Regional

Profil Natalius Pigai, Tokoh HAM Asal Bumi Cendrawasih yang Ditunjuk jadi Menteri Hak Asasi Manusia

Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menunjuk Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia Kabinet Merah Putih periode 2024-2029. Nama Natalius diumumkan Prabowo dalam pengumuman kabinet buruh pada Minggu (20/10/2024) malam. 

Natalius Pigai SIP Menteri Hak Asasi Manusia, kata Prabowo saat nama menteri diumumkan di Istana Jakarta, Minggu (20/10/2024).

Natalius Pigai merupakan sosok Bumi Sendravasi yang dikenal sebagai sosok yang vokal memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Ia memiliki sejarah panjang sebagai pembela hak asasi manusia, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat Papua.

Lahir di Paniai, Papua Tengah, Natalius tumbuh di lingkungan keluarga sederhana bersama kedua saudaranya, Yulius Pigai dan Hengky Pigai. Pendidikan formal beliau adalah dari Community Government College, Desa Yogyakarta, dimana beliau memperoleh gelar Bachelor of Science in Government (S.I.P.).

Selain pendidikan formal, Natalius menyelenggarakan berbagai program pendidikan informal, antara lain pendidikan statistika di Universitas Indonesia pada tahun 2003, pelatihan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2005, dan pelatihan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara. Pada tahun 2010-2011.

Natalius memulai karirnya sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Penyiaran pada era Irga. Alhilal Hamdi dan Yacob Nuwa Wea dari tahun 1999 hingga 2004. Selama periode ini ia juga bekerja sebagai moderator bincang interaktif di TVRI yang membahas isu-isu politik dan pemerintahan dari tahun 2006 hingga 2008.

Selain itu, Natalius pernah bekerja sebagai konsultan pada Deputi Pengawasan BRR Aceh-Nias dan tim pendukung Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri di bawah Prof. Dr. Djohermansyah Johan dari tahun 2010 hingga 2012.

Sebagai putra Papua, Natalius Pigai tidak hanya aktif di pemerintahan tetapi juga di berbagai organisasi masyarakat sipil. Pada tahun 1999 hingga 2002, ia bergabung dengan Yayasan Sejati yang memperjuangkan hak-hak kelompok marginal di Papua, Dayak, Sasak, dan Aceh.

Natalius pernah menjadi staf peneliti di Graha Budaya Indonesia-Jepang (1998-2001) serta staf di Yayasan Sindelarus yang fokus pada pengembangan kearifan adat dan hak-hak petani.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *