Malapetaka Jajanan Latiao, Anak SD di 7 Daerah Terkapar di Rumah Sakit Usai Mual dan Muntah
thedesignweb.co.id, Jakarta – Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus keracunan makanan akibat jajanan viral asal China yakni Latio. Jajanan yang terkenal dengan teksturnya yang kenyal dan rasa pedasnya yang pedas ini banyak digemari oleh anak-anak hingga remaja.
Namun meski populer, camilan ini memiliki konsekuensi kesehatan yang serius. Beberapa daerah di Indonesia, seperti Lampung, Sukabumi, Tangsel, dan Bandung Barat, melaporkan kasus keracunan makanan yang jarang terjadi hingga menyebabkan anak-anak dilarikan ke rumah sakit. Lotiao bisa keracunan di 7 wilayah, campur tangan BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI) mengungkapkan kasus keracunan akibat jajanan Latio tidak hanya terjadi di satu atau dua daerah, melainkan di tujuh wilayah berbeda di Indonesia.
Kejadian pertama terjadi di Lampung, disusul Sukabumi, Wonosobo, Tangsel, Bandung Barat, Pamekasan, dan dua kasus terakhir di Riau.
Berdasarkan laporan BPOM, banyak anak yang mengonsumsi Latio mengalami gejala mual, muntah, pusing, bahkan sakit perut parah. Kepala BPOM RI Tarunan Ikrar mengatakan jajanan Latio diduga terkontaminasi bakteri berbahaya seperti Bacillus cereus yang dapat menghasilkan racun.
Hasil uji laboratorium menunjukkan adanya tanda-tanda kontaminasi bakteri Bacillus cereus pada produk Letiao, jelas Taruna. Apakah bakteri Bacillus berbahaya?
Bacillus cereus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada makanan yang terkontaminasi. Bakteri ini dapat menimbulkan gejala keracunan seperti diare, muntah, dan sakit perut.
Dalam kasus keracunan Latiao pada anak-anak sekolah dasar, racun dari Bacillus cereus memicu gejala-gejala tersebut pada anak-anak.
Jika tidak segera ditangani, keracunan ini dapat menyebabkan dehidrasi parah dan sangat membahayakan kesehatan anak.
BPOM juga meninjau lokasi penyimpanan dan distribusi produk Latio. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan beberapa tempat distribusi produk tersebut tidak mengikuti aturan ‘Cara Pendistribusian Pangan Olahan’ (CPRPOB).
“Kami menemukan ketidakpatuhan dalam norma penyimpanan dan distribusi yang memperburuk situasi,” tambah Taruna.
Situasi ini menunjukkan bahwa standar keamanan pangan masih menjadi tantangan besar, terutama bagi produk impor yang masuk ke pasar Indonesia.
Selain dijual secara offline, latiao juga banyak dijual di berbagai platform online. Mengingat potensi risiko yang bisa menjangkau lebih banyak orang, BPOM bersama pihak terkait memutuskan untuk menghapus link penjualan Latio di beberapa pasar.
Langkah ini diambil sebagai upaya preventif agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Bagi orang tua, penting untuk lebih selektif dalam memilih jajanan yang dimakan anak. Mendidik anak tentang bahaya makanan yang tidak jelas asal usulnya dan standar keamanannya bisa menjadi langkah awal.
Selalu pantau jajanan yang digemari anak-anak dan remaja, karena tidak semua produk yang viral di media sosial aman.