Berita

Penuturan Sang Ayah yang Anaknya Dianiaya hingga Koma di Lingkungan Sekolah di Tebet

thedesignweb.co.id, Jakarta – Geram dan marah, emosi tersebut mengalir di benak Mukti saat melihat putranya terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Putranya, AAP (16), siswa kelas 10 Madrasah Aliyah (MA) As-Syafi’iyah 01, Mangarai, Tibet, Jakarta Selatan, mengalami luka parah di kepala akibat penganiayaan brutal. Bahkan anaknya pun memiliki jejak kaki di wajahnya.

“Ya, dia menginjaknya beberapa menit lalu berbalik dan sepatu sebelah kiri sebelah kanan patah. sebelah kanan pecah-pecah dan bengkak, otak sebelah kiri berdarah dan otak rusak. , “katanya.

Mukti (49) tidak mengetahui langsung tragedi yang menimpa anaknya. Awalnya, katanya, ponselnya menunjukkan ada panggilan masuk. Dia melihat nomor tak dikenal memanggilnya.

Ternyata itu nomor guru tempat anaknya belajar. Guru bercerita tentang putranya yang berada di rumah sakit. Dia meminta untuk segera datang.

Mukti dibawa ke rumah sakit. Suasana di rumah sakit sudah ramai, lebih banyak anak berseragam sekolah dan guru. Anaknya, saya tidak terbangun di ruang gawat darurat (UGD).

Ternyata salah satu pelajar yang menelantarkan anaknya itu diduga melakukan tindak pidana. Lalu Mukti meminta penjelasan.

– Apa yang kamu lakukan pada anakku? Seberapa besar kesalahan anakku padamu, kenapa kamu melakukan hal setengah mati ini?

Kronologi kejadiannya banyak versinya. Teman-teman yang membawa anak tersebut ke rumah sakit mengatakan, anak tersebut diseret oleh sesepuh ke jalan dekat masjid. Ada sekelompok anak-anak yang menunggu, dan tiba-tiba, karena tidak mengetahui akar masalahnya, terjadilah perkelahian.

“Dia menunggu beberapa orang,” kata Mukti. Jadi, sampai kejadian seperti ini terjadi, kepala anak saya hancur.”

Sementara itu, guru mengatakan perkelahian itu hanya masalah sepele. Mukti meragukan pernyataan tersebut. Lagi pula, dia belum bisa mendengar cerita bocah itu secara langsung karena dia masih belum sadarkan diri.

Dia berkata: “Dia bilang dia berbuat macam-macam karena seorang gadis yang berselingkuh dengan anak laki-laki (perempuan) saya dan kemudian kakak laki-laki saya (penjahat) memberikan nasihat kepada anak saya, saya tidak tahu masalahnya anak saya sampai saat ini belum bisa membicarakannya.

Sementara itu, polisi menggambarkan insiden itu sebagai perkelahian satu lawan satu. Mukti juga curiga. Ia yakin pelakunya lebih dari satu sehingga meminta polisi mengusutnya.

Kata Mukti, “Kalau dibilang berkelahi, kalau kondisinya seperti ini, maka logikanya benar, anak saya tidak ada sampai mati seperti ini, sepatunya diinjak-injak dengan sepatu.”

Kalaupun ada, tidak berakibat fatal, tambahnya.

 

Mukti sendiri menyayangkan pengawasan pihak sekolah. Dia mempertanyakan tanggung jawab sekolah atas keselamatan anak-anaknya.

“Kasihan pihak sekolah, berisik sekali, kenapa tidak diawasi dari pihak sekolah,” ujarnya.

Mukti, seperti kebanyakan orang tua, hanya ingin keadilan ditegakkan. Pihaknya mengharapkan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.

“Kalau pelakunya akan dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum Indonesia, seperti membunuh anak saya ya,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *