Regional

Pencabulan Guru Tari Pria di Sleman Dilakukan Sejak 2019, Korban Terpapar Lama Sampai Anggap Itu Hal Biasa

thedesignweb.co.id, DIY – Kapolsek Gamping, Sleiman, Yogyakarta, AKP Sandro Dwi Rahadian membenarkan, 10 dari 22 anak korban kekerasan memiliki hubungan heteroseksual dengan pelaku EDW. Sejak tahun 2019, banyak korban yang mengubah pola pikirnya dan menerima seks menyimpang sebagai hal biasa.

“EDW mengaku menjadi korban pelecehan seksual terhadap tetangganya. 22 korban yang kami bebaskan kemarin merupakan korban perbuatannya sejak 2019 hingga 2024,” kata AKP Sandro, Kamis (10/10/2024).

Sementara untuk korban lainnya yang berjumlah 12 orang, Kapolsek membenarkan bahwa mereka mengalami pelecehan verbal dan seksual yang dilakukan EDW. Menurut Kapolsek, salah satu korban mengaku meneleponnya 10-15 kali dan ada pula yang meneleponnya dua kali seminggu untuk berhubungan seks.

Sementara itu, polisi menemukan 15 video dan 10 foto hubungan tidak senonoh antara korban dan pelaku di berbagai komputer. Kemudian ditemukan lima video di ponsel pelaku.

Dia mengatakan, “Pelaku diketahui mengajak korban makan bersama sebelum melakukan perbuatannya. Kemudian korban dibawa masuk, ditampilkan video seks untuk memotivasi korban. Pelaku mengambil tindakan setelah marah-marah,” ujarnya.

Menurut AKP Sandro, sebagian besar korban berasal dari lingkungan tempat tinggal pelaku, yang dikenal dengan lingkungannya. Bahkan, tertulis satu dua anak yang beralamat di Kota Yogyakarta.

Karena berlangsung lama dan berulang, Wildon Solichin, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sleiman mengatakan, hal itu berdampak pada perubahan pola pikir para korban.

“Korban anak-anak karena terpapar dalam waktu lama, menganggapnya biasa saja, bukan sesuatu yang salah atau menyimpang. Perilaku itu tidak normal, mereka menganggap tindakan abnormal itu sebagai tindakan biasa,” ujarnya.

Saat ini, kelompoknya sedang mendampingi tiga korban dengan program modifikasi perilaku untuk menormalkan pemikiran mereka dan menjadikan korban sebagai anak normal. Wilden mengatakan waktu pemulihannya tidak bisa diprediksi.

Dalam hal ini, menurut Wildan, ada satu hal penting yang disampaikan pihak layanan P3AP2KB Sleman, yakni agar orang tua tidak mengabaikan aktivitas anaknya dan tidak terus-terusan berkomunikasi dengan orang yang mempunyai hubungan dengan anaknya.

“Aktivitas pelaku berdiam diri di rumah tidak sembarangan seperti konsumsi miras dan narkoba, tindakannya bagus, tapi ada tindak pidana lain selain miras dan narkoba,” ujarnya.

Akibat dari perilaku seksual menyimpang sangat berbahaya dan berdampak pada jiwa dan pikiran korbannya sehingga merugikan prinsip kekal kemanusiaan. Dinas P3AP2KB Sleman ingin mengambil langkah besar untuk meningkatkan kesadaran tentang ancaman lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *