Bisnis

WEB NEWS Prabowo Bidik Cukai Minuman Berpemanis Rp 3,8 Triliun, Sanggup?

thedesignweb.co.id, Jakarta Penerimaan pajak minuman manis dalam kemasan (MBDK) ditargetkan mencapai Rp 3,8 triliun pada tahun 2025, saat tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dimulai.

Namun angka tersebut lebih rendah dibandingkan target pajak konsumsi MBDK tahun ini sebesar Rp 4,3 triliun. Hal ini memperhitungkan perkembangan perekonomian pada tahun depan.

M. Aflah Farobi, Direktur Pendapatan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada Media Meeting Tahun 2020: “Pajak MBDK tahun ini sebesar Rp 4,3 triliun, dan tahun depan pada tahun 2025 tercatat sebesar Rp 3,8 triliun . Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).

“Kenapa rendah? Kemarin kita sudah bertemu dengan DPR dan melihat penerapan Pajak Konsumsi Khusus MBDK harus dikaji sesuai dengan kemajuan ekonomi,” ujarnya. Tarif Simulasi 2,5%.

Aflah melanjutkan, target bagi hasil sektor MBDK dibuat dengan simulasi tarif 2,5%.

Namun Aflah mengaku belum bisa membeberkan lebih detail produk minuman manis apa saja yang akan dikenakan cukai karena akan dibahas lebih lanjut saat pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto resmi terbentuk.

“Kajian kita masuk 2,5%, jadi kita belum putuskan. Ini akan mempengaruhi kebijakan pemerintah yang baru nanti seperti apa,” ujarnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap Peraturan No. 28 Tahun 2024 tentang Batas Maksimal Kadar Gula, Garam, dan Lemak (GGL) pada makanan olahan dapat mengadakan konsultasi publik sebelum penerapan cukai minuman.

“Menurut saya, banyak persiapan dan konsultasi publik yang harus dilakukan, terutama dengan para pelaku usaha, sebelum peraturan ini benar-benar bisa diterapkan,” kata Ketua Apindo Shinta W. Kamdani saat ditemui di Kantor Apindo di Sukabumi. , Senin (23/9/2024).

Shinta menjelaskan, pelibatan masyarakat ini merupakan langkah penting untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang akan dihadapi pengusaha pasca penerapan kebijakan tersebut.

“Mudah-mudahan prosesnya perlu transisi. Oleh karena itu, aturan ini tidak bisa serta merta dilaksanakan, karena dengan situasi saat ini, kami tidak ingin menambah beban lagi,” jelasnya.

“Kami juga ingin melihat bagaimana penerapannya. Kami juga ingin pendapat para pelaku usaha yang mungkin terkena dampak kebijakan ini,” ujarnya.

Masukan yang telah diberikan Selain itu, Shinta juga menyatakan pihaknya telah memberikan masukan kepada Kementerian Kesehatan tentang pentingnya memastikan adanya transisi bertahap dalam penerapan kebijakan pajak konsumsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *