Mengenal Apa Itu Penyakit Parkinson: Gejala, Penyebab, dan Solusinya
thedesignweb.co.id, Jakarta – Penyakit Parkinson merupakan penyakit saraf yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk bergerak. M. Agus Aulia, Sp.BS, RSU Bunda Jakarta, Brain & Spain Center, Kondisi ini bersifat progresif, artinya gejalanya akan semakin parah seiring berjalannya waktu.
Dalam diskusi baru-baru ini bertajuk “Temui Dokter: Segala Tentang Penyakit Parkinson,” Agus mengatakan, “Penderita penyakit Parkinson akan mengalami berbagai gangguan dalam melakukan pergerakan tubuh, seperti gemetar, kekakuan otot, gangguan keseimbangan dan koordinasi.” Apa hubungan antara penyakit Parkinson dan dopamin?
Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1817 oleh dokter Inggris James Parkinson. Hingga saat ini, penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak diderita di dunia, terutama pada orang dewasa.
Penyakit Parkinson disebabkan oleh kerusakan pada substansia nigra, bagian otak yang bertanggung jawab memproduksi dopamin. Dopamin merupakan neurotransmitter yang berperan penting dalam mengendalikan pergerakan tubuh. Ketika sel-sel di area ini rusak atau mati, produksi dopamin menurun.
Kekurangan dopamin menjadi pemicu utama berbagai gejala fisik pada pasien Parkinson, seperti gerakan lambat (bradikinesia) dan gemetar, kata Agus. Apa penyebab penyakit parkinson?
Meskipun penyakit Parkinson telah dipelajari selama lebih dari dua abad, penyebab penyakit ini masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, beberapa faktor diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit ini: 1. Faktor genetik
Menurut Agus, beberapa penelitian menunjukkan bahwa gen tertentu dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Parkinson. Namun, faktor genetik ini biasanya jarang terlihat, terutama pada orang yang mengidap penyakit Parkinson di usia muda.
Paparan racun lingkungan seperti pestisida, cedera kepala serius, dan infeksi tertentu juga diduga meningkatkan risiko penyakit ini. Meskipun hubungan ini masih diselidiki, beberapa bukti menunjukkan bahwa lingkungan mungkin berperan dalam perkembangan penyakit Parkinson.
Usia merupakan faktor risiko terbesar penyakit Parkinson. Risiko terkena penyakit ini meningkat secara signifikan pada orang yang berusia di atas 60 tahun. Proses penuaan secara alami mempengaruhi kesehatan otak dan dapat berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit ini.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit saraf yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk bergerak. Biasanya gejala awal penyakit ini muncul perlahan dan memburuk seiring berjalannya waktu.
Agus menjelaskan, salah satu cara mengenali gejala parkinson adalah melalui istilah trope yang menggambarkan empat gejala utama. Berikut tiga gejala utama yang sering dialami pasien parkinson dan patut diwaspadai: 1. Tremor (gemetar atau gemetar).
Gejala awal yang paling umum pada pasien Parkinson adalah tremor atau tremor yang tidak terkendali. Getaran ini biasanya muncul saat tubuh sedang istirahat, terutama pada bagian tangan atau jari.
Praktek yang umum terlihat adalah mencuci tangan dengan gerakan seperti menggulung pil. Getaran ini seringkali menjadi tanda pertama pasien atau keluarganya merasa ada yang tidak beres. 2. Kekakuan (kekakuan otot)
Gejala lain yang sering dialami pasien Parkinson adalah kekakuan otot. Otot-otot tubuh, terutama lengan dan kaki, mungkin terasa kaku dan sulit digerakkan.
Kekakuan ini dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan dan rasa tidak nyaman bahkan saat tidak bergerak. Banyak pasien yang merasa “terjebak” saat bergerak sehingga membuat aktivitas sehari-hari semakin sulit. 3. Akinesia atau Bradikinesia (gerakan lambat)
Akinesia atau bradikinesia mengacu pada gerakan lambat atau kesulitan memulai gerakan. Hal ini sangat mempengaruhi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti berpakaian, menulis atau berjalan.
Setiap gerakan menjadi lambat dan sulit, sehingga membuat pasien Parkinson merasa semakin terhambat dalam beraktivitas sehari-hari.
Selain ketiga gejala utama yang telah disebutkan di atas, masih ada beberapa gejala lain yang dapat dilihat pada pasien Parkinson, antara lain: Ketidakseimbangan postural: Penderita kesulitan menjaga keseimbangan tubuh dan postur tubuh yang goyah saat berjalan mengalami gangguan risiko terjatuh. Ekspresi wajah seperti topeng: Pasien sering kali muncul dengan ekspresi wajah yang kurang ekspresif atau emosional. Gangguan bicara: Suara lambat, monoton dan terkadang sulit dipahami. Tulisan tangan berkurang: Tulisan tangan pasien lebih kecil dari biasanya, yang disebut mikrografia. Nyeri dan Kelelahan: Nyeri dan kelelahan memperburuk kondisi fisik secara umum. Perubahan suasana hati dan kognitif: Pasien mungkin mengalami depresi, kecemasan, kurangnya motivasi, dan penurunan kemampuan berpikir.
Mengenali gejala-gejala di atas dapat membantu dalam deteksi dini penyakit Parkinson sehingga dapat segera diberikan pengobatan yang tepat guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
Meskipun penyakit ini belum ada obatnya, ada banyak cara efektif untuk mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Menurut Agus, langkah penting yang perlu dilakukan adalah: 1. Pengobatan dengan obat
Salah satu pilar utama pengobatan Parkinson adalah penggunaan obat-obatan. Levodopa adalah yang paling umum digunakan. Saat masuk ke otak, obat tersebut diubah menjadi dopamin, yang penting untuk mengendalikan pergerakan.
Bersamaan dengan levodopa, agonis dopamin dapat diberikan untuk merangsang reseptor dopamin di otak. Namun, seiring berjalannya waktu, efektivitas obat dapat menurun dan komplikasi terkait penggunaan obat dapat terjadi.
Oleh karena itu, pemantauan berkala dan penyesuaian dosis sangat penting, kata Agus.
Selain pengobatan, terapi fisik dan rehabilitasi berperan penting dalam menjaga mobilitas pada pasien Parkinson. Melalui olahraga teratur, pasien dapat meningkatkan kelenturan, kekuatan, dan keseimbangan, yang semuanya penting untuk kemandirian.
Perawatan ini juga dapat membantu mengurangi risiko terjatuh dan cedera sehingga meningkatkan rasa percaya diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Ketika obat-obatan kehilangan efektivitasnya atau menimbulkan komplikasi, perawatan medis dapat menjadi pilihan. Prosedur seperti stimulasi otak dalam (DBS) atau cedera otak stereotaktik dapat membantu mengatasi perubahan motorik dan diskinesia (gerakan tidak terkontrol).
Langkah ini dapat memberikan harapan baru bagi pasien yang terjebak dalam siklus gejala yang menyakitkan.
Agus menambahkan, pembedahan menjadi alternatif yang berharga ketika pengobatan dengan obat sudah tidak efektif lagi. Di antara berbagai teknik, dua prosedur yang paling umum adalah kerusakan otak stereotactic dan stimulasi otak dalam (DBS).
Lesi otak stereotaktik dan stimulasi otak dalam merupakan langkah penting dalam pengelolaan penyakit Parkinson dan menawarkan harapan bagi pasien yang mengalami gejala yang sulit ditangani.
Prosedur ini tersedia di Bunda Neuro Center RSU Bunda Jakarta dan memungkinkan pasien meningkatkan kualitas hidup mereka dengan cara yang inovatif. Apa itu cedera otak stereotaktik?
Lesi otak stereotaktik adalah prosedur pembedahan yang dirancang untuk mengatasi gejala Parkinson yang sulit dikendalikan dengan obat-obatan. Prosedur ini dilakukan dengan sangat tepat.
Sebelum operasi, pasien biasanya akan menjalani pemeriksaan otak seperti MRI atau CT scan, kata Agus. Tujuannya adalah untuk menentukan lokasi pasti lesi. Bagaimana prosedur stereotaxic dilakukan pada otak? Penempatan elektroda: Dokter menggunakan sistem stereotaxic untuk menempatkan elektroda di area otak yang ditargetkan, seperti globus pallidus atau nukleus subthalamic. Stimulasi listrik: Sebelum membuat luka, dokter melakukan rangsangan listrik untuk memastikan lokasi luka sudah benar. Selama proses ini, pasien menjadi sadar. Pembuatan luka: Setelah lokasi pastinya dipastikan, elektroda digunakan untuk membuat luka kecil menggunakan panas yang terkontrol. Tujuan dari lesi ini adalah untuk mengganggu aktivitas abnormal yang berhubungan dengan gejala Parkinson.
Prosedur ini dapat membantu mengurangi gejala motorik seperti tremor, kaku, dan bradikinesia, serta mengurangi kebutuhan obat-obatan yang dapat menimbulkan efek samping jangka panjang.
DBS adalah prosedur pembedahan yang menempatkan elektroda di otak. Elektroda tersebut dihubungkan ke perangkat generator listrik kecil yang ditempatkan di bawah kulit dada. Manfaat utama dari operasi DBS adalah: Pengurangan gejala motorik: DBS dapat membantu membalikkan aktivitas abnormal di area otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol gerakan. Mengurangi kebutuhan pengobatan: Dengan kontrol gejala yang lebih baik, pasien dapat mengurangi dosis obat, sehingga mengurangi efek samping. Peningkatan kualitas hidup: Pasien mungkin mengalami peningkatan signifikan dalam kualitas hidup mereka. Kemampuan untuk menyesuaikan stimulasi: Perangkat DBS memungkinkan dokter untuk menyesuaikan tingkat stimulasi sesuai dengan kebutuhan pasien. Bagaimana operasi DBS dilakukan? 1. Prosedur DBS Sadar: Pasien diberikan anestesi lokal, tetap sadar dan dapat berkomunikasi dengan tim bedah. Keuntungan: Dokter dapat memantau secara langsung efek stimulasi pada fungsi motorik selama prosedur, sehingga memungkinkan penyesuaian yang lebih tepat. Kekurangan: Mungkin tidak nyaman bagi pasien, namun sebagian besar manfaatnya lebih besar daripada manfaatnya. 2. Prosedur DBS Tidur (Mode Tidur): Dilakukan dengan anestesi umum sehingga pasien tertidur dan tidak merasakan apa pun. Keuntungan: Pasien lebih nyaman selama prosedur. Kekurangan: Tes respon stimulus hanya dapat dilakukan setelah pasien bangun.