THE NEWS Pernyataan Cawagub Banten Dimyati ‘Wanita Jangan Dikasih Beban Berat Apalagi Jadi Gubernur’ Tuai Kontroversi
thedesignweb.co.id, Jakarta – Pernyataan mengejutkan calon Wakil Gubernur Banten nomor urut 2 Dimayati Natakusumah dilontarkan saat tanya jawab debat Pilkada Banten di Auditorium Menara Kompleks Bank Mega Transmedia, Rabu (16/16/2017). 10/2024).
Dimyati yang berpasangan dengan Andra Soni sebagai Kagab ditanyai oleh Ade Sumerdi Kagab, Erin Rachemi, Nomor 1 tentang langkah yang diambil untuk mengatasi maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Banten.
Jawaban-jawaban yang keluar mengerucut pada perempuan dan terkesan patriarki.
Perempuan harus lebih diperhatikan, karena perempuan itu istimewa maka perempuan harus kita lindungi ya, Rasulullah juga bersabda, siapa yang menghormati perempuan maka akan dihormati, jadi perempuan jangan terlalu berat, apalagi gubernur. Sulit untuk mengetahui bahwa ini luar biasa. Jadi laki-laki harus membantu semaksimal mungkin untuk melihat kemajuan Banten, kata Dimitati dalam debat tersebut.
Dimyati juga mengatakan, “Jika tidak menghargai perempuan, menyuruh perempuan bekerja keras, memperjuangkan kepemimpinan, mengasihani perempuan, menghormati perempuan yang berakhlak mulia, menghargai perempuan dengan mudah, maka sebaiknya mendidik perempuan. Itu bagus,” kata Damati. sekali lagi, “Tantangan Banten ke depan akan semakin berat.”
Jawaban ini pun menimbulkan kontroversi di masyarakat. Bukannya menyerang lawan debat, Wagub Irin Rajami, ucapan Wagub Banten Dimyati justru terkesan menghina perempuan.
Terkait pernyataan kontroversial calon Gubernur Banten nomor urut 2, Pengamat politik Needham TT Angreni saat dihubungi tim daerah thedesignweb.co.id, Kamis (17/10/2024) mengatakan kehadiran dan kepemimpinan perempuan dalam politik dan pemerintah. Sesuatu yang tidak perlu dibicarakan. Dalam negara demokratis, perempuan mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta berpartisipasi sebagai administrator publik.
“Pola pikir yang menempatkan perempuan pada pekerjaan rumah tangga dan meragukan kapasitas dan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan kehidupan publik merupakan bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan konstitusi dan hak asasi manusia,” ujarnya.
TT juga mengatakan, penggunaan kata-kata atau narasi terpuji dengan menjauhkan perempuan dari ruang publik merupakan bentuk marginalisasi terhadap perempuan.
“(Pernyataan ini) jauh dari mengagung-agungkan perempuan. Padahal, pernyataan tersebut justru telah mendiskriminasi dan meminggirkan perempuan di kancah politik dan publik,” ujarnya.
Menurut TT, pernyataan tersebut sangat disayangkan. Seorang calon kepala daerah atau wakil kepala daerah harus memenuhi paradigma dan konsep keadilan dan kesetaraan gender.
“Debat sebaiknya fokus mengkaji dan menjelaskan pandangan, gagasan, dan program para calon. Di antara praktik demokrasi konstitusional Indonesia, tidak boleh ada lagi kepemimpinan perempuan,” ujarnya.