Singapura Beli 2 Kapal Selam Canggih Saat Geopolitik Memanas, Klaim untuk Lindungi Jalur Komunikasi Laut Negara
, SINGAPURA – Singapura resmi menyambut dua kapal selam tercanggih baru, Invincible dan Invincible, pada Selasa (24/9/2024). Kapal-kapal tersebut dibeli untuk melindungi jalur laut negara tersebut dan diperkirakan akan beroperasi di luar wilayah perairan Singapura.
Kapal selam tersebut merupakan yang kelima dan keenam dalam armada Singapura, demikian laporan DW Indonesia pada Kamis (26/9). Unit terapung tersebut dipesan dari perusahaan Jerman ThyssenKrupp Marine Systems pada tahun 2013 dengan kontrak satu miliar euro.
Kapal-kapal baru negara kaya itu akan berlayar bersama kapal selam lama Archer dan Challenger.
Para ahli mengatakan dua kapal selam baru ini akan meningkatkan teknologi pertahanan Singapura, memungkinkan lebih banyak operasi dari pantai dan membutuhkan lebih sedikit personel. Hal ini menjadikannya salah satu kapal selam paling tenang di wilayah tersebut.
“Untuk negara kecil seperti negara kami, kami memerlukan setiap pengganda kekuatan,” kata Kolonel Fong Chee-on, komandan armada kapal selam Singapura.
Setiap kapal selam kelas Invincible hanya membutuhkan 28 awak untuk beroperasi. Kapal ini memiliki panjang 70 meter dan bobot berbobot sekitar 2.200 ton. Otomatisasi berbagai peralatan di kapal selam ini memudahkan pekerjaannya dan kedua kapal tersebut juga menjadi kapal selam pertama Singapura yang memiliki fasilitas untuk awak wanita.
“Kedua kapal ini setidaknya sebanding dengan kapal selam konvensional terbaru dan tercanggih yang beroperasi di seluruh Asia Tenggara dan tempat lain di Indo-Pasifik,” kata Colin Koh, pakar urusan maritim di S. Rajaratnam School of International Studies. “Singapura.
Namun, Koh menambahkan, kapal selam yang lebih canggih tidak berarti Singapura bisa menandingi kemampuan angkatan laut regional lainnya. Invincible hanya dipersenjatai dengan torpedo berat, namun kapal selam Kilo Vietnam yang dirancang Rusia dapat membawa rudal jelajah berbasis darat.
Dua kapal kelas Invincible lainnya, Illustrious dan Inimitable, telah diluncurkan tetapi belum beroperasi. Kelas Invincible dilengkapi dengan penggerak aerodinamis yang menggunakan sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik.
Sistem ini sangat senyap karena alat berat hanya memiliki sedikit bagian yang bergerak. Ini adalah pilihan yang jelas untuk sistem senjata bawah air. Selain itu, memungkinkan kapal selam bertahan di bawah air selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan dapat menempuh jarak ribuan kilometer.
Tak hanya Singapura, berbagai negara di dunia juga tengah melakukan upgrade sistem persenjataan utama mereka. Kapal selam bertenaga nuklir dari Tiongkok, Rusia, dan AS lebih senyap dengan kecepatan dan jangkauan yang lebih besar, meski harganya juga lebih mahal.
Angkatan Laut Tiongkok juga sedang memodernisasi kapal selamnya dan menyelesaikan rudal Project 096, yang memiliki keunggulan strategis karena mampu menyembunyikan sebagian persenjataan nuklirnya.
Indonesia telah memesan dua kapal selam modern kelas Scorpene dari perusahaan pelayaran Prancis Naval Group, sementara Malaysia mengoperasikan dua versi lama kelas Scorpene.
Ketegangan di kawasan meningkat seiring Beijing semakin mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan, mengabaikan klaim sejumlah negara Asia Tenggara, padahal hukum internasional menyatakan klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum.
Jenderal Filipina Romeo Browner pada Rabu (25/9) mendukung penempatan permanen sistem rudal AS di negaranya. Militer AS mengatakan pada bulan April bahwa mereka telah mengerahkan sistem rudal jarak menengah Typhoon ke Filipina utara untuk latihan militer gabungan tahunan dan sistem tersebut tetap digunakan selama berbulan-bulan setelah latihan tersebut.
“Jika saya punya pilihan, saya ingin topan itu tetap ada di Filipina selamanya karena kami membutuhkannya untuk pertahanan,” kata Browner kepada wartawan di pameran pertahanan di Manila.
Kehadiran sistem rudal AS di Filipina telah membuat marah Beijing. Menteri Pertahanan Tiongkok Dong Jun memperingatkan pada bulan Juni bahwa topan tersebut telah merusak keamanan dan stabilitas regional secara serius.
Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro, yang berbicara pada acara yang sama dengan Browner, tidak membenarkan atau menyangkal bahwa sistem topan akan tetap ada di Filipina. Teodoro mendesak Beijing untuk berhenti melakukan campur tangan di Filipina.