Bisnis

Lewat Daur Ulang, Sampah Plastik akan Jadi Komoditi Bernilai

 

Liputan6.com, Jakarta Dewan Plastik Dunia (WPC) dan anggota Asosiasi Plastik Global (GPA) telah memberikan perjanjian ambisius dan efektif kepada pemerintah nasional yang secara signifikan meningkatkan pengelolaan dan daur ulang sampah menjelang putaran akhir perundingan perjanjian internasional untuk mengakhiri polusi plastik.

Pada sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC5) yang akan dimulai pada Senin, 25 November, di Busan, Korea Selatan, diharapkan dapat disepakati beberapa isu penting, termasuk model hukum internasional. Instrumen Pengikat Hukum Internasional (ILBI) akan digunakan untuk membantu negara-negara memerangi sampah plastik.

Dalam konteks ini, WPC dan GPA menghimbau para pihak dalam perjanjian untuk menciptakan sistem terintegrasi untuk menghilangkan polusi plastik pada tahun 2040, dengan tetap menghormati kebutuhan masing-masing negara.

“Setiap negara menghadapi tantangan yang berbeda-beda dan membutuhkan solusi yang berbeda-beda. Pendekatan kebijakan dan regulasi global yang bersifat universal tidak akan berhasil. Oleh karena itu, perjanjian ini harus memberikan fleksibilitas bagi setiap negara dan kawasan untuk mencapai tujuan perjanjian di masa depan. cara yang paling tepat.” kata Ketua WPC Benny Mermans dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/11/2024).

Perjanjian akhir harus mencapai keseimbangan yang tepat antara kewajiban internasional dan tindakan nasional. Perjanjian tersebut harus mewajibkan negara-negara untuk mengembangkan rencana aksi nasional agar dapat secara efektif menerapkan solusi yang disesuaikan dengan keadaan mereka.

Misalnya, kewajiban konten daur ulang pada industri yang menggunakan plastik akan meningkatkan nilai sampah plastik dengan meningkatkan permintaan plastik bulat sebagai bahan bakunya.

 

Rencana tersebut harus mencakup unsur-unsur umum dan persyaratan pelaporan untuk memastikan akuntabilitas pemerintah dalam memantau kemajuan, menghasilkan sinyal permintaan untuk mendukung investasi dalam pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang.

“Beralih ke sistem plastik melingkar yang menggunakan kembali, mendaur ulang, dan mengelola semua penggunaan plastik secara bertanggung jawab daripada membuangnya adalah kunci untuk memecahkan masalah sampah plastik. Hal ini akan meningkatkan efisiensi, mendorong pembangunan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja, terutama di negara-negara. Pengelolaan Sampah , infrastruktur daur ulang tidak dikembangkan,” kata Edi Riwai, wakil ketua INAPLAS dan perwakilan Indonesia di Asosiasi Plastik Dunia.

 

Menurutnya, sirkularitas sepanjang siklus hidup plastik, desain, daur ulang, pengelolaan akhir masa pakai yang bertanggung jawab, dan pengembangan sistem pengelolaan sampah yang memenuhi kebutuhan harus menjadi inti dari perjanjian ini.

“Cara paling efektif untuk mencapai tujuan perjanjian ini adalah mengubah sampah plastik menjadi komoditas yang bernilai nyata sekaligus menjaga manfaat plastik bagi masyarakat.

Plastik mendukung penggunaan energi angin dan matahari, meningkatkan efisiensi bangunan dan transportasi, menjamin keamanan pangan, meningkatkan infrastruktur, dan mendukung layanan kesehatan modern.

Oleh karena itu, perjanjian ini harus mengakui bahwa plastik sangat penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan mengatasi perubahan iklim. Perjanjian tersebut juga mengakui bahwa limbah yang tidak diatur merupakan penyebab utama polusi dan harus memprioritaskan pengelolaan limbah yang tepat bagi 2,7 miliar orang yang tidak menerimanya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *