KPPU Endus Praktik Monopoli Avtur, Bagaimana Kondisi Sebenarnya?
thedesignweb.co.id, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komersial (KPPU) baru-baru ini mengeluarkan laporan yang mengungkap adanya monopoli dalam penyediaan pangan buruk di Indonesia. Dugaan monopoli yang mengincar PT Pertamina (Persero) sebagai pemasok avtur memang menjadi perhatian publik. Padahal tudingan destruktif tersebut diibaratkan “lagu lama” yang sering diulang-ulang, setidaknya 5-6 tahun terakhir.
Pada 26 September 2024, KPPU menyampaikan informasi penyidikan dugaan perilaku dan pengelolaan pasar pasokan Avtur.
Namun tudingan tersebut dinilai tidak berdasar oleh Direktur Jenderal Balinus Jatim – CENITS (Pusat Kajian Teknologi Energi dan Inovasi) Raden Muhsin Budiono. Sebab pada kenyataannya, pasar avtur di Indonesia tidak bersifat monopoli.
Sebab selain Pertamina, ada beberapa perusahaan swasta yang memiliki izin niaga migas dengan Komoditi Avtur, seperti PT AKR Corporindo Tbk, PT Dirgantara Petroindo Raya (JV AirBP-AKR) dan PT Fajar Petro Indo.
“Kita telah menciptakan persaingan yang sehat sesuai dengan peraturan pemerintah yang ketat. Jika ditilik lebih dalam, dugaan monopoli lebih pada upaya untuk mengubah hal dari permasalahan utama yang dihadapi industri penerbangan di Tanah Air saat ini, yaitu maskapai penerbangan. beban pajak yang tinggi dan beragam,” ujarnya.
“KPPU sudah menyatakan dengan jelas bahwa benar harga avtur Pertamina tertinggi di Asia Tenggara. Klaim harga avtur Pertamina tertinggi di Asia Tenggara adalah fitnah yang tidak berdasar,” lanjutnya.
Pasalnya, hingga saat ini harga avtur Pertamina masih kompetitif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah, khususnya Peraturan Menteri ESDM No. Harga eceran jenis BBM umum jenis Avtur yang didistribusikan oleh Maskapai Penerbangan (DPPU).
Harga tersebut juga memperhitungkan volume permintaan dan frekuensi penerbangan dari masing-masing bandara serta memperhitungkan rumus Meaning of Plates Singapore (MoPS) yang merupakan harga pasar terdekat. Harga Avtur Indonesia termahal
Selain itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) pada 13 September 2024 juga membantah pernyataan harga bahan bakar jet Indonesia paling mahal di antara negara ASEAN lainnya.
“Jika kita membandingkan harga publikasi avtur per liter di negara-negara dengan negara serupa seperti Indonesia, kita menemukan bahwa harga publikasi avtur dari Pertamina sama dan rendah,” ujarnya.
Misalnya, harga PPN avtur periode 1-30 September sebesar Rp 13.211 per liter, sedangkan harga avtur di Singapura juga Rp 23.212 per liter.
Namun, harga bahan bakar jet dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk harga minyak internasional, biaya pengiriman, nilai tukar dolar, dan pajak.
“Membandingkan harga bahan bakar jet antar negara tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut bukanlah sebuah apel. Selain itu, rantai pasok bahan bakar jet di Indonesia lebih kompleks dibandingkan negara lain,” kata Raden Muhsin Budiono.
Menurut Raden, pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan mencegah praktik monopoli di sektor energi, termasuk bahan bakar jet.
Peraturan Badan Pengawasan Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) no. 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan Pengiriman dan Pendistribusian Bahan Bakar Penerbangan di Bandar Udara merupakan salah satu acuan undang-undang tentang PPN atas penyerahan bahan bakar penerbangan di 72 DPPU yang tersebar di wilayah kepulauan.
Selain aturan tersebut, pemerintah mengamanatkan Pertamina untuk memasok avtur ke beberapa bandara, terutama di daerah terpencil. Tujuan dari misi ini adalah untuk menjamin ketersediaan avtur di seluruh Indonesia dan mendukung pembangunan daerah.
Oleh karena itu, Pertamina tidak hanya menyasar pasokan avtur untuk bandara-bandara besar saja, namun juga untuk bandara-bandara kecil/perintis yang kurang menguntungkan secara komersial karena rendahnya permintaan.
Mungkin berdasarkan pemikiran tersebut, Bab II Pasal 3 Ayat 3 Peraturan BPH Migas tersebut di atas mengatur bahwa pemerintah mewajibkan perusahaan-perusahaan komersial yang memasok bahan bakar jet untuk memprioritaskan pembangkitan terbarukan dalam negeri, katanya.
Sayangnya, KPPU mengadopsi Pasal 3 Ayat 3 untuk berpihak pada swasta dan menghalangi persaingan yang sehat, dimana terdapat persyaratan hukum yang ketat dalam peraturan BPH bahwa Pertamina adalah top seller bahan bakar jet bisnis di Indonesia, lanjut Raden. .
Hal inilah yang diduga menjadi biang tudingan monopoli terhadap Pertamina. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika belakangan ini KPPU atas nama persaingan yang sehat meminta BPH Migas mengubah peraturan no. 13/2008 adalah pembukaan lapangan multipenyedia avtur dan penghapusan monopoli Pertamina.
Menariknya, Ketua KPPU saat ini adalah mantan Ketua BPH Migas yang telah bekerja di sana selama 8 tahun. Selama berada di BPH Migas, beliau tentunya paham betul dengan proses bisnis avtur Pertamina dan regulasi yang berlaku.
“Jika KPPU kini menuduh Pertamina melakukan praktik korupsi dan meminta BPH Migas mengkaji ulang aturan penyediaan avtur, tentu aneh dan menimbulkan pertanyaan serius,” kata Raden.
Apakah direksi Pertamina tidak bisa menjaga komunikasi dan hubungan baik jangka panjang dengan mantan Kepala BPH Migas itu?
Lebih lanjut, menurut Raden, tudingan Pertamina mengenai monopoli pasokan avtur merupakan upaya sistematis untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan yang jauh lebih serius, yakni dugaan praktik kartel yang marak di industri penerbangan tanah air.
Alih-alih berfokus pada perusahaan-perusahaan energi yang berkomitmen terhadap persaingan sehat, KPPU malah terjebak dalam permainan yang dirancang untuk melindungi kepentingan segelintir investor besar.
Meskipun terdapat persaingan terbuka dimana perusahaan swasta dapat berpartisipasi dalam tender/lelang pemerintah untuk mendapatkan hak memasok bahan bakar jet ke bandara tertentu; Meski pemerintah rutin mengevaluasi kinerja pemasok avtur (termasuk Pertamina), tudingan monopoli avtur Pertamina kerap terulang kembali.
Raden menjelaskan, setidaknya ada beberapa kemungkinan penyebab di balik kasus monopoli yang tak terhingga.
Pertama, alasan persaingan. Perusahaan swasta yang bergerak di bisnis bahan bakar laut mungkin akan merasa tertekan dengan kekuatan Pertamina yang mendukung fasilitas avtur terlengkap dan depo yang mengoperasikan banyak DPPU.
Untuk mengurangi tekanan persaingan dan memungkinkan infrastruktur Pertamina digunakan bersama oleh pihak swasta (menggunakan skema open access dan retribusi fasilitas pipa dan fasilitas tangki timbun menggunakan skema bersama), maka kasus monopoli kemudian diperluas secara besar-besaran. melemahkan posisi Pertamina.
Dengan demikian, entitas swasta dapat mengkomersialkan bahan bakar penerbangan tanpa harus melakukan investasi besar dalam membangun infrastruktur mereka sendiri. Pakai sarfas pertamina saja. Selain itu, maskapai penerbangan mungkin merasa harga bahan bakar jet yang dipatok Pertamina terlalu mahal.
Terkait tuduhan monopoli yang dilakukan Pertamina, kami berharap masyarakat dan berbagai kalangan mendesak agar Pertamina mengkaji ulang dan menurunkan harga bahan bakar jet.
Kedua, motif politik. Kehadiran BUMN kerap dijadikan alat politik untuk menekan pemerintah atau kelompok tertentu yang dianggap berkuasa.
Istilah monopoli dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari permasalahan lain yang lebih kompleks, seperti rusaknya demokrasi, permasalahan ekonomi atau kesenjangan sosial.
Ketiga, alasan kesalahpahaman. Kesalahan tugas BUMN. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Pertamina mempunyai peran strategis dalam menjaga keseimbangan pasokan avtur dan ketahanan energi nasional.
Beberapa kelompok mungkin tidak memahami dampak dari proses ini. Atau mengerti, tapi aku tidak peduli. Perlakuan khusus dalam tata cara dan keuntungan yang diperoleh atas pelaksanaan tugas pemerintahan dimaknai sebagai jenis monopoli.
Sebagai pengawas persaingan usaha, KPPU berperan penting dalam mengungkap praktik-praktik yang merugikan konsumen. KPPU dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh pelaku usaha di bidang penerbangan serta melindungi kepentingan konsumen dengan melakukan hal-hal tersebut.
Pertama, memperkuat pengawasan terhadap pesawat. KPPU perlu meningkatkan pengawasannya terhadap praktik bisnis maskapai penerbangan, khususnya terkait dugaan praktik kartel.
Kedua, melindungi konsumen. KPPU harus mengambil langkah nyata untuk melindungi konsumen dari praktik bisnis tidak sehat seperti kartel.
Langkah tersebut dapat berupa koordinasi dengan instansi pemerintah dan perusahaan terkait serta mendorong seluruh pelaku komersial industri penerbangan (termasuk maskapai penerbangan dan pemasok bahan bakar jet) untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan usahanya.
Ketiga, berhenti menyebarkan isu-isu yang tidak membuahkan hasil. Lakukan penelitian menyeluruh dan putuskan pemain maskapai penerbangan.
“Jangan terjebak dalam permainan merancang perlindungan bisnis justru untuk kepentingan kelompok elite tertentu di bisnis penerbangan,” kata Raden.
Ia juga meminta KPPU menghadapi permasalahan sebenarnya dan menghentikan upaya penghancuran negara pemasok bahan bakar jet yang telah banyak berjasa kepada bangsa dan negara.
“Sudah saatnya KPPU kembali fokus dan fokus pada perlindungan konsumen. Dengan mengungkap aktivitas kartel antar maskapai, kita bisa menciptakan pasar usaha yang lebih efisien dan menguntungkan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” pungkas Raden.