Lifestyle

WEB NEWS Menyimak Dalil Hukum Islam tentang Pemakaian Hijab bagi Muslimah

thedesignweb.co.id, Jakarta – Masyarakat dihebohkan dengan kasus diskriminasi di RS Medistra Jakarta yang dituduh membatasi penggunaan hijab bagi dokter dan perawatnya. Jilbab diartikan sebagai pakaian longgar yang dikenakan oleh wanita muslim yang menutupi kepala dan leher hingga dada.

Perdebatan penggunaan hijab bagi wanita muslimah seperti dilansir NU Online, Senin (2/9/2024), disebutkan dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya: “Dan katakanlah kepada wanita-wanita Muhammad yang beriman, hendaklah mereka merendahkan diri mereka. leher).

Mengenai hal tersebut Ibnu Asyur menjelaskan, jika perhiasan diartikan sebagai zina muktasabah dalam surat An-Nur ayat 31 artinya perhiasan yang dapat ditanam seperti paku, maka kecantikan tidak termasuk dalam ayat tersebut dan seorang wanita dapat mewakili: sesuatu yang indah. bagian tubuh wanita yang tidak tertutupinya, yaitu muka, telapak tangan, dan kaki.

Namun jika permata dalam surat An-Nur ayat 31 diartikan sebagai zina khilqiyyah, yang dimaksud dengan permata yang lahir sejak lahir: seluruh tubuh, permata yang tidak termasuk dalam ayat tersebut dan wanita boleh memperlihatkan wajah, telapak tangan. tangan, dan idenya adalah kaki dan rambut.

Mengenai penggunaan jilbab, Ibnu Asyur berkata: “Sesungguhnya bagian tubuh wanita merdeka yang wajib ditutupi adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut di depan suaminya; athraf atau bagian tubuh lainnya. .tubuhnya di depan mahramnya”.

 

“Kepentingan Athraf adalah tangan, rambut, dan dada bagian atas. Dihadapan bapaknya, ia boleh memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan kepada siapapun kecuali mughallazhah (dua badan). 116).

Perdebatan mengenai hak perempuan muslim berhijab bermula dari Al-Quran surat Al Ahzab ayat 59. “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan mukmin: ‘Mereka akan menjulurkan kepalanya ke seluruh tubuhnya.’ agar mudah menemukannya, agar tidak terjadi bahaya, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Terkait kasus diskriminasi hijab di RS Medistra yang dilansir kanal Health thedesignweb.co.id, Senin (2/9/2024), pertama kali dilaporkan oleh dokter spesialis bedah onkologi Diani Kartini. Pernyataan yang dikirim ke rumah sakit saat ini ada di media sosial.

Dalam surat tersebut, Diani mempertanyakan penggunaan pakaian di RS Medistra. Salah satunya adalah soal larangan berhijab.

Selamat malam perwira senior, saya ingin bertanya tentang seragam di RS Medistra. Beberapa tahun yang lalu, teman saya dan sepupu saya kemarin mendaftar di kedokteran seperti RS Medistra, kata Diani dalam surat yang dikirimkan, Kamis. 29 Agustus 2024.

“Biasanya mereka berdua berhijab. Ada pertanyaan terakhir dalam wawancara, menanyakan tentang pekerjaan dan RS Medistra adalah rumah sakit internasional, sehingga muncul pertanyaan apakah mereka akan melepas hijab jika diberi izin.”

Diani pun mengungkapkan kekecewaannya karena pertanyaan rasis tersebut beredar di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta Selatan. “Saya sangat menyayangkan masih ada pertanyaan soal rasisme saat ini. RS Medistra katanya berstandar internasional tapi kenapa rasis?”

“Salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan yang lebih profesional dari RS Medistra ini memperbolehkan seluruh staf baik perawat, dokter, spesialis, dan subspesialis untuk ikut berhijab,” jelas Diani.

Diani berpendapat, jika RS Medistra dimiliki oleh perusahaan mana pun, maka hal itu harus tertulis dengan jelas sejak awal. “Kalau Medistra memang RS untuk beberapa kelompok, sebaiknya ditulis RS Medistra untuk beberapa kelompok agar stafnya jelas dan datang sebagai pasien.”

“Sangat disayangkan saat wawancara ada pertanyaan yang diajukan, menurut saya itu rasis. Apakah ada dua standar pakaian perawat, dokter, dokter bedah, dan sub spesialis di RS Medistra? Terima kasih atas pertimbangannya,” kata Diani.

Surat ini mendapat tanggapan dari berbagai sektor. Tak sedikit pula yang menyayangkan tudingan rasisme di rumah sakit tersebut. Salah satu pembicara adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis. Melalui cuitan di akun X miliknya yang dulu bernama Twitter, sosok bernama Kiai Cholil Nafis menyebut rumah sakit tersebut fobia hijab. 

“Rumah sakit berhijab seperti ini tidak boleh dibuka di Indonesia karena kita independen dan menjamin kebebasan mengamalkan ajaran agama kita. Ini alasan yang buruk,” tulisnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *