Pertamina Jadi Penyumbang Pajak Terbesar ke Negara, Capai Rp 304 Triliun
thedesignweb.co.id, Jakarta PT Pertamina (Persero) mencatatkan diri sebagai perusahaan pelat merah penyumbang pajak terbesar bagi negara, didukung oleh kinerja perusahaan yang terus membaik.
Wakil Kepala Pertamina Wiko Migantoro mengatakan pembayaran pajak mendominasi kontribusi perseroan kepada negara. Sebanyak 74 persen dari total pembayaran kepada negara merupakan komponen pajak.
“Selalu mampu membayar pajak. Pada tahun 2023, kita mampu memberikan kontribusi pajak, dividen, PNBP, dan bonus penandatanganan sebesar Rp304 triliun sehingga menjadikan kita sebagai penyumbang pajak negara terbesar di negeri ini,” kata Vico dalam sidang. Bersama Komite VI DPR RI, Rabu (4/12/2024).
Tarif pembayaran pajak Pertamina menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2021, pajak akan menyumbang 70% dari total kontribusi korporasi kepada negara sebesar Rp 167,7 triliun. Pada tahun 2022, angka tersebut meningkat menjadi 71% dari Rp 307,2 triliun. Sedangkan pada tahun 2023, pajak mencakup 74 persen dari total Rp304,7 triliun.
Selain kontribusi pajak, Pertamina juga menjadi BUMN dengan belanja produk dalam negeri terbesar yakni mencapai Rp 374 triliun. Pengeluaran ini berdampak ekonomi hingga Rp 1.900 triliun dan melibatkan 4,1 juta pekerja.
Estimasi multiplier effect belanja daerah mencapai Rp1.900 triliun dengan 4,1 juta karyawan terlibat dalam operasional kami, tambah Wiko. Laba bersihnya mencapai Rp 42 triliun
Pertamina membukukan laba bersih sebesar USD 2,66 miliar atau sekitar Rp 42,1 triliun (kurs Rp 15.833) hingga Oktober 2024. Kinerja positif tersebut didorong oleh pendapatan perseroan yang mencapai USD 62,5 miliar pada periode Januari-Oktober 2024.
“Hingga Oktober 2024, kita bisa mencatatkan laba bersih sebesar $2,66 miliar dengan pendapatan sebesar $62,5 miliar,” kata Wiko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (3/12/2024).
Pada tahun 2022, laba bersih Pertamina sebesar $3,81 miliar dengan pendapatan $84,9 miliar. Angka ini akan meningkat pada tahun 2023 menjadi $4,4 miliar, meskipun pendapatan akan turun menjadi $75,8 miliar.
Vico menjelaskan, penurunan pendapatan pada tahun 2024 disebabkan oleh anjloknya harga minyak dan gas dunia. Namun, perusahaan mampu memaksimalkan bisnis hilir yang lebih menguntungkan.
“Pendapatan memang menurun karena harga komoditas global, namun kita diuntungkan dengan posisi bisnis hulu yang lebih menguntungkan. Di sisi hilir ada koreksi akibat anjloknya harga minyak global,” jelasnya.
Vico tetap optimistis tren positif ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024. Ia menargetkan pendapatan Pertamina setidaknya bisa menyamai capaian tahun 2023.
“Kami optimistis hingga akhir tahun pendapatan bisa sama dengan tahun lalu”, tegasnya.