Bola

Profil Taufik Hidayat, Peraih Medali Emas Olimpiade yang Jadi Wakil Menteri Olahraga Kabinet Merah Putih

thedesignweb.co.id, Jakarta – Nama Tawfik Hidayat sudah menjadi simbol tak terbantahkan di dunia olahraga baik nasional maupun internasional.

Peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 dan juara dunia 2005 Taufik merupakan legenda bulu tangkis tunggal putra Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga (Wamenpora) Republik Indonesia pada Kabinet Merah Putih tahun 2024. periode 2029.

Pertemuan itu diharapkan terjadi seiring Taufik menerima undangan Prabowo Subianto di kediamannya di Jalan Kertangara, Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2024).

“Saya diminta berkontribusi pada kabinetnya berdasarkan bidang yang saya geluti,” kata Tawfiq dalam kesempatan itu.

Perjalanan Tawfiq dari dunia olahraga hingga menyandang status olimpiade lalu memasuki ranah politik dan pemerintahan merupakan kisah yang menarik. Profil dan jalur karirnya adalah sebagai berikut. Awal Karir Taufiq Hidayat

Lahir 10 Agustus 1981 di Bandung, Jawa Barat, Taufik sudah memiliki minat dan bakat di bidang bulutangkis sejak kecil.

Semasa kecil, Taufik bergabung dengan Klub Bulutangkis SGS PLN Bandung di bawah bimbingan Iie Sumirat.

Sebagai anak dari Aris Haris dan Henokh Dartilah, Tawfiq menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Pada usia 16 tahun, ia menjuarai Kejuaraan Junior Asia 1997 di Manila pada kategori tunggal putra dan membantu timnas junior putra Indonesia meraih perak di ajang yang sama.

Pada usia 17 tahun, Tawfiq meraih hasil lain: pada tahun 1998, ia memenangkan Brunei Open 1998 dan mencapai semifinal Kejuaraan Asia 1998 dan Indonesia Open 1998.

Tak butuh waktu lama bagi Tawfiq untuk meraih lebih banyak gelar di berbagai kompetisi bergengsi dunia. Pada tahun 1998, ia bersama tim bulu tangkis putra Indonesia menjadi juara Asian Games 1998 di Bangkok.

Setahun kemudian, ia meraih gelar Indonesia Terbuka pertamanya. Di tahun yang sama, Tawfiq juga mencapai final All England dan Singapura Open, meski gagal meraih trofi.

Pada tahun 1999, ia memenangkan medali emas di tunggal putra dan beregu putra di SEA Games Bandar Seri Begwan, serta beregu putra di Piala Asia Ho Chi Minh.

 

Rentetan prestasi Tawfiq sejak remaja hingga awal karir di elite membawanya menduduki peringkat teratas dunia di usia 19 tahun setelah sukses menjuarai Malaysia Open, Asian Championship, Indonesia Open, dan menjadi All Englander. Finalis untuk kedua kalinya.

Sebagai pemain tunggal putra Indonesia yang menjanjikan, Taufik tak gentar. Dia lolos ke Olimpiade Sydney 2000, pengalaman pertamanya di acara tersebut. Di Sydney, ia terhenti di perempat final setelah kalah dari Ji Jinping dari Tiongkok.

Empat tahun kemudian, Tawfiq meraih medali emas di Olimpiade Athena 2004. Ia mengalahkan banyak pemain top seperti Wong Chung Han dari Malaysia, Peter Gade dari Inggris, dan Sean Seung-mo dari Korea Selatan.

Di tahun yang sama, Tawfiq sukses mempertahankan gelar Indonesia Open dan meraih gelar Asian Championship untuk kedua kalinya.

Pada bulan Agustus 2005, Tawfiq menambah koleksi gelarnya dengan memenangkan Kejuaraan Dunia 2005 di AS, mengalahkan peringkat satu dunia Lin Dan di final.

Dengan hasil ini, Tawfiq menjadi pemain tunggal putra pertama yang berturut-turut meraih gelar Dunia dan Olimpiade.

Antara tahun 2006 dan 2007, Taufeek memenangkan gelar di Asian Games Doha 2006, Indonesia Terbuka 2006, Kejuaraan Asia Johor Bahru 2007 dan SEA Games Nakhon Ratchasima 2007.

Dengan demikian, selama karirnya, Tawfiq mengoleksi tiga gelar Kejuaraan Asia (2000, 2004, 2007), dua medali emas Asian Games (2002, 2006), dua medali emas SEA Games (1999, 2007) dan enam gelar juara. Indonesia Terbuka Bergengsi (1999, 2000, 2002, 2003, 2004, 2006).

 

Empat tahun setelah Olimpiade Athena, Tawfiq berkompetisi di Olimpiade Beijing 2008, namun harus mundur di babak kedua. Setahun kemudian, Tawfiq memutuskan keluar dari Pusat Latihan Nasional (Pelatnas) PBSI Sipayug untuk menjadi atlet profesional.

Ia berkompetisi di Olimpiade terakhirnya di London pada tahun 2012, namun kembali tersingkir di babak 16 besar.

Pada tahun yang sama, ia mendirikan pusat pelatihan bulu tangkis bernama Tawfik Hidayat Arena (THA) di Siracas, Jakarta Timur.

Selain hasil individu, Taufik juga mengikuti berbagai kejuaraan beregu internasional di tim bulu tangkis nasional Indonesia.

Ia berhasil membawa tim meraih Piala Thomas pada tahun 2000 dan 2002 di Kuala Lumpur dan Guangzhou. Sedangkan pada edisi 2004, 2006, dan 2008, tim bulu tangkis putra hanya mampu meraih medali perunggu, dan pada 2010 berhasil meraih medali perak.

Pada Kejuaraan Beregu Campuran Piala Sudirman, tim bulu tangkis Indonesia berhasil membawa pulang medali perak pada tahun 2001, 2005, dan 2007, sedangkan pada tahun 1999, 2003, dan 2011, tim Indonesia hanya meraih medali perunggu.

Pada Asian Games 1998, tim putra yang diperkuat Tawfiq berhasil meraih medali emas. Namun pada edisi 2002, tim putra hanya meraih satu medali perak dan pada tahun 2006 dan 2010, tim putra kembali meraih medali perunggu.

Tawfiq mencatatkan 413 kemenangan dan hanya 138 kekalahan dalam karir bulutangkisnya.

Pada tahun 2013, Tawfiq Hidayat mengakhiri karir bulu tangkisnya dengan pensiun setelah kalah pada pertandingan terakhirnya di Indonesia Open di Istora Senayan.

Setelah pensiun, Tawfiq Hidayat menjabat sebagai Wakil Presiden Unit Pelaksana Program Indonesia Emas (Satalak Prima) pada tahun 2016-2017 dan sebagai Staf Khusus Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tahun 2017-2018.

Taufiq Hidayat mengawali terjunnya ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrat pada tahun 2018. Namun keterlibatan politiknya tidak bertahan lama sehingga ia memutuskan mundur.

Selain itu, pada Pilkada 2024, Tawfiq Hidayat turut serta menjadi anggota DPR Jawa Barat II. Daerah pemilihan (Dapil) oleh Partai Garindra namun gagal maju ke Senayan.

Di sisi lain, ia merupakan suami dari Taufik Hidayat Ami Gumelaar yang merupakan putri mantan Menteri Pertahanan dan Menteri Perhubungan RI Agum Gumelaar.

Taufiq dan Amina menikah pada tahun 2007 dan dikaruniai dua orang anak, Natari Alika Hidayat dan Nayottama Pravira Hidayat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *