THE NEWS Redupnya Pamor Factory Outlet yang Pernah Berjaya Menarik Wisatawan
thedesignweb.co.id, Jakarta – Industrial Office (FO) sukses menarik wisatawan pada era 1990-an hingga 2000an, khususnya di Bandung, Jawa Barat. Kondisinya tidak baik sekarang. Menurut informasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, jumlah FO yang hidup hanya 20 toko yang sebagian besar berlokasi di Kota Bandung.
Popularitas yang menurun membuat Perry Tristianto menutup bisnis FO miliknya pada tahun lalu. Bahkan, orang ini pernah disebut sebagai Raja FO. Ia mengalihkan usahanya ke kawasan Bandung dan sekitarnya yang menarik wisatawan, seperti The Ranch, Farm House dan The Greater Asia Africa.
“Produknya (FO) sudah lama ada sejak tahun 1995. Tidak bisa bertahan lama karena wisatawannya sudah berubah. Dulu Cihampelas dan Cibaduyut sukses, tapi sekarang ya karena gaya hidup sudah berubah maka sudah tidak ada lagi. .” Kepada thedesignweb.co.id Lifestyle Group, Jumat 27 September 2024 menceritakannya.
Padahal, bisnis FO sudah diprediksi sejak lama tidak akan bertahan lama. Namun nafasnya mungkin akan lebih panjang karena salah satunya diubah untuk kepentingan wisatawan.
FO telah menarik perhatian konsumen yang ingin membeli produk branded dengan harga lebih murah. Para pedagang banyak menjual sisa-sisa pabrik garmen, mengingat sebagian besar sentra produksinya berada di Jawa Barat. Sistem bekerja sampai kondisi berubah.
“Sejak 2001 tidak ada (total ekspor sisa produk), semua perusahaan mengekspor barangnya.-10,” ujarnya.
Perry pada tahun 2010 Ia mencatat bahwa pada tahun 2007, bisnis FO yang lambat mengalihkan inventaris mereka dari peralatan ekspor yang hilang ke peralatan KW yang diimpor. Dia menjelaskan alasannya karena ada konsumen yang menginginkannya.
“Kalau pembeli tidak mau, kami tidak akan menjualnya. Pembeli tidak tahu? Mereka tahu,” ujarnya.
Namun, hal itu tidak akan bertahan selamanya. Menurut dia, minat wisatawan untuk memasarkan wisata sudah berubah menjadi wisata kuliner atau wisata Instagramable. Oleh karena itu, para pemilik FO yang masih menjalankan usahanya membuat perbedaan dengan menawarkan warung makan.
“Yang buka restoran hari-hari ini kan sibuk. Jadi lari ke restoran, hotel, kafe, atau tempat makan FO. Brung,” tegasnya.
Ditanya apakah FO bisa bangkit kembali, Perry mengatakan, “Kami melihat potensi wisatawan. Kalau kita terus berdagang lagi, bisnisnya aktif lagi, kami – kami akan buka kembali.”
Meski begitu, Direktur Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Benny Bachtier mengatakan, meski FO belum mampu menarik banyak wisatawan domestik, namun banyak wisatawan mancanegara yang berminat membeli produk berkualitas dengan harga terjangkau. . Misalnya saja pelancong dari Malaysia.
“Saya masih sering belanja di FO kalau ke Bandung karena perbedaan harga yang sangat jauh di negaranya,” ujarnya.
Bini tidak memungkiri, destinasi wisata di Jabar masih fokus pada wisata alam dan destinasi baru. Mal dan supermarket modern yang menawarkan produk dari merek internasional menjadi pilihan lain bagi wisatawan yang mencari pengalaman berbelanja berbeda.
Ia juga menyebutkan beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan tajam permintaan pasar terhadap FO. Pertama mengenai perubahan kebiasaan belanja konsumen yang terjadi saat ini dengan belanja online. “Hadirnya platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada semakin memudahkan konsumen berbelanja tanpa perlu keluar rumah sehingga mengurangi kebutuhan membeli langsung di FO.”
Kedua, terkait kebijakan pemerintah yang memfasilitasi program impor sehingga berdampak pada pasar lokal. Hal ini pada gilirannya memberikan kemudahan akses terhadap produk impor sehingga konsumen dapat menikmati merek internasional dibandingkan dengan produk di FO.
Ketiga adalah pengaruh media sosial seperti Instagram, Tik Tok dan YouTube yang mengubah pola konsumsi dan referensi konsumen dalam memilih tren fashion. “Saat ini konsumen lebih peka terhadap tren global sehingga mendorong mereka untuk memilih produk dari merek besar seperti Uniqlo, Zara dan H&M yang kini banyak tersedia di pusat perbelanjaan di Jawa Barat,” ujarnya.
Meski mengalami penurunan yang cukup signifikan, namun bukan berarti bisnis FO kehilangan potensinya. Pengusaha harus mampu beradaptasi dengan keadaan. Ada beberapa strategi yang direkomendasikan Binney, antara lain: pemasaran kreatif: meningkatkan kehadiran digital melalui e-commerce dan media sosial, serta bermitra dengan influencer untuk menjangkau pasar yang lebih besar. Kemampuan beradaptasi dan perubahan: Mengikuti tren fesyen terkini dan terus memperbarui koleksi produk, penting dari sudut pandang konsumen. Desain toko yang menarik: Menjadikan interior toko menarik dan Instagram-friendly sehingga memberikan pengalaman berbelanja yang unik.
Pemerintah terus mendorong produsen melalui berbagai program seperti kampanye Kurudli Made in Indonesia, kata Benny, untuk meningkatkan permintaan masyarakat terhadap produk lokal. Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk digitalisasi dan pelatihan manajemen usaha agar para pelaku dapat beradaptasi dengan pasar.
“Pemerintah akan berperan dalam menciptakan lingkungan bisnis yang mendukung dengan memberikan pelatihan, workshop dan kemudahan akses teknologi digital bagi konsumen FO,” ujarnya.
Dalam upaya mencap FO sebagai wisata pemasaran, pemerintah telah menyusun strategi bisnis modern bersama para pelaku industri untuk menarik perhatian wisata FO baik dalam negeri maupun internasional.