PPN Indonesia Tertinggi di ASEAN, tapi Masih Rendah dari Anggota OECD
thedesignweb.co.id, Jakarta Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Melansir ANTARA, Rabu (18/12/2024), dengan kebijakan tersebut, Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN).
Meskipun negara-negara lain di kawasan ini menerapkan tarif PPN yang lebih rendah, Indonesia dan Filipina memiliki tarif PPN tertinggi. Perbandingan tarif PPN
Meski tarif PPN Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara tetangga ASEAN, Menteri Keuangan Sri Maliani Indrawati menegaskan tarif tersebut masih dinilai moderat secara global.
Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Brazil, Afrika Selatan dan India memiliki tarif PPN masing-masing sebesar 17%, 15% dan 18%.
Sri Maliani menjelaskan dibandingkan banyak negara di dunia, tarif PPN di Indonesia bukanlah yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tarifnya tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN, namun Indonesia masih memiliki tarif yang relatif rendah dalam konteks global.
Di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) menjadi penyumbang utama penerimaan negara.
PPN dikenakan atas transaksi barang dan jasa, sedangkan PPnBM dikenakan atas barang mewah seperti kendaraan, perhiasan, dan properti. Kedua pajak tersebut berperan penting dalam mengatur konsumsi dan mendukung pemerataan ekonomi, serta mencerminkan kebijakan fiskal yang progresif. Data tarif PPN untuk negara-negara ASEAN
Daftar tarif PPN di negara-negara ASEAN adalah sebagai berikut: Filipina: 12 persen Indonesia: 11 persen, akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025 Kamboja: 10 persen Laos: 10 persen Malaysia: 10 persen untuk pajak penjualan, 10 persen untuk pajak jasa 8 persen Vietnam: 10 persen, turun menjadi 8 persen pada Juni 2025 Singapura: 9 persen Thailand: 7 persen Myanmar: 5 persen Brunei: 0 persen Timor Timur: 0 persen untuk PPN dalam negeri, 2,5 persen untuk PPN barang/jasa impor
Dengan demikian, pada tahun 2025 tarif PPN Indonesia mencapai 12 persen, menjadikannya tertinggi di ASEAN bersama Filipina.
Namun tarif PPN Indonesia sebesar 12 persen masih lebih rendah dibandingkan rata-rata OECD. Oleh karena itu, penting untuk membandingkan posisi Indonesia dalam konteks perekonomian regional dan global.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Dalam kebijakan tersebut, Pemerintah menegaskan produk pangan tetap dibebaskan dari PPN.
Menurut Media Wahyudi Askar, Ekonom dan Direktur Kebijakan Publik CELIOS, kebijakan tersebut sebenarnya bukan hal baru.
Pengecualian produk pangan dari PPN diatur karena UU No. 42 Tahun 2009, jauh sebelum hadirnya Undang-Undang Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun 2021.
Oleh karena itu, klaim pemerintah bahwa ini adalah kebijakan baru lebih dilihat sebagai taktik politik untuk menangkis kritik masyarakat.
Faktanya, kenaikan tarif PPN masih berlaku untuk sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah, jelas Wahidi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/12/2024).
Wahyudi menilai kebijakan tersebut dapat meningkatkan tekanan ekonomi terhadap masyarakat kelas bawah dan menengah.
Kenaikan PPN sebesar 12 persen akan menambah biaya kelompok miskin sebesar Rs 101.880 per bulan, sedangkan kelas menengah akan mendapat tambahan biaya sekitar Rs 354.293 per bulan.
“Kebijakan ini akan meningkatkan kecenderungan kelas menengah untuk terjerumus ke dalam kelas menengah lemah.” Kementerian Keuangan saat ini sangat pandai bermain-main dengan kata-kata. Pemerintah dan DPR seolah-olah menghilangkan pajak pertambahan nilai barang pokok. “Sebenarnya. pengecualian ini telah berlaku sejak 2009. Faktanya, PPN terus meningkat pada hampir seluruh barang yang dikonsumsi masyarakat bawah,” tegas Vahidi.