Teknologi

Respons Elon Musk Ketika Ditawari Posisi di Kabinet AS Jika Donald Trump Terpilih Lagi

thedesignweb.co.id, Jakarta – Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, baru-baru ini ditawari posisi kabinet di pemerintahan Amerika Serikat (AS) jika Donald Trump terpilih kembali sebagai presiden.

Tawaran ini dilontarkan langsung oleh Donald Trump yang menyatakan bahwa Musk bisa menjadi penasihat kabinet jika pemilik media sosial X itu bersedia.

Berdasarkan laporan Reuters yang dikutip CNBC, Kamis (22/8/2024), tawaran tersebut langsung mendapat tanggapan dari Musk melalui akun X miliknya.

Dalam tweetnya, Elon Musk menulis: “Saya siap mengabdi.” Ia juga menyertai foto dirinya di podium dengan tulisan “Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE).

Dukungan Musk terhadap Donald Trump bukanlah hal yang mengejutkan, mengingat ia secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap kembalinya Trump ke Gedung Putih.

Hal ini terjadi tak lama setelah Trump nyaris menghindari upaya pembunuhan saat berkampanye di Pennsylvania barat.

Pada 12 Agustus, dalam sebuah wawancara yang disiarkan langsung di X/Twitter, Musk mendiskusikan dengan Trump gagasannya untuk membentuk “komisi efisiensi pemerintah”.

Musk telah menyatakan kesediaannya untuk membantu upaya tersebut jika Trump kembali menjabat.

Donald Trump akan menghadapi Wakil Presiden Kamala Harris, calon dari Partai Demokrat, pada pemilihan presiden AS 2024 yang akan digelar pada November mendatang.

Selanjutnya, Elon Musk kembali menjadi sorotan. Kali ini ia harus membayar ganti rugi sebesar 600 ribu dolar atau Rp 9,4 miliar kepada mantan karyawan Twitter yang kini bernama X.

Keputusan ini diambil setelah pengadilan Irlandia memutuskan bahwa pemecatan karyawan X/Twitter tidak adil.

Masalah ini bermula ketika bos X mengirim email ke stafnya di Twitter pada November 2022, memerintahkan mereka untuk setuju bekerja lebih lama.

Jika tidak menyetujui persyaratan tersebut, karyawan Twitter akan menghadapi pemutusan hubungan kerja, menurut RTE melalui Engadget pada Kamis (15/08/2024).

Sebuah email berjudul “Fork in the Road” memberi staf waktu 24 jam untuk menyetujui komitmen tersebut.

Mereka yang tidak mengklik “Ya” di email tersebut akan dipecat dan diberikan gaji tiga bulan.

Salah satu karyawan yang memilih untuk tidak menjawab “Ya” pada email tersebut, Gary Rooney, mantan eksekutif puncak di Twitter, baru-baru ini memenangkan gugatan terhadap perusahaan tersebut.

Komisi Hubungan Tempat Kerja (WRC) di Irlandia memutuskan pemecatan Rooney tidak adil.

Pejabat WRC Michael MacNamee menganggap ultimatum bos Tesla itu tidak adil dan menekankan bahwa penolakan untuk memberikan persetujuan tidak dapat dianggap sebagai pengunduran diri.

MacNamee mengatakan tenggat waktu 24 jam tidak masuk akal karena karyawan memerlukan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan pekerjaan mereka di masa depan.

“Tidak ada karyawan Twitter/X yang dapat disalahkan karena menolak memberikan persetujuan terbuka dan tanpa pengecualian,” katanya. 

Sebaliknya, mantan CEO Twitter Omid Kordestani menggugat X atas saham senilai $20 juta (sekitar Rp319 miliar) yang menurutnya perusahaan menolak untuk membayar.

Kordestani diketahui menjabat CEO Twitter pada 2015 hingga 2020. Ia juga duduk di dewan direksi hingga Elon Musk mengambil alih pada 2022.

Mengutip Engadget, Senin (8/12/2024), Kordestani mengajukan gugatan terhadap Elon Musk pada Jumat, 9 Agustus 2024, di Mahkamah Agung California, Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan gugatan tersebut, Kordestani bersedia meninggalkan pekerjaan bergaji tinggi di Google untuk bergabung dengan Twitter, yang menawarkan gaji ‘jauh lebih rendah’, hanya US$50.000 (sekitar Rp 800 juta). 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *