Tak Mampu Bayar Uang Damai Usai Dituduh Aniaya Anak Polisi, Guru di Konawe Selatan Dipenjara
thedesignweb.co.id, Conaway Selatan – Supriani (38), guru asal Conaway Selatan, menjalani hukuman di Rumah Tahanan Kejaksaan Conaway Selatan sejak Rabu (16/10/2010) setelah dipaksa mengaku melakukan pencabulan terhadap siswa kelas 2 SD. anak sekolah dasar. . Pada tahun tersebut 2024) adalah seorang guru terhormat di penjara SDN 4 Desa Baito Wanua Raya, Konawa Selatan.
Pada April 2024, setelah masalah tersebut dilaporkan ke polisi, Supriyani mencoba berdamai dengan keluarganya. Karena dia tidak menindas anak sekolah dasar.
Namun orang tua siswa tak mau mengabulkan permintaan guru honorer yang mengajar sejak 2009 itu. Keluarga Supriyani mengatakan, orang tua korban menginginkan uang hingga 50 juta birr untuk perdamaian. Namun Supriyani tidak setuju dengan minimnya dana tersebut.
Supriyani merupakan guru honorer yang mendapat insentif setiap tiga bulan sekali. Belum lagi menghidupi kedua anaknya. Sedangkan suaminya adalah seorang petani desa.
Saat ditemui wartawan thedesignweb.co.id kepada keluarga, kakak korban, Sunarti (43), Suprini mengatakan, saat ini dirinya berada di Kejaksaan Conaway Selatan. Surathi Supriyani mengatakan dia tidak pernah menyakiti anak itu.
“Pertama, saat penyelesaian di Polsek Baito, orang tua siswa (ayah) Supriyani menuntut uang sebesar 50 juta. Namun Supriyani menolak dengan mengatakan tidak pernah merugikan siswa tersebut,” kata Sunarathi.
Menurut Surathi saat itu, polisi tidak serta merta menangkap Supriyani. Dia diizinkan pulang. Beberapa bulan kemudian, panggilan pengadilan datang dari Kantor Kejaksaan Conaway Selatan. Supriyani menerima panggilan tersebut pada Rabu (16/10/2024).
Supriani datang ke kantor kejaksaan bersama suami dan anak-anaknya. Setelah bicara dengan JPU, JPU minta suami dan anaknya pulang, Supriyani ditangkap,” kata Sunarathi.
Sunarathi yang dikonfirmasi melalui ponselnya mengatakan, sudah seminggu kejaksaan Konawa Selatan menangkapnya dan mereka belum bisa menemuinya. Petugas tidak mengizinkan putra Supriyani mengunjunginya di pusat penahanan, katanya.
Kepala SDN 4 Baito Sanali mengatakan SPD pertama kali diberitahu oleh guru lain tentang pemukulan yang dilakukan seorang guru di sekolah tersebut.
Kepala SDN 4 Baito Sanali SPD mengatakan, informasi tersebut awalnya dia terima pada April 2024 dari seorang guru di sekolah lain. Dia baru saja kembali dari kehilangan kontak.
Kepala sekolah mengatakan bahwa beberapa polisi datang ke sekolah karena pemukulan terhadap guru tersebut. Namun, mereka mengaku belum mengetahui hal tersebut.
Saat dikonfirmasi thedesignweb.co.id, kepala sekolah mengatakan, “Semua guru di sekolah itu mengaku tidak atau tidak mendengar kejadian tersebut.
Kepala sekolah mengatakan polisi pertama kali datang ke sekolah tersebut setelah ibu anak laki-laki tersebut melihat luka dan memar di paha putranya. Saat ditanyai, bocah tersebut mengaku sempat terjatuh di sawah saat pertandingan.
“Saat ibu mengadu ke bapak, bapak melihat luka tersebut dan meminta anak tersebut mengaku dari mana dia mendapat luka tersebut,” kata kepala sekolah.
Setelah dipaksa, anak tersebut mengaku dipukul oleh gurunya. Ayahnya sangat kesal, dia segera menghubungi seorang guru sekolah dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan membawa masalah ini ke pengadilan.
“Polisi kemudian datang ke sekolah dan menggeledah siswa sekolah dasar, guru dan staf,” kata kepala sekolah.
Kepala sekolah menambahkan, saat itu polisi sedang memeriksa rekan-rekan bocah tersebut. Ada dua orang anak yang memberikan informasi, namun menunjukkan posisi yang berbeda.
Kepala sekolah menunjuk satu anak laki-laki dan anak lainnya ke tempat yang berbeda selama pemukulan.
Sanali Supriyani berharap mendapat keadilan. Sebab, dia mengaku tidak menyakiti bocah itu.
“Selama ini Supriyani populer di sekolah, dia guru yang pekerja keras dan ramah,” kata Sanali.
Kepala Bidang Reserse Kriminal Polri AKP I Nyoman Gde Arya dalam jumpa pers mengatakan, laporan terhadap Supriyani sudah diserahkan ke Polsek pada 26 April 2024. Proses ujiannya selama 5 bulan hingga April.
Segala upaya sudah dilakukan sejak mediasi namun belum ada yang terungkap, ujarnya. Pada 3 Juni 2024, setelah pihak tersebut mengajukan pengaduan, kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Saksi dari BAP sudah kita peroleh sebanyak 7 orang, antara lain pelapor, ibu korban, ayah korban, korban, wali kelas IV dan saksi lainnya yang merupakan teman korban,” ujarnya.
Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal, petunjuk yang ditemukan adalah sapu sekolah. Polisi juga mengumpulkan pakaian yang dikenakan korban saat kejadian dan hasil visum Puskesmas Palanga.
Dari hasil visum disimpulkan bahwa luka tersebut disebabkan oleh trauma benda tumpul pada bagian belakang paha kanan dan kiri. Hasilnya, penyakit tidak terjadi. Penyidik kemudian menyimpulkan dari kejadian tersebut ditemukan garis vertikal luka dan lebam di bagian belakang paha kanan dan kiri. Pada tahun tersebut Pada tanggal 3 Juni 2024, kasus tersebut dibawa ke pemeriksaan berdasarkan dua alat bukti dan perintah visum.
Cassatt menjelaskan, kisah pemukulan terhadap siswa tersebut terjadi saat belajar. Wali kelas siswa tersebut tidak ada di kelas saat itu. Karena itu muncul secara tiba-tiba. Kemudian anak menceritakan kisah tersebut kepada teman-temannya. Saat itu, Supriyani masuk ke kamar dan menghajar bocah tersebut.
Mengutip Kasat Supriya, ‘Anda diminta menulis cerita.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Andulo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Saltra) menangguhkan penangkapan Suprini pada Selasa (22/10/2024).
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sultra dan Ikatan Advokat Muda Indonesia (HAMI) mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada 21 Oktober 2024.
Ada beberapa hal yang dipertimbangkan majelis hakim dalam putusan tersebut. Antara lain terdakwa masih mempunyai anak yang memerlukan perawatan ibunya.
Kemudian respondennya adalah seorang guru yang seharusnya melaksanakan tugasnya di SDN Baito 4.
Akhirnya majelis hakim berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk menerima permohonan hukuman penjara terdakwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas.
Setelah mempertimbangkan beberapa faktor, termasuk kondisi keluarga terdakwa dan apakah ada indikasi Supriyani akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, hakim mengabulkan permintaan perlindungan.
Hakim memerintahkan agar Supriyani ditahan untuk tidak melarikan diri, menghancurkan barang bukti, dan hadir di setiap sidang yang dijadwalkan.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum Supriyani diminta dibebaskan dari penjara.
Dalam putusan tersebut, Ketua Hakim Stevie Rossano bersama dua Hakim Madya VV Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo menandatangani putusan yang merupakan langkah penting dalam perjalanan hukum kasus Supriani.