Sikap Politik PDIP Setelah Dipastikan Tidak Masuk Kabinet Prabowo
LIPUTAN6C, Sekretaris Jenderal Jakarta (Sekretaris -Jenderal) dari Partai Demokrat Indonesia (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa tidak ada staf partai di Kabinet Prabowo.
Namun, Hasto menekankan bahwa PDIP akan mendukung kebijakan politik negara tersebut sesuai dengan instruksi konstitusional.
“Cukup jelas dalam struktur kabinet bahwa tidak ada anggota staf PDIP yang merupakan menteri di kabinet merah dan putih.
Hasto memastikan bahwa PDIP mendukung pemerintah Prabowo Subiano, terutama yang terkait dengan stres di Timur Tengah dan kemerdekaan rumah.
“Bagaimana menyelesaikan kepemimpinan Indonesia ke dunia di pusat pertanyaan ketegangan di Timur Tengah. Kita semua akan mendukungnya sebagai kebijakan politik suatu negara,” kata Hasto.
“Aturan keuangan, kedaulatan di bidang energi, mengelola sumber daya alam kita untuk kesejahteraan besar rakyat, ini adalah perintah konstitusional,” tambah Hasto.
Dengan pernyataan ini, Hasto Kristiyanto melanjutkan bahwa sekarang saatnya bagi semua pihak untuk mempersiapkan energi positif untuk membangun suatu negara.
“Prioritas kami adalah energi positif kami, kecuali mereka yang sebelumnya memiliki pelanggaran konstitusional konstitusi. PDIP masih memberikan catatan penting bagi orang -orang yang mengharapkan kekuasaan,” kata Hasto.
BACA JUGA PUAN MAHARANI: PDIP Mendukung Pemerintah Prabow di Parlemen alih -alih memasuki Kabinet
Tim hukum PDIP DPP menghormati keputusan Pengadilan Administratif Negara (PTUN) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pencalonan kanker Rakabuming Gibrana kepada Wakil Presiden.
Meskipun perasaan kurangnya keputusan dalam keputusan yang belum menerima kasus PDIP, partai belum menyetujui penunjukan Gibran kepada wakil presiden.
“Saya menyajikan antusiasme kami, Prabowo ya, Gibran tidak,” presiden tim hukum PDIP Gayus Lumbuun pada konferensi pers di PDIP DPP, Central Jakarta, Jumat (25.10.2024).
Gayus juga mengatakan bahwa Ptun tidak menyangkal kasus yang diajukan oleh partainya. Kasing PDIP tidak hanya diterima. Gayus percaya dia belum menerima kasus ini karena dia tidak dapat mengkonfirmasi argumen kasus ini.
“Jadi, kami belum tiba di sana, kami ditolak dan ditolak tidak dapat diterima karena dewan yang menerima apa yang diusulkan sebagai pengecualian terdakwa dan intervensi kasus,” kata Gayus.
Gayus juga mengatakan bahwa keputusan PTUN dibuat oleh seorang hakim di mana ada hakim yang baru -baru ini ditangkap di Pengadilan Distrik Surabaya.
“Keputusan itu masih diterima, diterapkan. Diserahkan ke Mahkamah Agung dan dibatalkan, digantikan oleh keputusan lain dari prosedur kasasi. Inilah yang harus saya lakukan,” jelasnya.
Sebelumnya, Pengadilan Administratif Negara (PTUN) memutuskan untuk tidak menerima kasus yang diajukan oleh Partai Demokrat Indonesia (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), tentang pencalonan kanker kanker Gibrana kepada wakil presiden terpilih.
“Setelah Dewan Hakim dengan sengaja diputuskan. Proam, kecuali untuk menerima diskriminasi terdakwa oleh terdakwa II, tentang otoritas atau kapasitas pengadilan.
Diketahui bahwa penyelesaian perselisihan pemilu dipertahankan terutama di bagian 470. Act 7 of 2017 sehubungan dengan pemilihan umum bersama dengan bagian 2 dari Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5 tahun 2017.
“Jadi perselisihan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai undang -undang atau untuk bekerja melawan hukum, seperti Bagian 1 dari Mahkamah Agung No. 2 tahun 2019, dan juga tidak termasuk hasilnya, itu bukan perselisihan hasil pemilihan seperti Pasal 9 2004 sehubungan dengan Amandemen Undang -Undang,” jelasnya.
Keputusan tidak diterima, ini berarti tidak terpenuhi. Irvan memeriksa, karena pejabat, ada tiga, yang merupakan otoritas pengadilan, tepat waktu dan kepentingan berada dalam masalah.
Dewan Dewan juga percaya bahwa hal kontroversial yang diserahkan PDIP bukanlah otoritas PTUN karena penyelidikan telah dimasukkan dalam perselisihan pemilu.
“Pengambilan keputusan hari ini. Argumennya tidak diterima dan ini bukan bentuk kontroversi tentang proses pemilihan yang memiliki domain sendiri dalam proses pemilihan perlahan, jadi ketika pemilihan terus berlanjut,” katanya.
“Keputusan ini di tingkat pertama, solusi lain masih dapat dilakukan jika para pihak tidak merasa tidak puas dengan hasil Dewan Hakim,” tegas Irvan.