Soal PPN 12 Persen, Gus Yahya: Pandangan Pemerintah Perlu Didengar Utuh
thedesignweb.co.id, Jakarta Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menilai masyarakat harus mendengar penjelasan lengkap pemerintah terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). ) sebesar 12 persen. Hal ini dinilai penting agar masyarakat memahami konteks lahirnya kebijakan tersebut.
“Dengan penjelasan lengkap dari pemerintah, masyarakat akan mengetahui agenda dan permasalahan apa yang menyebabkan krisis pengelolaan perpajakan, serta apa alasan fiskalnya.” Tentunya hal ini juga terkait dengan manfaat yang diberikan kepada masyarakat akibat kebijakan tersebut,” kata Gus Yahya dalam keterangan pers yang diterima, Sabtu (21/12/2024).
Gus Yahya berharap dengan penjelasan pemerintah, masyarakat memahami kebijakan pemerintah kenaikan PPN sebesar 12 persen.
Agar masyarakat tidak hanya meminta sebagian saja. Karena jika itu terjadi maka akan terputusnya hubungan komunikasi pemerintah dengan masyarakat, kata Gus Yahya.
Gus Yahya menilai penjelasan pemerintah terhadap keseluruhan konteks kebijakan didasarkan pada permasalahan yang menyebabkan krisis perubahan. Oleh karena itu, menurut Gus Yahya, pemerintah mengatur filosofi fiskal dan manfaat apa yang diberikan kepada masyarakat sebagai hasilnya.
“Dengan penjelasan dan diskusi yang luas diharapkan semua pihak bisa berpikir lebih jernih tentang apa yang dibutuhkan negara secara rasional,” kata Gus Yahya.
Baca juga Kritik terhadap pemberian kebijakan PPN 12 persen: Adilkah?
Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kejelasannya mengatakan kenaikan PPN sebesar 12 persen diperlukan sebagai upaya peningkatan pendapatan negara guna mendukung stabilitas perekonomian nasional.
“Peningkatan tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HEC). Langkah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan perekonomian global,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” di Jakarta, Senin (16/12/2024).
Menurut Sri, kebijakan kenaikan PPN bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa mewah atau kelas atas.
Merujuk situs kemenkeu.go.id, barang dan jasa yang termasuk dalam kategori mewah atau high-end antara lain masakan premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan mahal berstandar internasional. Menteri Sri mengatakan, dalam memungut pajak, pemerintah selalu mengedepankan prinsip keadilan dan kerja sama.
“Disebut benar karena Ormas yang mampu membayar akan membayar pajaknya sesuai kewajibannya menurut undang-undang, sedangkan Ormas yang tidak mampu membayar akan dilindungi” bahkan mendukungnya. bermain.”
Baca juga: Akibat PPN 12%, Beberapa Hotel Akan Ditutup
Selain itu, Sri meyakinkan pemerintah akan memberikan insentif berupa berbagai bantuan perlindungan sosial kepada kelompok menengah ke bawah. Perlindungan tersebut meliputi bantuan pangan dan diskon listrik sebesar 50 persen.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif perpajakan seperti perpanjangan masa berlaku PPh terakhir sebesar 0,5% untuk UMKM, insentif PPh 21 DTP untuk industri padat karya, serta beberapa insentif PPN yang total pembagiannya merata hingga Rp. 265,6 triliun. untuk tahun 2025.
“Insentif pajak tahun 2025 sebagian besar akan dinikmati oleh keluarga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif pajak. Meskipun terdapat undang-undang perpajakan dan tarif pajak, pemerintah tetap sadar untuk mempromosikan barang, jasa, dan perekonomian. aktor”, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Namun rencana kenaikan PPN ditolak oleh beberapa elemen masyarakat. Dalam petisi bertajuk “Pemerintah, segera batalkan kenaikan PPN!”. Petisi tersebut disiarkan di change.org sejak 19 November 2024 hingga Kamis malam (19/12/2024) dan mendapat 90.000 tanda tangan.
Baca juga Viral Tolak PPN 12%, Ajak Demo di Istana Hingga Peringatan Darurat Muncul Kembali