Bisnis

Wajib Pajak Ini Lepas dari Proses Penyidikan Pidana Usai Mau Bayar Rp 5,27 Miliar

thedesignweb.co.id, Jakarta – Direktorat Pajak Wilayah I Jakarta Selatan (Kanwil DJP) resmi menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana perpajakan RHI. Hal ini sesuai Surat Perintah Jaksa Agung RI Nomor 171 tanggal 31 Juli 2024.

Isi putusan Jaksa Agung RI, penyidikan terhadap tersangka RHI dihentikan karena pembayaran pajak melalui PT UCT. atau kurang bayar atau terlambat membayar dan selanjutnya berupa sanksi administratif. Denda sebesar tiga kali lipat dari pajak yang belum dibayar atau belum dibayar atau tidak dapat diganti, dikutip dari keterangan resmi per Rabu (2/10/2024).

Besaran uang yang dibayarkan terdakwa sebesar Rp5.279.506.768 atau sekitar Rp5,27 miliar. Jumlah tersebut meliputi Rp 1.319.876.692,- atau sekitar Rp 1,31 miliar yang belum atau belum dilunasi oleh wajib pajak, serta denda bukan pajak berupa denda administrasi sebanyak tiga kali atau setara. Besaran kurang bayar atau tidak dapat dikembalikan sebesar Rp3.959.630.076 atau sekitar Rp3,95 miliar.

Penghentian penyidikan ini dilakukan sesuai dengan Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Dalam ketentuan ini, dalam proses penyidikan, tersangka dapat meminta Kementerian Keuangan untuk menghentikan penyidikan. Kemudian Kementerian Keuangan dapat mengirimkan surat permohonan kepada Kejaksaan Agung RI dan memintanya.

Pasal 44B UU KUP juga menyebutkan bahwa Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana sesuai pasal tersebut, sehingga wajib pajak atau tersangka dikenakan sanksi penerimaan negara dan sanksi administrasi.

Terlepas dari mekanisme Pasal 44B UU KUP. Wajib Pajak dapat menghentikan pelanggaran perpajakan dibandingkan dengan penyelesaian akhir sepanjang belum ada perintah penyidikan berdasarkan Pasal 44A UU KUP. Dikirim ke Kementerian Kehakiman.

Pasal 44A UU KUP menjelaskan bahwa Wajib Pajak dapat mengungkapkan perbuatan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) dan mengembalikan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan sanksi denda sebesar 100%. dari jumlah pajak yang terutang

Pasal 44A dan Pasal 44B UU KUP menunjukkan bahwa pemidanaan berupa pidana kurungan atau pidana kurungan bukanlah tujuan akhir penyelesaian penyidikan pelanggaran perpajakan.

Negara diharapkan memperoleh pengembalian kerugian sebesar-besarnya melalui ketentuan yang berpihak pada ultimum remedium dalam penyelesaian penyidikan tindak pidana perpajakan.

Lebih lanjut, penerapan peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat memberikan rasa kejelasan kepada wajib pajak dan membuat wajib pajak lebih memahami dan memahami akibat dari tujuan atau tindakan perpajakannya.

Pada awalnya, Departemen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah bersiap meluncurkan sistem perpajakan lanjutan bernama Core Tax Administration System (CTAS) pada akhir tahun ini.

Muchamad Arifin, Kepala Divisi Administrasi Perpajakan (DJP), mengutip perkiraan Bank Dunia bahwa sistem perpajakan yang canggih dapat meningkatkan pendapatan sebesar 1,5% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia dalam lima tahun penerapannya.

Misalnya, Arifin menjelaskan, dengan harga PDB saat ini yang mencapai Rp20.000 triliun, maka kenaikan PDB pendapatan sebesar 1,5% akan bernilai sekitar Rp350 triliun.

Namun, dia juga menegaskan penerapan CTAS tidak akan meningkatkan pendapatan nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk mendapatkan hasil yang baik.

“Misalnya, tidak mungkin menambah 1,5% PDB tahun depan setelah diterapkan. (Pendapatan pemerintah dalam (5) tahun setelah CTAE) akan meningkat. Kalau diterapkan, belum tentu hasilnya sama, kata Arifin dalam konferensi media Kementerian Keuangan di Anyer, Banten, Kamis (26/2019) 9/2024. .

Namun, Arifin tidak membeberkan hasil perhitungan DJP mengenai kemungkinan tambahan pendapatan dari penerapan CTAS.

Menurut DIA, setelah diterapkannya sistem coretax dan masukan informasi dari lembaga dan lembaga ke dalam sistem tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan atau rasio pajak akan meningkat.

 

Awal pekan ini, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan merilis media edukasi berupa Coretax Simulator. Langkah ini diambil untuk menjangkau lebih banyak wajib pajak.

Simulator Coretax di situs tax.go.id Senin Itu dilakukan pada 23 September 2024. Tujuannya adalah untuk memudahkan wajib pajak untuk lebih memahami berbagai fungsi Coretax.

Simulator Coretax ini bersifat interaktif dan membiasakan wajib pajak dengan berbagai fungsi di aplikasi Coretax.

“Coretax Simulator dapat diakses kapan saja, di mana saja melalui Internet, sehingga menjangkau lebih banyak pembayar pajak,” demikian perluasannya. Direktur Pelayanan dan Humas Dwi Astuti dalam keterangannya, Rabu (25/9/2024).

Dwi menegaskan, wajib pajak tidak perlu khawatir dengan informasi pribadinya. Data yang digunakan dalam simulator ini merupakan data khusus untuk keperluan edukasi dan bukan data wajib pajak sebenarnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *