Regional

Sarapan Pagi dengan ‘Bilih’ Gurih, Ikan Kecil Endemik Danau Singkarak

thedesignweb.co.id, Solok – Ranah Minang selalu menawarkan beragam kuliner yang unik, menggugah selera dan tidak ditemukan di daerah lain. Seperti ikan bilih misalnya, ikan kecil ini merupakan hewan endemik Danau Singkarak.

Anda mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Danau Singkarak, danau ini membentang di dua wilayah Sumatera Barat yaitu Kabupaten Tana Datar dan Solok.

Di danau ini hidup seekor ikan kecil bernama Bilikh.

Beragam olahan ikan bili bisa Anda temukan di sekitar kawasan Danau Singkarak, beserta ikan segar tentunya.

Fillet ikannya tidak hanya digoreng saja melainkan dipepi atau dalam bahasa Minang disebut palai, kemudian ikan pangeknya juga diolah.

Dalam bahasa Indonesia, pangek artinya pigat, yaitu kari yang dimasak hingga kuahnya mengering. Olahan yang sangat pedas ini memiliki warna dominan kuning karena menggunakan banyak kunyit.

Jika ingin mencoba pangek ikan bilih, Anda bisa langsung mampir ke restoran yang ada di sekitar Danau Singkarak. Menyantap makanan khas Danau Singkarak tepat di tepi danau pasti lebih nikmat.

Saat ini ikan halibut juga dijual secara daring atau online yang biasanya dibanderol dengan harga Rp 200 ribu hingga Rp 240 ribu per kilogram.

Untuk ikan basah atau ikan segar dari danau harga per kilonya antara Rp 50k sampai 60k, lihat juga video unggulannya di bawah ini:

Saat ini banyak masyarakat yang melihat ikan bilih sebagai bisnis yang menjanjikan. Meski harganya tidak begitu murah, namun kuliner ini tetap digemari masyarakat dan wisatawan karena rasanya yang enak dan nikmat.

Rani Delvia, salah satu penjual halibut yang menjual produknya secara online, mengatakan kepada thedesignweb.co.id, permintaan halibut juga berasal dari wilayah Sumbar.

Wanita berusia 28 tahun ini telah menjual ikannya di Jakarta, Kalimantan, dan Jawa Timur. Sebenarnya Rani awalnya ragu untuk memulai bisnis ini karena sudah banyak orang yang memulainya.

“Saya suka masak, kebetulan saya warga Solok juga,” ujarnya.

Meski banyak pedagang ikan goreng di tepian Danau Singkarak, Rani tak gentar. Melalui koneksi yang ia jalin selama bekerja dan para pengikutnya di media sosial, Rani mulai mencari pembeli dari berbagai daerah di Indonesia.

Keunggulan ikan goreng Rani dibandingkan ikan lainnya terletak pada kemurnian ikannya. Dia menggoreng banyak ikan flounder setiap hari seiring dengan banyaknya pesanan yang masuk melalui media sosial dan platform lainnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, di masa pandemi virus corona, ketika para pendatang tidak bisa pulang, ia memanfaatkan situasi tersebut dengan menjual ikan biloha untuk mengobati keinginan para pendatang terhadap makanan khas Minang.

Rani menamai bisnisnya Dapua Amakami dan juga merek dagang dari produk yang sedang diproses hak patennya.

“Jual online tidak memerlukan modal besar, pasarnya juga lebih luas,” ujarnya.

Namun ia tidak menemui kendala apa pun dalam pengerjaannya, fluktuasi harga ikan basah membuat sulit untuk dijual.

“3 kilo belhi basah sama dengan satu kilo belhi goreng,” ujarnya.

Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk mengembangkan bisnis yang baru ia geluti selama tiga bulan terakhir. Bahkan, ia berharap ikan goreng Dapua Amakami bisa populer di luar negeri.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *