatan dan Pupuk Kementerian Perindustrian (IKFT), menjelaskan situasi yang dihadapi industri lokal akibat membanjirnya produk impor. Oleh karena itu, mereka mengembangkan beberapa langkah mitigasi.
“Pertama-tama, kita harus menggunakan hambatan tarif dan hambatan non-tarif untuk melindungi industri TPT dalam negeri,” kata Rennie dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI, Selasa (9/7/2024).
Ia juga meminta tindakan tegas terhadap penjualan barang impor di pasar dan media sosial. Rennie juga mengomentari upaya pemberantasan impor pakaian atau barang tangan ilegal.
“Oleh karena itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita akan terus menegakkan dan memberantas pakaian impor ilegal, dengan mencermati bagaimana pakaian tersebut masuk ke pasar dan melalui kebijakan, pasar bahkan media sosial,” ujarnya.
Kemudian, dia menyarankan impor kembali dibatasi sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Kontrol ini dapat diterapkan dengan membuat statistik.
“Sekali lagi, ada langkah besar menuju pembukaan akses pasar non-tradisional dan peningkatan anggaran untuk perluasan industri dan perencanaan mesin/peralatan untuk sektor tekstil,” ujarnya.
“Dan pada akhirnya menandatangani implementasi I-EU CEPA,” kata Rennie.
Alasan yang menyebabkan matinya industri tekstil
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat situasi industri tekstil (TPT) terdampak dengan masuknya produk impor dari Indonesia. Banyaknya produk yang terjual, termasuk pakaian bekas, pun dikomentari di media sosial.
Renee Yanita, Plt Direktur Jenderal Departemen Kimia, Farmasi, dan Bahan Eksipien (IKFT) Kementerian Perindustrian, mengatakan banyak produk yang diimpor dengan harga murah. Akibatnya, produk lokal kalah bersaing di pasar dalam negeri.
“Banjirnya impor barang jadi dengan harga murah berbenturan langsung dengan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, izin impor yang diberikan Kementerian Perdagangan tidak memperhitungkan harga dan faktor esensial,” kata Rennie dalam sidang. Komisi VII DPR RI, Selasa (9/7/2024).
Tak berhenti sampai disitu, ia mengatakan banyak produk yang dijual melalui internet dan media sosial. Selain itu, masih banyak barang bekas dan impor ilegal yang belum berhasil ditindak.
“Kemudian kita tahu telah terjadi banjir barang-barang impor yang dijual di pasar-pasar dan melalui media sosial, termasuk toko TikTok dan lain-lain, dan kita juga tahu bahwa yang masih belum terselesaikan adalah impor barang ilegal yang tidak terkait dengan hal tersebut impor barang bekas atau hemat,” jelasnya.
Selain itu, terjadi booming pada industri tekstil yang sepertinya sedang memasuki masa kemunduran atau kemunduran. Akibatnya, pelaku industri tidak bisa mendapatkan dukungan dari perbankan. Memang dibutuhkan uang untuk memperbarui peralatan produksi.
Kemudian, sejak diberlakukannya Undang-Undang Menteri Perdagangan ke-8 tahun 2024, penggunaan IKM pada industri pelayaran dan alas kaki mengalami penurunan rata-rata sebesar 70 persen, kata Rennie.
“Jadi kalau bisa dikatakan kehadiran UU Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 juga membuat UKM lebih banyak menerima pesanan dan membeli bahan baku serta mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja, namun dengan lahirnya UU 8 Menteri Perdagangan, sebelumnya Pada Tanggal 17 Mei mengakibatkan banyak kontrak atau banyak pesanan yang dibatalkan,” ujarnya.
Renee mempunyai masalah permintaan dari luar negeri. Misalnya, iklim politik yang menyebabkan penurunan pesanan dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada saat yang sama, terdapat pembatasan impor di India, Türkiye dan Vietnam. Ketiga negara tersebut menerapkan pembatasan perdagangan melalui kebijakan perdagangan seperti anti-aborsi dan proteksionisme.
“Juga termasuk kebijakan hambatan non-tarif seperti penerapan Quality Control Orders atau QCO di India untuk serat stapel viscose dan alas kaki,” ujarnya.
“Jadi permasalahan TPT selanjutnya adalah perjanjian perdagangan I-EU CEPA yang belum ditandatangani. Jadi harapannya jika perjanjian I-EU CEPA ditandatangani untuk produk TPT maka kita akan mendapatkan Tarif I-EU CEPA. mendapat prioritas, katanya.