THE NEWS Polemik Pemasangan Chattra di Candi Borobudur, Dikritik Merusak Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO
thedesignweb.co.id, Jakarta – Kabar pemasangan chatra di Candi Borobudur memang ramai diperbincangkan di media sosial sejak akhir pekan lalu, meski sebenarnya bukan hal yang baru. Pernyataan publik terpecah, dan kritik menyebut pemasangan chatra, yaitu struktur mirip payung di atas stupa utama Candi Borobudur, merupakan “kerusakan terhadap Situs Warisan Dunia UNESCO”.
Dalam pemberitaan Balai Konservasi Borobudur yang dilansir di website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Selasa (9/10/2024), Direktur Pakar Muda Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan, “Kita perlu mengedepankan kebijakan politik yang bisa diterima semua orang, karena para arkeolog berupaya melestarikan keaslian Candi Borobudur, sekaligus berusaha mendengarkan keinginan umat Buddha,” usai Rapat Koordinasi Pemasangan Stupa Chattra Candi Induk Borobudur di Grand Artos Hotel & Convention Magelang, Jumat 9 Agustus 2024.
Anton menjelaskan, karena adanya perbedaan rencana pemasangan chattra, maka diperlukan solusi politik agar semua pihak menerima dan tidak ada pihak yang menyalahkan masyarakat. “Kita perlu secara hitam-putih bahwa ada perintah atau instruksi yang meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendampingi pemasangan chattra tersebut,” ujarnya.
Pemasangan chattra di Candi Borobudur, kata dia, sebaiknya dibalik. Artinya dapat dikembalikan ke keadaan semula dan tidak merusak struktur stupa induk yang ada saat ini. Hal ini untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan baru terkait chattra.
Direktur Kebijakan Pembangunan Manusia, Kependudukan, dan Kebudayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional, Anugera Vidyanto, mengatakan tim khusus yang dibentuk untuk menyelidiki instalasi chattra memutuskan untuk tidak menggunakan chattra yang dibuat ulang oleh insinyur Belanda Theodore van Erp yang mengawasi pemugaran pertama Candi Borobudur pada tahun 1907-1911.
“Mereka akan menyediakan beberapa model sesuai dengan kebutuhan umat Buddha, jadi kami tidak akan memasang semua batu yang disusun van Erp, melainkan hanya batu asli yang akan kami pasang nanti,” kata Anugera.
Instalasi chattra karya van Erp diyakini terinspirasi dari relief Gandawyuha di lorong kedua candi Borobudur. Relief tersebut merupakan teks religi yang melambangkan puncak spiritual umat dalam mengasimilasi ilmu pengetahuan tertinggi. Relief ini terpahat pada dinding dan langkan Candi Borobudur.
Menurut Balai Konservasi Borobudur, upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali, yaitu Pemugaran I pada tahun 1907-1911.
Reformasi pertama didanai penuh oleh pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Theodore van Erp. Saat itu, sasaran pemugaran terutama terfokus pada bagian puncak candi, yakni tiga pelataran melingkar dan stupa tengah.
Pada saat itu dipasang Chattra, namun karena sebagian batunya tidak ditemukan, maka struktur payung di atas stupa Candi Borobudur dicopot kembali. Pemugaran bagian bawah disebut “tambal sulam”, seperti memperbaiki dan meratakan koridor, serta memperbaiki dinding dan langkan tanpa membongkarnya, agar terlihat kembali.
Upaya konservasi telah dilakukan sejak awal oleh pemerintah Hindia Belanda. Kelompoknya terus melakukan observasi dan penelitian terhadap Candi Borobudur seiring dengan terus berlangsungnya proses kerusakan dan pelapukan batu candi.
Ada tiga hal yang menyebabkan rusaknya dan pelapukan batu candi, menurut keputusan panitia yang dibentuk pada tahun 1924. “Ketiganya adalah korosi, kerja mekanis, serta gaya tekanan dan tegangan pada batu itu sendiri (O.V. 1930: 120-132). ).” catatan Pemugaran Pusat Konservasi Borobudur II 1973-1983
Berdasarkan perbandingan kondisi saat itu dengan foto yang diambil oleh Theodore van Erp 10 tahun lalu, diketahui proses kerusakan batu Candi Borobudur terus berlanjut dan semakin parah. Hal ini terutama berlaku untuk dinding timbul.
Begitu Indonesia menjadi anggota PBB, otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga tersebut, Indonesia mulai mengajak dunia internasional untuk ikut membantu menyelamatkan bangunan bersejarah tersebut.
Upaya ini membuahkan hasil dengan pendanaan dari Pelita dan UNESCO. Pada tahun 1975, pemugaran total candi Borobudur dimulai. Karena panggung Arupadhatu masih dalam kondisi baik, maka hanya panggung bawah saja yang dibongkar.
Pembongkaran tersebut melibatkan tiga jenis pekerjaan. Pertama, tekno-arkeologi, yaitu menghilangkan seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat persegi panjang di atas dasar candi.
Kemudian pekerjaan konstruksi. Bentuknya berupa pemasangan pondasi beton bertulang untuk menopang Candi Borobudur pada seluruh tingkat dengan saluran air dan lapisan kedap air pada strukturnya.
Terakhir, pekerjaan kemiko arkeologi yang meliputi pembersihan dan pelestarian batu-batu candi Borobudur. Batu-batu yang telah dibersihkan oleh mikroorganisme yaitu lumut, jamur dan mikroorganisme lainnya kemudian disusun kembali sesuai bentuk aslinya.