Meneropong Prospek Saham dan Obligasi di Tengah Sentimen Global
thedesignweb.co.id, Jakarta – Seiring melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (Fed) berpotensi kembali menurunkan suku bunga, hal ini akan mendorong investor global mencari aset-aset yang lebih berisiko.
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, data klaim pengangguran awal di AS minggu lalu terus menurun, menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap tangguh meskipun suku bunga AS secara historis tetap ketat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa data ini dirilis setiap minggu dan dapat dimanipulasi. The Fed terus mengandalkan data untuk keputusan suku bunganya, seperti dikutip dari penelitian Ashmore, ditulis Senin (25/11/2024 )).
Ashmore melihat pasar terus memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga yang lebih rendah dalam beberapa bulan mendatang. Jika The Fed bertindak seperti yang ditunjukkan pada plot bulan September, pasar akan memperkirakan penurunan suku bunga pada bulan Desember. “Namun, saat ini pasar hanya mempunyai peluang sekitar 55 persen untuk penurunan suku bunga pada bulan Desember, karena inflasi tampaknya tidak lagi menjadi kekhawatiran utama bagi pejabat Fed,” ujarnya.
Ashmore terus memantau data pasar tenaga kerja di masa depan menjelang pertemuan FOMC berikutnya.
Di sisi lain, kondisi Amerika Serikat saat ini merupakan kondisi dimana imbal hasil surat berharga atau obligasi AS sedang naik ke level tertinggi sepanjang sejarah. “Ini berarti investor dapat tetap berinvestasi dalam investasi ‘bebas risiko’ dan masih memperoleh imbal hasil sekitar 1,8 persen berdasarkan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun saat ini,” katanya.
Melihat data historis selama 10 tahun terakhir, Ashmore melihat imbal hasil obligasi biasanya tidak bertahan lama pada atau di atas level 2 persen. Faktanya, imbal hasil riil hanya bertahan di kisaran 6 persen, yang berarti pasar akan segera mengalami penurunan.
“Sementara kekhawatiran terhadap tingkat suku bunga AS masih ada, kemungkinan besar kita akan terus melihat siklus penurunan suku bunga, meskipun lebih lambat dari perkiraan sebelumnya,” katanya.
Oleh karena itu, pasar mungkin akan melihat penurunan suku bunga riil secara bertahap, seiring dengan terkendalinya inflasi dan kembalinya suku bunga AS.
Maksudnya itu apa?
Melihat kembali masa ketika suku bunga riil berfluktuasi sekitar 2 persen, pasar biasanya melihat hasil yang lebih baik dari berbagai kelas aset, termasuk pasar negara berkembang. Dolar AS juga melemah sekitar 7 persen dari rata-rata 12 bulan setelah mencapai tingkat suku bunga riil yang tinggi.
“Oleh karena itu, kami tetap optimis terhadap prospek jangka panjang saham dan obligasi Indonesia, karena valuasi ekuitas secara historis masih murah dan imbal hasil obligasi saat ini meningkat, sehingga memberikan banyak peluang untuk meningkatkan eksposur.”
Ashmore merekomendasikan untuk mempertahankan diversifikasi portofolio karena risiko global masih ada.
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pada pukul 18.-22. November 2024. Penguatan IHSG didorong oleh sentimen nilai tukar rupiah dan harga komoditas.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) yang ditulis Sabtu (23/11/2024), IHSG ditutup menguat 0,48 persen pada 7.195,56. Pada pekan lalu, IHSG ditutup menguat 1,7 persen pada 7.161,25.
Sementara nilai pasar saham terpangkas 0,08 persen menjadi Rp12,053 triliun dari posisi pekan lalu Rp12,063 triliun. Rata-rata frekuensi transaksi juga turun 13,80 persen menjadi 1,10 juta transaksi dari 1,28 juta transaksi pada minggu lalu.
Sementara rata-rata nilai transaksi bursa harian turun 19,17 persen menjadi Rp9,93 triliun dari pekan lalu Rp12,28 triliun.
Selain itu, rata-rata volume transaksi harian bursa selama sepekan turun 37,82 persen menjadi 19,89 miliar lembar saham dari 31,99 miliar lembar saham pada pekan lalu.
Investor asing menjual saham senilai Rp353,68 miliar pada Jumat 22 November 2024. Namun pada pekan 18-22 November 2024, investor asing menjual saham senilai Rp3,65 triliun. Sepanjang tahun 2024, investor asing akan membeli saham senilai Rp 25,46 triliun.
Analis PT MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, sepanjang pekan ini IHSG menguat karena beberapa hal. Pertama, pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Dolar AS terus menguat terhadap rupiah sejalan dengan sikap hawkish Bank Sentral AS atau The Fed yang akan mempertahankan suku bunga acuannya di angka 4,75 persen, mengingat kondisi perekonomian AS yang masih baik.
Kedua, pergerakan harga komoditas global, khususnya emas dan minyak, semakin meningkat seiring memanasnya konflik Rusia dan Ukraina, ujarnya saat dihubungi thedesignweb.co.id.
Ketiga, rilis suku bunga China dan Indonesia yang masih dipertahankan pada levelnya masing-masing (China 3,1% dan 3,6%, Indonesia 6%).
Untuk sepekan ke depan, kata Herditya, pihaknya memperkirakan IHSG berpeluang semakin menguat dengan area support 7.118 dan resistance 7.287.
Diperkirakan dampaknya terhadap IHSG antara lain rilis data makro AS, di mana ada data PCE dan pendapatan personal, ujarnya.
Selanjutnya, investor diperkirakan akan mewaspadai Rusia dan Ukraina yang kembali memanas sehingga berdampak pada pergerakan harga komoditas global.