Seleb

DESIGN WEB Sutradara Ungkap Rahasia Mayit Hidup yang Penuh Teror di Zona Merah, Original Series Terbaru Vidio

thedesignweb.co.id, Jakarta Red Zone, serial baru yang tayang pertama kali di Video pada 8 November 2024. Serial ini berisi cerita horor dan bergenre seru, dengan tema menakutkan orang mati. Seperti We’re All Dead, Train to Busan, World War Z, dan The Walking Dead, Red Zone akan menampilkan aksi para karakter yang berjuang untuk bertahan hidup setelah umat manusia berubah akibat pandemi. 

Bedanya di seri ini, Zombienya disebut versi lokal yakni mayat hidup yang disutradarai oleh Sidharta Tata dan Fajar Martha Santosa yang pertama kali sukses dengan Betting The Series 2. 

Red Zone juga didukung sejumlah bintang Tanah Air, antara lain Aghniny Haque, Andri Mashadi, Lukman Sardi, Devano Danendra, Maria Theodore, Ruth Marini, dan Ratna Riantiarno. Dengan pemeran yang kuat dan cerita yang menegangkan, diharapkan serial ini menjadi tontonan yang ditunggu-tunggu oleh para penggemar genre horor.

Perpaduan antara hal-hal lokal dan legenda di Indonesia menjadi inspirasi lahirnya nama makhluk hidup Sidharta Tata dan Fajar Martha menjelaskan terbentuknya nama tersebut saat wawancara yang dilakukan di gedung SCTV pada 8 Oktober 2024.

Fajar menuturkan, awalnya ia dan kru kamera menganggap penggunaan kata “mayit” itu aneh dan lucu, namun saat penulisan dan pengembangan cerita mereka mengatakan bahwa kata tersebut paling tepat digunakan di zona merah.

“Kami mencoba kata ganti langsung zombie, kami mencoba menggunakan kata ganti mayat yang artinya mayat, mungkin awalnya terdengar bodoh, tapi lama-lama jadi keren,” jelas Fajar.

Selain itu, Sidharta Tata juga menambahkan bahwa alasan utama pemilihan ekspresi ini adalah untuk memberikan kesan natural dan lokal karena kesendirian dan kebiasaan masyarakat Rimbalaya, kota fiksi yang dibangun sebagai Yogyakarta untuk serial ini.

“Ini ngomong-ngomong soal Jawa Tengah, kalau ngomong bahasa Jawa, kata defunction sebenarnya adalah kata yang diucapkan tokohnya secara tidak sengaja,” kata Tata.

Tak hanya melawan mayat hidup, para karakter harus menghadapi keserakahan orang-orang berkuasa di Kota Rimbalaya. Siddhartha Tata mengatakan, kisah ini terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di suatu tempat di Indonesia dan juga dipadukan dengan legenda urban yang ada di Indonesia.

Jadi serial ini akan menampilkan aksi, thriller, horor, dan politik yang akan menambah ketegangan saat penonton menyaksikan Red Zone. Tak hanya itu, akan ada juga lawakan-lawakan yang mengocok perut di setiap episodenya.

“Dalam rangkaian pertandingan ini kami bisa bermain dengan banyak hal.

 

Fajar pun menceritakan beberapa tantangan yang dihadapi tim produksi selama syuting. Menggunakan lebih dari 100 figuran untuk berperan sebagai warga kota dan mayat, hal ini tentu menghadirkan banyak kendala. Setiap adegan yang berulang atau perubahan adegan membutuhkan lebih banyak usaha dan waktu dari biasanya.

“Tantangannya banyak. Setiap hari kita kembali menggarap TKP paling tidak seratus orang lagi. Entah itu mayat, atau warga, atau kedua-duanya, dan itu penganiayaan,” kata Fajar.

 

Meski kesulitan dan tantangan yang ia hadapi, Aghniny yang berperan sebagai Maya mengungkapkan kebahagiaannya bisa bekerja sama dengan Fajar dan Tata di serial ini. Meskipun dia harus bugar untuk memerankan karakternya, dia merasa pengambilan gambarnya sangat sehat.

Setiap harinya pengambilan gambar selalu selesai tepat waktu, yaitu pukul 18.00 WIB. Ini sangat berbeda dengan proyek-proyek yang pernah ia kerjakan sebelumnya.

“Ada 17 adegan seperti ini. Ini benar-benar selesai sebelum pukul 18.00. Banyak (ruangnya). Dan menurut saya ini dilakukan dengan sangat baik, dan mungkin persiapannya sudah sempurna,” kata Aghniny.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *